Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

15 Tahun Perda KTR DKI Jakarta Terombang-ambing, 95 Persen Warga Dukung Jakarta Bebas Asap Rokok dan Perda

by Ahmad Khudori
Wednesday, 29 October 2025
A A
KTR: Sekadar Janji di Bibir Tanpa Realisasi Pasti

Aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). (Sumber foto: Chat GPT AI Generated/2025)

Jakarta – Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) melakukan survei persepsi warga Jakarta, 95 persen warga Jakarta mendukung penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sekolah, transportasi umum, dan tempat umum. Hasil ini diungkap dalam kegiatan bertajuk “Diseminasi Survei Persepsi Publik dan Kualitas Udara Warga Jakarta terkait KTR di Jakarta”, pada Jumat (17/10).

Tim riset IYCTC Ni Made Shellasih mengatakan, survei ini meliputi 10 pengusaha dan 5 pengelola cafe dan 1169 orang dengan KTP DKI Jakarta. Survei dilakukan dilatarbelakangi masih mandeknya perda KTR.

BacaJuga

Meningkatkan Daya Tahan dan Kesehatan Dengan Pengobatan Ala Korea

Komunitas kirim karangan bunga sindir mandeknya kebijakan cukai yang berpihak kepada kesehatan rakyat

IYCTC menurut Shella ingin menggali persepsi warga tentang KTR, sekaligus mensurvei cuaca Jakarta di ruang publik akibat asap rokok.
“Mereka yang di survei menjawab rokok bukan jadi pendapatan sumber utama mereka. Selain itu, 91,4 persen warga mengetahui asap rokok membahayakan bagi perokok pasif. Dengan 95 persen warga mendukung adanya KTR di sekolah, tempat umum. Sementara 93 persen mendukung KTR untuk disahkan menjadi perda,” katanya.

Selama ini, Provinsi Jakarta tidak mempunyai peraturan daerah (Perda) menyangkut KTR. Secara catatan data IYCTC, ada 86 persen daerah yang sudah mempunyai perda KTR. Kondisi ini kata Sheila membuat miris, DKI hanya baru memiliki Pergub No 88 2010, dengan tingkat kepatuhan hanya 42,9 persen, aturan ini dianggap lemah dan tidak punya tekanan.

Padahal menurut Sheila KTR berfungsi sebagai perlindungan terhadap bahaya rokok di ruang publik dan tempat kerja. Badan Pusat Statistik (Maret 2024), remaja 15 tahun telah menjadi perokok aktif, dengan persentase 22,56 persen.

Terlebih Periset IYCTC lain, Daniel Beltsazar, selain miris angka remaja, kondisi kualitas udara Jakarta juga buruk, dengan representasi uji cuaca dilakukan di empat tempat publik: restoran, rumah sakit, sekolah, dan kantor dengan menggunakan patokan PM2.5, sebagai kandungan asap rokok.
““Di restoran, kadar PM2.5 mencapai 61,16 µg/m³, rumah sakit mencapai 43,14 µg/m³, di sekolah mencapai 39,21 µg/m³, dan kantor 40,13 µg/m³. Di bangunan yang ada tempat khususnya justru memperburuk kualitas udara di ruang tertutup,” ujarnya.

Perjalanan KTR Jakarta Sejauh Mana?

Ovi Norfiana Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, menuturkan perjalanan perda KTR yang masih mandek. Saat ini Perda KTR masih dibahas bersama DPRD, dan Pemprov, kata Ovi riset yang dilakukan IYCTC akan menambah amunisi dukungan memperkuat KTR untuk segera disahkan. Dia menyebut Perda KTR, akan mengatur bentuk pengawasan dan penindakan kepada para perokok di ruang publik.
“Nanti ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan penindakan hukum. Jadi isinya bukan hanya sanksi saja, tapi juga ada penyidikan, karena itu perlu diatur secara matang,” katanya.

Ovi menambahkan, untuk mendukung suksesnya perda KTR nanti di tahap implementasi semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) akan diberikan tugas masing-masing sesuai tugas dan fungsi.

“Dinas pendidikan melakukan pengawasan di arena pendidikan, sekolah-sekolah. Dinas Perhubungan di tempat-tempat transportasi. Satpol PP di jalan-jalanan, semuanya ikut terlibat,” ungkapnya.

Tindakan hukum dilakukan, sebab berdasarkan data BPJS Kesehatan 2024, beban biaya penyakit katastropik di DKI Jakarta mencapai Rp4,87 triliun kata Ovi. Sementara 58 persen penyebab penyakit tidak menular, terkait dengan perilaku berisiko seperti kurang aktivitas fisik dan merokok. Dia menegaskan, penerapan KTR menjadi langkah penting untuk menekan risiko kesehatan tersebut, terutama bagi anak dan perempuan hamil yang paling rentan terhadap paparan asap rokok.

Kegelisahan Warga Jakarta

Kebutuhan Perda KTR turut dirasakan Intan Permatasari Pengurus Kampung Bebas Asap Rokok Cipedak, yang selama ini turut bergerak menciptakan kampung sehat di Jakarta. Menurutnya, kebutuhan hidup sehat dan terbebas dari asap rokok adalah hak dasar masyarakat.  

“Kalau saya sederhananya, pengen anak itu sehat, lingkungan juga sehat, kita sama warga sama-sama menjaga udara sehat utamanya bebas dari asap rokok. Kita memiliki kategori, keluarga tidak sehat itu karena ada anggota keluarganya yang merokok,” ujarnya. 

Di berbagai tempat kata Intan bersama warga, di kampungnya ada pojokan joker (pojok literasi rokok), berisi stiker dan spanduk bahayanya merokok. Cara ini, untuk mudah dipahami anak-anak, remaja, dan para orang tua, sekalipun lansia, untuk turut berkontribusi mencipta udara yang sehat. 

Akademisi Risky Kusuma Hartono, Peneliti Senior PKJS-UI, menilai bahwa implementasi KTR perlu ditopang oleh pendanaan yang berkelanjutan agar tidak mandek. Ia menyoroti potensi besar Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan Pajak Rokok Daerah yang selama ini belum dimanfaatkan optimal untuk kegiatan sosialisasi, pengawasan, dan layanan berhenti merokok. “Pendanaan ini seharusnya diarahkan lebih strategis untuk mendukung pelaksana

Perlu Berapa Tahun lagi Perda KTR Jakarta Disahkan? 

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DKI Jakarta, Farah Savira, menegaskan bahwa pengesahan Raperda KTR menjadi langkah penting untuk melindungi warga, khususnya anak dan remaja, dari paparan dan adiksi produk tembakau, baik konvensional maupun elektronik. 

Dia juga menambahkan bahwa masukan dari pelaku UMKM dan asosiasi PKL yang khawatir terhadap dampak ekonomi telah menjadi bagian dari pembahasan kebijakan ini. “Masukan tersebut kami hargai, namun kami pastikan Perda KTR bukan kebijakan yang membatasi usaha, melainkan mengatur ruang agar semua bisa beraktivitas dengan sehat dan aman,” jelas Farah. 

Sementara Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra mengatakan, Bahwa orang muda memiliki aspirasi. Karena itulah IYCTC menjadi penghubung anak muda dan pengambil kebijakan. Bukan hanya menjadi angka yang dimanipulasi, teknokrasi. “Anak muda harus jadi sumber data, agar kami harapkan langkah baik ke depannya, termasuk disahkanya KTR DKI Jakarta,” katanya.  

 

Editor : Fidelis Satriastanti

ShareTweetSend

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.