Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

300 Organisasi Orang Muda Kritik Omnibus Kesehatan

Organisasi anak muda yang terdiri dari; Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI), dan Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Indonesia (ISMAFARSI) hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pada 10 Mei 2023. Gerakan orang muda ini menyampaikan pentingnya paradigma kesehatan serta keberpihakan pemerintah kepada masyarakat dan profesi di bidang kesehatan untuk membangun kesehatan masyarakat yang lebih baik.

by Irsyan Hasyim
Friday, 12 May 2023
A A
300 Organisasi Orang Muda Kritik Omnibus Kesehatan

Perwakilan organisasi mahasiswa kesehatan mengkritik RUU Kesehatan. (Sumber: IYCTC/2023)

Jakarta, Prohealth.id – Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), menilai draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan pada saat ini belum cukup kuat untuk mengatur masalah rokok yang begitu problematik di Indonesia.

Hal ini disampaikan mengingat terjadinya kenaikan jumlah iklan di internet 11 kali lipat dari tahun 2011 ke tahun 2021 (GATS, 2021) dan penelitian TCSC IAKMI (2018) yang menyatakan iklan rokok di televisi meningkatkan peluang anak untuk merokok 2.2 kali lipat dibandingkan anak yang tidak melihat iklan, dan 1.5 kali lipat melalui poster, radio, billboard, dan internet.

BacaJuga

Kekerasan terhadap Jurnalis Masif di Era Prabowo

Potret Makan Bergizi ‘Tragis’

Hasil GYTS (2019) juga menyatakan bahwa anak-anak sangat mudah terpapar iklan & promosi rokok di berbagai media seperti televisi yakni 65,2 persen, tempat penjualan 65,2 persen, media luar ruang 60,9 persen, dan media internet 36,2 persen, sehingga memerlukan larangan IPS rokok secara total.

Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC menjelaskan, DPR-RI dan pemerintah harus memasukkan pasal yang spesifik mengatur larangan iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) rokok pada RUU Kesehatan. Manik beralasan, Indonesia satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih memperbolehkan iklan rokok di media penyiaran. Iklan rokok bukan saja melemahkan daya kritis masyarakat terhadap produk yang mengandung zat adiktif ini dan terbukti dapat menjadi pemicu dimulainya konsumsi rokok pada anak-anak dan orang muda.

“Tanpa adanya regulasi maka negara telah membiarkan generasi mudanya mabuk adiksi,” jelas Manik dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (11/4/2023).

Tak hanya itu, masalah di bidang kedokteran juga harus mendapatkan perhatian dalam RUU Kesehatan ini, Febrian Rizky Arilya, Sekretaris Jenderal ISMKI menyampaikan kekhawatiran akan bahaya RUU Kesehatan karena keadaan litigious society.

Ia menilai, lingkungan sosial yang jadi sedikit-sedikit lapor akan menjadi hambatan bagi tenaga kesehatan untuk berpraktik karena banyaknya pasal-pasal yang dapat mengikat dokter dalam kasus hukum pidana. Kondisi ini dapat menciptakan defensive medicine yaitu ketika dokter akan menghindari diagnosis langsung untuk memperbanyak proses pemeriksaan, dan ini akan menyebabkan pelayanan lebih mahal, lama, rawan kontra indikasi, menurunkan kesembuhan pasien karena seharusnya lebih cepat di diagnosis, dan yang pasti ini akan menyebabkan kerugian bagi pelayanan, tenaga medis, dan pasien.

“Begitupun isu-isu lainnya masih banyak yang perlu diperbaiki seperti transplantasi, aborsi aman, kesehatan reproduksi, Hospital Based Education, Aborsi aman dan Tenaga kerja Warga negara Asing (TKWNA) serta isu kesehatan lainnya” jelas Febrian.

Selaras dengan keresahan yang disampaikan sebelumnya, Sekretaris Jenderal PSMKGI, Aura Alya Rahma menyampaikan bahwa apabila nantinya diadakan pembahasan lanjutan terkait RUU Kesehatan ini tentu akan sangat semakin mematangkan konsep distribusi tenaga medis di Indonesia. Adanya ketimpangan dalam jumlah dokter dan dokter gigi dengan jumlah masyarakat di Indonesia tentu menjadi sebuah PR besar tidak hanya pemerintah namun kita semua dalam meratakan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Dia menyatakan seperti yang disebutkan pada pasal 198 ayat 4 bahwa perencanaan tenaga medis dan kesehatan dilakukan dengan memperhatikan kerjasama antar pemangku kepentingan.

“Pasal tersebut perlu adanya kejelasan terkait siapa pemangku kepentingan yang terlibat untuk menghindari adanya penyalahgunaan distribusi pelayanan kesehatan di Indonesia kedepannya,” terang Aura.

Menyambung permasalahan kesehatan berikutnya yaitu pada aspek kefarmasian yang saat ini kondisinya sangat pelik tanpa memiliki paying hukum, ISMAFARSI yang diwakili oleh Muhammad Hildan Maulana selaku Sekretaris Jenderal menyampaikan pandangan terhadap RUU Kesehatan.

Ia menegaskan, Pasal 149 ayat 1 perlu diperjelas mengenai siapa yang  berwenang dalam melakukan praktik kefarmasian sehingga kami mengusulkan penambahan redaksional apoteker/apoteker spesialis pada pasal tersebut sehingga jelas siapa yang berwenang melakukan praktik kefarmasian di Indonesia. Hal ini juga dapat memperjelas peran dari 80.378 apoteker yang terbagi di berbagai bidang dalam melakukan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.

“Ini menjadi salah satu bentuk gerakan ISMAFARSI dalam MENGKRITISI substansial-substansial penting di dalam RUU Kesehatan” tambah Hildan.

Nadhir Wardhana Salama selaku Sekretaris Jenderal ISMKMI itu menyampaikan dengan tegas pentingnya paradigma sehat dalam RUU Omnibus Law Kesehatan sebagai momentum untuk memperbaiki dan memperkuat sistem kesehatan nasional.

“Kami menilai RUU Kesehatan sampai pada DIM terbaru yang dirilis belum mengkonkritkan poin upaya kesehatan preventif dan promotif, seperti perlu mengatur deteksi dini dan surveilans yang seharusnya tidak dapat dipisahkan dengan promosi kesehatan, hingga pengendalian lingkungan dalam rangka mencegah potensi munculnya penyakit dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, padahal hal ini adalah aspek penting dalam memperkuat sistem kesehatan,” terangnya.

Poin lain menurut Nadhir, kewajiban memberikan insentif kader kesehatan sebagai elemen krusial dalam pelaksanaan kesehatan. Kemudian RUU Omnibus Law Kesehatan harus mengatur secara konkrit bagaimana kesehatan lingkungan itu mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tidak serta merta hanya sebatas formalitas maka kesehatan lingkungan dimasukkan ke dalam RUU Kesehatan ini.

Ia menegaskan, DPR-RI dan pemerintah harus mengambil langkah hati-hati sebelum mengesahkan RUU Kesehatan ini. Asas partisipasi, keterbukaan hingga pentingnya memperhatikan substansi yang berdasarkan bukti perlu jadi pedoman dalam penyusunan RUU ini. Setiap niat baik tentu harus diiringi dengan proses yang baik pula.

Bagikan:
Tags: IYCTCOmnibus KesehatanOmnibus LawRUURUU Kesehatan

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.