Meskipun mendapat tentangan dari banyak pihak, kebijakan tersebut tetap dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT. Kebijakan tersebut mulai dijalankan pada awal Maret 2023. Pada Jumat (3/3/2023), Gubernur Viktor sempat hadir di SMA Negeri 6 Kupang yang mulai memberlakukan jam masuk sekolah pukul 05.30 WITA. Viktor hadir pukul 05.15 WITA dan disambut oleh penampilan drum band siswa sekolah tersebut.
Plt Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rini Handayani mengatakan Kementerian mengapresiasi Pemerintah Provinsi NTT yang bertekad meningkatkan kedisiplinan dan kualitas pendidikan. Namun, kebijakan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek kepentingan terbaik bagi anak.
“KemenPPPA mendukung kebijakan peningkatan kualitas pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu jalan menghasilkan generasi unggul, berkarakter, dan berakhlak mulia. Karena itu, rumusan kebijakannya harus berpedoman pada prinsip pelindungan anak dan menjamin pencapaian pemenuhan haka nak,” kata Rini.
Rini mengatakan kebijakan terkait dengan jam masuk sekolah harus berdasarkan kajian dan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Sejumlah aspek perlu dipertimbangkan secara matang sebelum memutuskan kebijakan yang terkait dengan anak, apalagi menyangkut pendidikan mereka.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan pelindungan anak merupakan kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Ayat (1) Pasal 45B Undang-Undang tersebut menyebutkan pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan yang mengganggu kesehatan dan tumbuh kembang anak. Sedangkan Ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan orang tua harus melakukan aktivitas yang melindungi anak.
Menurut Rini, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Konvensi Hak Anak menjadi salah satu landasan dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memperhatikan kesempurnaan perkembangan intelektual maupun emosional anak.
“Meningkatkan kedisiplinan anak harus dalam suasana yang penuh kasih, rekreatif, dan berulang sehingga berdasarkan kedisplinan, bukan keterpaksaan. Semua pihak harus tetap menghormati hak-hak anak,” tuturnya.
Kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 harus berdasarkan kajian yang matang dan ilmiah serta meminta pandangan ahli dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan termasuk perwakilan anak sehingga prinsip kepentingan terbaik bagi anak dapat terwujud. Beberapa hal yang perlu dikaji antara lain apakah kebijakan tersebut sudah mempertimbangkan aspek pelindungan anak, mulai dari rasa aman anak yang harus berangkat sejak subuh, alat transportasi yang digunakan anak, jarak rumah anak ke sekolah, serta dampak terhadap Kesehatan fisik dan psikis anak.
Rini mengatakan jam masuk pukul 05.00 dapat mengurangi waktu istirahat anak sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, kesehatan anak, hingga konsentrasi belajar yang berkurang karena kemungkinan anak lebih mudah mengantuk. Karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memantau kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 tersebut.
“Kami berharap berbagai kebijakan daerah yang berdampak terhadap anak tidak berpolemik dan kontraproduktif,” ujarnya.
Rumah-Sekolah-Rumah
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan kebijakan masuk jam sekolah pukul 05.00 di Nusa Tenggara Timur tersebut harus memikirkan aspek persiapan sejak anak berangkat dari rumah, sampai di sekolah, dan kembali ke rumah. Setiap tahapan anak sejak berangkat sekolah sampai pulang ke rumah harus disiapkan secara fisik dan psikis.
“Siap sekolahnya, siap muridnya, dan siap orang tuanya. Selain itu juga kesiapan guru dan keluarga guru, administrasi sekolah, manajemen sekolah, bisnis sekolah, warga sekitar sekolah, pembagian waktu kerja di sekolah, penerangan, pengamanan, koordinasi soal pemberangkatann dab pemulangan dengan transportasi umum, dan bagaimana orang tua menyesuaikan waktu bekerja dengan mengantar dan menjemput anak,” katanya.
Dari hasil koordinasi KPAI dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur, kebijakan tersebut akan diterapkan pada 10 sekolah yang menjadi ikon Kota Kupang. Penerapan saat ini masih percobaan dan akan dievaluasi pada 27 Maret 2023.
Menurut Jasra, ruang partisipasi anak termasuk dalam pembangunan dan kebijakan pemerintah juga harus diperhatikan. Pendapat anak terkait dengan kebijakan pendidikan harus didengar, misalnya melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) daerah, Forum Anak, survei, dan kajian tentang angka partisipasi anak sekolah.
“Masukan dan rekomendasi berdasarkan partisipasi anak perlu menjadi pertimbangan dalam evaluasi kebijakan yang akan dilakukan pada 27 Maret mendatang. Menjadi anak yang terdidik dan unggul merupakan hak semua anak di Nusa Tenggara Timur baik yang berada di sekolah maupun di luar sekolah. Evaluasi yang dilakukan harus bisa memotret lebih utuh dampak dari kebijakan tersebut,” tuturnya.
