Jakarta – Ancaman kesehatan rakyat akibat penyakit tidak menular (PTM) menjadi isu yang semakin mendesak di balik klaim pembangunan dan kemajuan. Peristiwa ini nyata terjadi pada setahun pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Pemerintahan Prabowo – Gibran dituntut segera menegakkan kebijakan perlindungan terhadap kesehatan rakyat dari PTM. Ini sebagian besar dipicu kebiasaan buruk seperti konsumsi rokok dan makanan serta minuman tinggi gula, garam, dan lemak (GGL).
Krisis Kesehatan Serius
Sebanyak 73 persen penyebab kematian di Indonesia akibat PTM menurut data WHO pada 2018. Sedangkan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penyakit katastropik meningkat sebesar 43 persen yang mencapai Rp 32 triliun dalam lima tahun terakhir. Terutama untuk penyakit terkait obesitas, diabetes melitus, dan hipertensi.
“Setiap tahun setidaknya 270 ribu penduduk Indonesia kehilangan nyawa akibat konsumsi rokok dan pola makan tidak sehat. Dengan kerugian ekonomi makro sebesar Rp 184 triliun sampai Rp 410 triliun,” jelas dokter Febtusia Puspitasari dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dalam konferensi pers di Yayasan Kanker Indonesia di Jakarta pada Oktober ini.
Kemudian kebijakan saat ini lebih condong mendukung industri tembakau dan produk pangan olahan yang tidak sehat daripada memberikan perlindungan nyata kepada masyarakat. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan seharusnya menjadi tonggak utama untuk mengatasi masalah ini. Tetapi ternyata ini belum diimplementasikan dengan serius.
Sebaliknya, kebijakan yang hadir justru mengarah pada kemudahan bagi industri adiktif dan bertentangan dengan semangat perlindungan kesehatan publik yang seharusnya menjadi prioritas utama.
Bagaimana Kesehatan Rakyat?
Terkait hal tersebut maka lembaga dan organisasi pemerhati kesehatan menuntut langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki sistem perlindungan kesehatan terutama dalam pengendalian konsumsi rokok dan produk pangan tinggi GGL. Ketidakseriusan dalam menjalankan kebijakan ini sama saja dengan mengabaikan hak rakyat untuk hidup sehat dan produktif.
Sebanyak 32 organisasi pemerhati kesehatan masyarakat secara tegas mengajukan delapan tuntutan penting kepada pemerintah Prabowo-Gibran dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Sekretariat Negara, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Di antaranya implementasi penuh Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, penegakan regulasi yang ketat terhadap industri tembakau dan produk pangan ultra proses, penambahan anggaran untuk program pencegahan penyakit tidak menular, hingga peningkatan fasilitas kesehatan untuk diagnosis dan perawatan penyakit terkait obesitas, hipertensi, dan diabetes.
Jangan Sampai Terlambat
Krisis kesehatan bukan sekadar angka. Di baliknya hadir kisah seseorang yang berpulang akibat pola hidup yang seharusnya bisa dihindari. Karena itu koalisi organisasi kesehatan mendesak pemerintah untuk mengambil sikap tegas demi melindungi rakyatnya.
Ketua Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) Magdalena Sitorus menekankan,“Kesehatan rakyat tidak boleh dikompromikan dengan kepentingan industri. Penerapan PP Kesehatan adalah hak konstitusional warga negara. Bukan opsi politik.”
Tanpa kebijakan yang tegas maka setiap hari yang berlalu berarti kehilangan kesempatan untuk mencegah lebih banyak korban.
“Kami mendesak pemerintahan Prabowo – Gibran untuk menunjukkan keberpihakan pada rakyat. Bukan pada industri. Setiap hari tanpa kebijakan tegas berarti kehilangan nyawa dan masa depan bangsa,” pungkas Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS – UI) dengan tegas.
Editor : Fidelis Satriastanti

Discussion about this post