Jakarta, Prohealth.id – Pemerintah Kabupaten Kuningan menerbitkan program Desa Sahabat Kusta (Desaku) pada akhir Maret 2023 lalu. Peluncuran program tersebut dihadiri pada kepala dinas se-kabupaten Kuningan, sembilan camat lokasi program, sepuluh kepala puskesmas lokasi program, 20 kepala lokasi program Desaku, serta Direktur Eksekutif Yayasan NLR (Netherland Leprosy Relief) Indonesia, Asken Sinaga.
Program Desaku adalah upaya pencegahan penularan kusta, pengurangan stigma dan zero leprosy, kolaborasi antara NLR Indonesia dan Dinas Kesehatan (dinkes) Kabupaten Kuningan. NLR memilih Dinkes Kuningan karena dianggap memiliki apresiasi baik oleh pemerintah daerah dan jajaran terkait, yang mampu membuka peluang Kerjasama dengan berbagai lintas sektor.
Nantinya, program Desaku akan dilaksanakan selama 3 tahun di 10 puskesmas dan 20 desa yang ada di Kabupaten Kuningan. Memang Kabupaten Kuningan telah dinyatakan eliminasi kusta sejak tahun 2017, hanya saja hampir di seluruh Indonesia, penyakit kusta masih merupakan penyakit endemis sehingga masih ditemukan kasusnya termasuk di Kabupaten Kuningan.
WHO sendiri menyebut kusta sebagai neglected tropical disease atau penyakit tropis yang terabaikan. Apalagi pandemi Covid-19 sejak 2020 membuat penanggulangan kusta semakin tersisih. Semua ini perlu upaya penanggulangan.
Program Desaku ini akan melibatkan berbagai sektor, antara lain puskesmas, kader, pemerintah desa (pemdes), tokoh potensial, faslilitator lokal, OYPMK alias Orang yang Pernah Menyandang Kusta, dan keluarga dengan menggunakan pendekatan zero disability, zero transmisi, dan zero ekslusi. Program ini juga akan membentuk kelompok-kelompok Desaku untuk memperkuat advokasi dan keberlanjutan program. Sehingga melalui kelompok ini praktik Desaku dapat direplikasi di seluruh puskesmas yang berada di Kabupaten Kuningan. Selain itu, dalam upaya zero transmisi dan disabilitas Desaku, melakukan pelatihan dan skrining yang akan mendorong penemuan secara dini kusta
Bupati Kabupaten Kuningan, Acep Purnama mengapresiasi dan mendukung keterlibatan seluruh sektor dalam program ini. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan dr. Susi juga mengatakan bahwa semua pihak harus ambil bagian dalam program ini agar dapat mengurangi stigma dan transmisi kusta lebih mudah tercapai jika dilakukan bersama.
Menurut dr. Susi, penanggulangan kusta tidak dapat diselesaikan hanya oleh dinas kesehatan saja, tetapi memerlukan partisipasi dari berbagai pihak atau berbagai sektor.
“Selama pengobatan dan setelah selesai pengobatan, orang yang pernah mengalami kusta (OYMPK) memerlukan dukungan dan perhatian untuk dapat tetap produktif atau bahkan hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia pada umumnya”. ujar dr. Susi.
Terkait stigma pada penyandang kusta, Kepala Bidang PSP Dinkes Kabupaten Kuningan dr. Denny mengakui bahwa masih ada stigma yang melekat pada penyandang kusta. Ia menjelaskan, kusta dianggap penyakit keturunan, kutukan, guna-guna, padahal kusta jelas disebabkan oleh kuman Micobacterium leprae.
“Kusta juga dianggap penyakit yang sangat menular, padahal kalau sudah minum obat MDT (obat kusta) minimal 12 hari, kusta sudah tidak menular lagi,” terangnya.
Denny, membenarkan bahwa memang belum ada penelitian tentang stigma terhadap penyandang kusta di Kabupaten Kuningan, namun stigma masih dapat dirasakan dari berbagai laporan dan kejadian di masyarakat misalnya penderita yang dkucilkan. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan gejala dini kusta masih dirasakan kurang, hal ini tebukti dengan masih rendahnya jumlah pasien kusta tanpa disabilitas dan tingginya jumlah disabilitas tingkat 2 pada penderita kusta baru.
Untuk itu, pihak NLR menyatakan komitmennya untuk terus memerangi penyakit kusta. Direktur Eksekutif Yayasan NLR Indonesia, Asken Sinaga menjelaskan, NLR Indonesia terus berkomitmen menangani kusta dengan 3 strategi yaitu zero penularan, zero disabilitas, dan zero ekslusi atau diskriminasi.
“Kami memiliki misi “hingga bebas dari kusta” maka kami akan terus mendukung Kabupaten Kuningan hingga bebas dari kusta.” Ungkapnya.
Dalam acara peluncuran tersebut, hadir pula dua OYMPK yang memiliki kondisi berbeda. Tujuannya untuk mengubah persepsi para peserta yang hadir ataupun para penyandangnya bahwa kusta dapat disembuhkan dan perlu didiagnosis dini. Hal ini sangat penting untuk mencegah disablitas akibat penyakit kusta. Secara umum, acara yang dihadiri sekitar 300-an peserta dan mendapatkan respon yang baik dari publik.
Discussion about this post