Pada pertengahan Mei 2023 lalu, lebih dari 2.000 perwakilan pemerintah pusat dan daerah hadir secara daring dan luring, di antaranya sekretaris kementerian/lembaga, kepala biro perencanaan, bupati, wali kota, kepala badan perencanaan pembangunan daerah, serta generasi muda, baik ASN maupun perwakilan masyarakat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2024 dan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020-2050 yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta Convention Center, Selasa (16/5/2023).
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, sebagai penjabaran tahun terakhir RPJMN Tahun 2020–2024, RKP Tahun 2024 difokuskan untuk mencapai target–target pembangunan dalam RPJMN Tahun 2020– 2024 serta meletakkan fondasi yang kokoh menuju Indonesia Emas 2045. Tema RKP pada 2024 adalah “Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.”
Adapun RKP 2024 dijabarkan dalam 7 Prioritas Nasional (PN), yakni PN 1: Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan, PN 2: Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan, PN 3: Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing, PN 4: Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan, PN 5: Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar, PN 6: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim, PN 7: Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik.
Dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, dalam pelaksanaannya, RKP 2024 memiliki pedoman 8 Arah Kebijakan, yaitu: 1) Pengurangan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem; 2) Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan; 3) Penguatan Daya Saing Usaha; 4) Revitalisasi Industri dan Penguatan Riset Terapan; 5) Pembangunan Rendah Karbon dan Transisi Energi; 6) Percepatan Pembangunan Infrastruktur Dasar dan Konektivitas; 7) Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara; dan 8) Pelaksanaan Pemilu 2024.
Tak hanya itu, bagian dari Musrenbangnas RKP 2024 ialah turut dilaksanakan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020-2050 yang mempersiapkan penduduk Indonesia di 2045, melalui lima strategi.
Pertama, Mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang: Menyusun Kebijakan Keluarga Berencana Era Baru. Kedua, Mendorong Perpindahan Penduduk yang Merata: Transmigrasi Era Baru. Ketiga, Menunjang Penuaan Penduduk: Menyiapkan Lansia Mandiri.
Keempat, Menutup Kesenjangan SDM melalui Persiapan Lebih Dini dan Afirmatif. Kelima, Pembangunan Wilayah yang Seimbang Antara Perdesaan dan Perkotaan.
Wakil Presiden RI KH. Maruf Amin menambahkan, dokumen proyeksi penduduk 2020-2050 yang diluncurkan harus menjadi rujukan bagi kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk menyusun program-program yang dapat mengoptimalkan potensi bonus demografi tersebut.
Selanjutnya, pada 5 Juni 2023 lalu, Bappenas dengan Komisi XI DPR RI menyatakan bahwa ada 10 indikator (kesehatan) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 – 2024 berisiko tidak tercapai di 2024. Sebut saja sebagai contoh; imunisasi dasar lengkap, stunting pada balita, tingkat wasting balita atau penurunan berat badan, insidens tuberkulosis, eliminasi malaria, enam eliminasi kusta, tingkat merokok pada anak, obesitas pada penduduk dewasa, fasilitas kesehatan tingkat pertama, dan puskesmas dengan tenaga kesehatan sesuai standar.
Menurut Prof Tjandra Yoga Aditama selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan Guru Besar FKUI, kenyataan ini tentu menyedihkan karena ada beberapa hal.
Pertama, ini adalah target yang sudah dicanangkan dengan seksama dan tentu segala upaya sudah dilakukan, tetapi ternyata hasilnya tidaklah memuaskan.
Kedua, ini bukan hanya masalah target yang tidak tercapai, tetapi karena ini adalah indikator penting maka tentu akan punya potensi dampak merugikan bagi derajat kesehatan bangsa kita.
Ketiga, menurut Prof. Tjandra RPJMN 2020 – 2024 sudah tinggal sekitar setahun setengah lagi. Apalagi RPJMN 2020 – 2024 merupakan tahapan penting dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Ada beberapa penyebab dan upaya keras yang diperlukan mencakup tiga hal.
Pertama, ada faktor pandemi COVID-19 tentu punya pengaruh risiko tidak tercapainya 10 indikator kesehatan ini, walaupun tidak tepat juga hanya menyalahkan pada pandemi saja. Jadi tidak ada pilihan lain perlunya upaya ekstra keras dalam tahun-tahun mendatang agar pelayanan kesehatan primer di negara kita dapat ditingkatkan.
“Ini harus sejalan dengan peningkatan pencapaian universal health coverage – UHC agar seluruh rakyat kita ,dimanapun berada dan bagaimanapun situasi keuanganya, akan dapat memperoleh pelayanan kesehatan bermutu yang diperlukannya tanpa harus memberatkan kantongnya,” ujar Prof. Tjandra.
Kedua, selain pandemi penyebab lain risiko tidak tercapainya 10 indikator kesehatan adalah karena kesehatan masih belum mendapat perhatian utama. Dengan situasi COVID-19 sudah lebih terkendali maka masyarakat mungkin berharap sumber daya optimal tetap diberikan pada sektor kesehatan. Ini termasuk anggaran kesehatan, komitmen politik dan juga peran serta berbagai sektor terkait.
“Dalam hal ini juga harus terus di bina hubungan harmonis dan kerja bersama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pelaku aktor pelayanan kesehatan di lapangan,” sambungnya.
Ketiga, hal lain yang menjadi ganjalan selama ini adalah pelaksanaan kegiatan promotif dan preventif, yang sudah penting, tetapi faktanya perhatian justru lebih berat diberikan pada aspek kuratif.
“Kalau bicara kesehatan maka lebih sering disinggung tentang rumah sakit dan bahkan rumah sakit internasional, serta belakangan banyak dibicarakan kekurangan dokter spesialis. Memang tentu pelayanan rumah sakit itu penting, tetapi pelayanan kesehatan langsung di masyarakat dan di Puskesmas juga amatlah penting, ternasuk juga pemberdayaan masyarakat,” lanjut Prof. Tjandra.
Ia menambahkan, dokter spesialis juga tentu penting sekali menjadi perhatian pemerintah. Karena petugas kesehatan di desa sangat sentral perannya dalam kesehatan bangsa. Sebut saja misalnya; perawat kesehatan masyarakat, atau petugas promosi kesehatan, juga tenaga sanitasi lingkungan, juru imunisasi, petugas gizi desa, dan lainnya.
Artinya, kata Prof. Tjandra, di masa depan harus ada tindakan nyata bahwa promotif preventif setidaknya sama pentingnya dengan aspek kuratif. Program kesehatan harus menunjukkan peran penting dan kegiatan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit sejalan dengan penangan kalau penyakit sudah timbul.
“Mudah-mudah ini yang akan kita lihat secara nyata pada tahun mendatang ini, dan juga pada program pemerintah baru kelak. Dalam hal ini, akan baik sekali kalau para Calon Presiden juga membawa issue kesehatan sebagai salah satu program utamanya,” ungkap mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini.
Discussion about this post