Jakarta, Prohealth.id – Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), bersama dengan 27 organisasi pemuda yang tersebar di seluruh Indonesia mendesak Presiden Prabowo tegas pada persoalan rokok.
Secara tegas mereka mendesak pemerintah untuk segera mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024. Menurut mereka, regulasi ini menjadi langkah krusial dalam mengendalikan konsumsi produk tembakau. Apalagi selama ini tembakau sangat mengancam kesehatan dan produktivitas bangsa. Surat dukungan yang kepada Presiden menegaskan kaum muda tidak tinggal diam melihat regulasi ini terhambat.
Manik Marganamahendra, Ketua IYCTC, lewat pernyataan tertulisnya, menyatakan harapannya kepada Presiden Prabowo untuk mengimplementasikan segera PP 28/2024. Ini termasuk penguatan regulasi turunanya.
“100 hari pemerintahan ini sebenarnya menjadi momentum bagi Pak Prabowo untuk membuktikan komitmennya terhadap perlindungan kesehatan masyarakat,” tuturnya, Kamis (6/2/2025).
Ia menilai bahwa momentum ini adalah ujian nyata keseriusan pemerintah dalam membangun sumber daya manusia yang unggul. Utamanya jika ingin mencapai visi Indonesia emas 2045.
Faktanya, berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah anak-anak dan remaja berusia 10-18 tahun. Lebih rinci nya, kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok terbanyak memulai merokok 56,5 persen, lalu usia 10-14 tahun 18,4 persen. Menurutnya, hal ini tidak dapat menampik bahwa Indonesia memang masih menjadi negara dengan prevalensi perokok yang tinggi di dunia.
Selain itu, dia menyebut bahwa dampak ekonomi akibat konsumsi rokok juga tidak main-main. Penelitian Zanfina (2020) mengungkapkan bahwa total biaya kehilangan produktivitas akibat merokok mencapai Rp2.755,5 triliun. Angka ini nyaris setara dengan APBN Indonesia. Dalam skala tahunan, Indonesia mengalami kerugian PDB sebesar Rp153 triliun akibat rokok.
Studi Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2022 pun juga mengungkap pengguna rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dalam satu dekade terakhir. Awalnya dari 0,3 persen pada 2011, menjadi 3,0 persen pada 2021. Hal ini menandakan industri masih terus menargetkan anak muda dengan produk alternatif yang tak kalah berbahaya.
Dalam kampanye Presiden Prabowo, beliau menekankan pentingnya investasi dalam kesehatan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, menurut Manik, janji ini tidak akan terwujud tanpa langkah konkret dalam penegakan regulasi seperti PP 28/2024 tentang kesehatan.
“Jika tidak, janji tersebut berisiko menjadi sekadar retorika, atau hanya tertulis diatas kertas,” tegasnya.
Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC menambahkan bahwa tanpa implementasi regulasi ini, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menyelamatkan generasi muda dari cengkeraman industri rokok.
“Setidaknya, kebijakan kenaikan cukai rokok, pelarangan total iklan rokok di media berbasis digital, serta perlindungan ruang publik dari paparan asap rokok ini jangan sampai mandek,” katanya.
Namun kenyataannya, Pemerintah baru saja mengumumkan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) tidak akan naik pada 2025, sementara harga jual eceran (HJE) justru meningkat. Kebijakan ini jelas hanya menguntungkan industri rokok dengan tetap memberikan keleluasaan menjual produk tembakau dengan harga yang lebih tinggi. Akibatnya, negara kehilangan kesempatan untuk mengendalikan konsumsi melalui mekanisme fiskal yang terbukti efektif.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa kepentingan industri masih lebih utama, daripada perlindungan kesehatan masyarakat. Terutama anak-anak dan remaja. Padahal, perlindungan anak tidak sepatutnya dibenturkan dengan kepentingan bisnis,” ujar Shella.
Industri rokok terus mencari celah dengan kampanye promosi agresif, harga murah, dan strategi pemasaran terselubung untuk menjaring konsumen baru. Hal ini berimplikasi langsung pada masa depan bangsa jika implementasi PP 28/2024 tidak segera ditegakkan.
IYCTC menegaskan bahwa anak muda Indonesia harus berani untuk menolak menjadi target industri yang mengorbankan kesehatan demi keuntungan. Dengan momentum 100 hari pemerintahan, bola keputusan kini berada di tangan Presiden Prabowo. Keputusan ini harus segera mendapat tindak lanjut dengan adanya keberpihakan pada masa depan bangsa.
Asal tahu saja, 27 organisasi ini meliputi; Toco Ranger, PARTYcipation, KPK Sehat FKM Universitas Indonesia, Beyond Health Indonesia, Hima Pro Kesmas Universitas Ibn Khaldun Bogor, ISMKI, BEM Fikes Universitas Ibn Khaldun Bogor, Genita, Higeia, Kitapeka, BEM FKIK Universitas Jambi, PAMI Nasional.
Ada juga Kita Gerak Bareng, HAPSA FKM Universitas Indonesia, ASEAN Youth Organization, Hasanuddin Contact, PIK-R Bangka Jakarta Selatan, Kolaborasi Bumi, SemarKu, Pemuda Penggerak, Aksi Kebaikan, IPPNU. Tak lupa, Semesta FKM Universitas Muhammadiyah Jakarta, Hima Kesmas Stikes Bhakti Husada Madiun, ISMKMI, SFA for Tobacco Control, dan Hima Kesmas Universitas Siliwangi.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post