Glaukoma merupakan kasus mata tertinggi kedua setelah katarak yang menyebabkan kebutaan. Menurut Dokter Mata Subspesialis Glaukoma, Prof. Dr. dr. Widya Artini Wiyogo, SpM (K), gejala glauloma memang kerap terlambat karena baru disadari setelah berada pada tahap lanjutan. Bahkan sebanyak 80 persen kasus glaukoma muncul tanpa gejala. Kondisi ini yang membuat glaukoma masih menjadi salah satu momok penyebab kebutaan di seluruh dunia.
“Sehingga glaukoma dijuluki sebagai Si Pencuri Penglihatan,” ujar Prof. Widya dalam seminar publik hybrid dengan tajuk ‘The Way to Fight Glaucoma! Bedah Lebih Dalam Tentang Mitos dan Fakta Glaukoma Si Pencuri Penglihatan’. Seminar tersebut digelar oleh Jakarta Eye Center (JEC) Eye Hospitals and Clinics Jakarta dalam rangka Pekan Glaukoma Sedunia yang diperingati setiap pekan kedua dalam bulan Maret.
Prof. Widya mengingatkan, kasus kebutaan katarak sebenarnya masih bisa ditangani dengan operasi. Sebaliknya, dampak glaukoma bisa lebih fatal yaitu kebutaan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Hal ini karena glaukoma merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intraokuler atau tekanan bola mata. Kalau tidak diatasi dengan segera, akan menyebabkan peningkatan atau kerusakan dari saraf optik. Inilah yang menurut Prof. Widya akan menyebabkan kebutaan permanen. Oleh karena itu ia mendorong para dokter di Klinik JEC tidak boleh lelah menyuarakan bahaya glaukoma kepada masyarakat.
Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini menegaskan, glaukoma yang terlanjur kronis akan sangat berdampak negatif pada kualitas hidup penyandangnya. Beberapa akibat glaukoma, penyandang rentan mengalami kecemasan berkelanjutan, bahkan mengalami depresi akibat keterbatasan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Sayangnya deteksi dini glaukoma di Indonesia memang masih kurang. Prof. Widya menyatakan banyak kasus glaukoma yang muncul tanpa gejala, akibat penderita baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut.
“Karenanya, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin sangat krusial agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diobati,” terangnya kepada para peserta seminar secara daring yakni melalui zoom maupun luring di Auditorium lantai 9 RS Mata JEC Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Untuk itu setelah mengenal bahaya glaukoma, dia berharap agar masyarakat makin terdorong melakukan pengecekan mata secara rutin sehingga potensi kebutaan akibat glaukoma dapat dicegah. Ia juga menilai seminar yang dilakukan ini akan membantu untuk mengedukasi dan meningkatkan awareness masyarakat terhadap penyakit glaukoma.
Discussion about this post