Momen puasa sudah selesai. Meski begitu berpuasa merupakan kebiasaan sehat yang umum diterapkan masyarakat. Salah satu tips puasa untuk kesehatan dan menurunkan berat badan adalah intermittent fasting.
Meski demikian, apakah penyandang autoimun bisa menjalankan puasa?
Salah satu jenis autoimun adalah Sjogren’s Syndrome. Ketua Yayasan Sjogren’s Syndrome Indonesia (Yassi), dr. Warigit Dri Atmoko, SpPD, M.Kes, FINASIM atau dikenal juga dengan panggilan dokter Yongki mengatakan Sjogren Syndrome (SS) adalah salah satu penyakit rematik autoimun (gangguan kekebalan tubuh) dengan gejala utama kekeringan, terutama menyerang kelenjar ludah dan air mata, dengan angka kasus sekitar 90 persen terjadi pada perempuan.
Sekitar 90 persen total penyandang autoimun Sjogren’s Syndrome di dunia adalah perempuan. Menurut dr. Sandra Sinthya Langouw, SpPD, KR, kelompok laki-laki tetap saja berpeluang menderita Sjogren’s Syndrome. Selain itu, baik perempuan dan laki-laki penyandang SS, keduanya diperbolehkan untuk berpuasa selama kondisi kesehatan dan kekambuhannya cenderung stabil. Untuk ini ia menyarankan sebaiknya berdiskusi dengan dokter yang merawat sebelum mulai berpuasa.
“Biasanya dokter akan memberikan saran teman-teman untuk bisa berpuasa atau tidak dan bagaimana obat-obatan yang digunakan dan cara teman-teman minum obat pada saat berpuasa,” info dr. Sandra dalam webinar daring peringatan Bulan Kesadaran Autoimun Sjogren Syndrome April 2023 ini.
Lalu seperti apa kriteria penyandang Sjogren’s yang tidak diperbolehkan berpuasa? Menurut dr. Sandra, para penyandang Sjogren’s mungkin diminta untuk tidak berpuasa atau tunda berpuasa apabila dalam kondisi flare (kambuh) atau sakit berat penyakit autoimun, misalnya saat baru didiagnosis penyakitnya masih sangat aktif dan baru memulai pengobatan atau sudah lama didiagnosis tapi sedang kumat. Dalam kondisi seperti ini, biasanya para penyandang Sjogren’s diminta untuk tidak berpuasa dulu.
Sedangkan dalam kondisi penyakit lain yang sangat aktif misalnya ada infeksi akut, infeksi paru, infeksi saluran kemih (ISK), gula darah yang sangat tinggi dan tidak terkendali. Lalu penyakit jantung, paru dan saluran cerna yang tidak stabil atau ada gangguan ginjal akut dan gangguan ginjal kronik yang sedang tidak stabil.
“Nah, ini adalah contoh-contoh kondisi dimana teman-teman harus menunda berpuasa,” tegasnya.
Kata dr. Sandra, sudah banyak penelitian menunjukkan bahwa puasa bermanfaat bagi kesehatan secara umum. Dalam bahasa medis, puasa disebut dengan intermittent fasting. Pada saat itu kita tidak makan dan minum dalam jangka waktu tertentu dan biasanya ini sangat bervariasi.
“Jadi ada yang 12 jam, 14 jam, bahkan yang ekstrem ada yang 24 jam,” tutur konsultan reumatologi ini.
Secara keseluruhan yang terjadi akibat puasa adalah kalori akan menurun dan memperbaiki fat mobilization. Selain itu, banyak penelitian yang menunjukkan ada efek-efek sangat baik, memperbaiki regenerasi sel, bisa menurunkan berat badan kemudian memperbaik metabolic flexibility, menurunkan risiko kardiovaskuler, risiko serangan jantung dan stroke, kata dr. Sandra.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa efek baik dari puasa juga berlaku untuk penyandang Sjogren’s Syndrome. Hal ini pun sudah selaras dengan hasil penelitian pada hewan.
“Jadi pada grup yang mendapatkan perlakuan puasa ini ternyata salivary flow rate-nya lebih tinggi kemudian ada perbaikan inflamasi pada kelenjar ludah dan juga perbaikan tanda rahang pada kelenjar ludah,” terang dokter Sandra.
Tak hanya itu, dr. Sandra juga membagikan tips berpuasa pada penyandang Sjogrens. Pertama, harus menjaga kecupan cairan. Minum air yang cukup sangat penting untuk penyandang Sjogren’s.
“Tetap minum 8 gelas air,” katanya.
Misalnya dengan mengikuti panduan minum masing-masing satu gelas air saat setelah adzan Maghrib, setelah sholat Maghrib, setelah makan (berbuka puasa), sebelum sholat Isya, setelah tarawih, sebelum tidur, setelah bangun tidur, dan setelah sahur. Namun dr. Sandra mengatakan untuk jadwal minum dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
“Tapi prinsip penting bahwa walaupun dalam keadaan puasa, kita harus minum 8 gelas air agar kita tetap sehat,” pesannya mengingatkan.
Kedua, makan porsi seimbang, cukup zat gizi. Ia menegaskan, penting mengatur pola makan bagi penyandang Sjogren’s saat berpuasa. Ia menyarankan untuk menghindari jenis makanan berlemak tinggi dan tidak makan terlalu cepat serta jangan lupa mengonsumsi sayur dan buah untuk menghindari terjadinya konstipasi atau sulit BAB.
Ketiga, mengatur pola tidur. Keempat, sangat penting menjaga kebersihan gigi dan mulut. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk ini antara lain jangan lupa melakukan pemeriksaan rutin ke dorkter gigi spesialis penyakit mulut. Kemudian menghindari produk makanan yang mengandung asam dan gula yang berlebihan.
“Karena setelah konsumsi produk manis, ph saliva (penyintas Sjogren’s) akan turun. Padahal saliva individu dengan Sjogren’s Syndrome tidak mampu bertindak sebagai penyangga (buffer) yang efektif sehingga risiko karies gigi meningkat,” jelasnya.
Terakhir, penting sekali untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut para penyintas Sjogren’s adalah para penyandang harus menyikat minimal dua kali sehari, misalnya 30 menit sesudah makan termasuk sebelum tidur dan menggunakan pasta gigi berflouride.
Tak lupa dr. Sandra kembali wanti-wanti kepada para penyintas Sjogren’s untuk waspada atau hati-hati dengan produk gula yang tinggi. Pasalnya asupan produk gula dapat memicu karies pada gigi.
“Jadi memang harus sangat minimalkan dan harus membatasi juga makanan dengan kandungan gula tinggi dan juga minuman-minuman yang berkarbonasi,” imbaunya.
Ia juga mengingatkan sebelum memulai semua tips dan langkah puasa, wajib bagi para penyintas Sjogren’s berkomunikasi dengan dokter yang merawat sebelum memutuskan untuk berpuasa.
“Terutama untuk pasien-pasien yang masih aktif penyakitnya dan penting sekali selama masa puasa buat seluruh penyandang Sjogren’s atau autoimun yang lain untuk menjaga kecukupan cairan dan nutrisi selama berpuasa,” pesan dr. Sandra.
Discussion about this post