Potensi Kurang Tidur
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A mengatakan kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 berpotensi menyebabkan anak kurang tidur sehingga dapat menurunkan daya tahan anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Kualitas tidur sangat mempengaruhi kondisi Kesehatan seseorang. Anak usia siswa SMA memerlukan waktu tidur ideal tujuh hingga delapan jam per hari.
“Yang penting bagi anak adalah kualitas tidur yang cukup. Bila anak tidur pada awal malam, misalnya pukul 20.00, dan bangun pukul 04.00, maka anak tersebut sudah bisa dikatakan memiliki waktu tidur yang cukup. Namun, apakah bisa anak-anak SMA sekarang tidur di awal malam?” katanya.
Piprim mengatakan anak saat ini memiliki kebiasaan yang tidak dapat lepas dari ponsel cerdas dan gawai lainnya. Bisa jadi, anak baru akan tidur pukul 24.00 karena bermain menggunakan gawai terlebih dahulu. Bila harus bangun pukul 04.00 pagi, maka anak hanya memiliki waktu tidur selama empat jam.
Bila anak belum juga tertidur selewat tengah malam dan harus bangun pukul 04.00, maka anak bisa jadi akan memilih untuk begadang. Padahal, begadang dapat merusak sel-sel tubuh anak yang berfungsi sebagai sel pelindung sehingga imunitasnya terganggu.
“Begadang semalam saja ada 30 persen sel kekebalan yang hancur. Jadi begadang semalam saja bisa menyebabkan imunitas menurun, bagaimana bila anak SMA setiap hari harus begadang karena harus berangkat sekolah pagi-pagi,” tuturnya.
Oleh karena itu, PP IDAI berharap Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur bisa meninjau kembali kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 tersebut dengan lebih memperhatikan aspek kesehatan anak. Dukungan sosial di sekitar anak juga harus diperhatikan. Jangan sampai anak harus bangun sebelum subuh dan tidak sempat makan pagi karena anggota keluarganya masih tertidur sehingga tidak bisa mempersiapkan sarapan.
“Belajar pagi-pagi otak lebih fresh asal tidur cukup dan berkualitas,” ujarnya.
Best Practice Pendidikan Finlandia
Kebijakan Gubernur Viktor Laiskodat tentang jam masuk sekolah memicu berbagai pendapat di media sosial. Akun Instagram @pandemictalks bahkan membandingkan kebijakan tersebut dengan sistem pendidikan di Finlandia yang kerap menjadi rujukan sebagai sistem pendidikan terbaik di dunia, padahal negara tersebut menerapkan jam masuk sekolah yang lebih siang daripada Indonesia.
Dalam unggahan di Instagram, akun @pandemictalks menyebutkan sejumlah hal yang menyebabkan sistem pendidikan di Finlandia mendapat predikat sebagai yang terbaik di dunia, yaitu memperhatikan kualitas guru, terdapat kolaborasi antara guru dengan orang tua murid, dan penerapan sistem pendidikan yang “berbeda”.
Kesuksesan sistem pendidikan tidak bisa lepas dari peran guru yang berkualitas. Mengutip dari The Guardian, setiap guru di Finlandia harus melewati proses seleksi dan pelatihan yang cukup ketat. Guru di Finlandia harus berpendidikan paling rendah magister atau S-2, disaring melalui mekanisme yang ketat sehingga hanya 10 persen pelamar terbaik yang diterima, mendapatkan gaji yang lebih tinggi daripada standar upah pekerja biasa berkisar 3.500 hingga 4.000 Euro, dan penghormatan terhadap profesi guru.
Sistem pendidikan di Finlandia juga mengharuskan kolaborasi antara guru dengan orang tua murid. Hubungan yang baik antara guru, orang tua, dan anak menjadi hal penting yang dapat tercipta karena rasa saling percaya dan komunikasi. Bentuk kolaborasi yang terjadi adalah penghormatan orang tua kepada guru dan sekolah, menganggap guru sebagai orang tua kedua anak dan sekolah sebagai rumah kedua, serta terbuka terhadap kritik dan saran untuk menyelesaikan masalah.
Sistem pendidikan di Finlandia juga terbilang berbeda bila dibandingkan dengan sistem yang diterapkan di Indonesia. Di Finlandia, anak tidak mengalami diskriminasi karena mereka memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan. Pada fase awal sekolah, pembelajaran dilakukan sambal bermain. Saat sekolah di Indonesia masuk pada pukul 07.00 atau justru lebih pagi, sekolah di Finlandia masuk pukl 09.00 atau 09.45. Sekolah di Finlandia juga jarang memberikan pekerjaan rumah, tidak mengenal sistem pemeringkatan murid atau ranking, serta tidak ada ujian yang standar.
Discussion about this post