Glaukoma itu suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intraokuler dan tekanan bola mata. Untuk mencegah dan mengatasi glaukoma, masyarakat harus memahami dalam kondisi glaukoma terjadi peningkatan tekanan bola mata tersebut. Jika tidak segera diatasi akan menyebabkan peningkatan atau kerusakan dari saraf optik yang akibatnya akan menyebabkan kebutaan yang sifatnya permanen.
Prof. Dr. dr. Widya Artini Wiyogo, SpM (K) sebagai dokter mata subspesialis glaukoma mengatakan penyakit glaukoma masih menjadi salah satu momok penyebab kebutaan permanen di seluruh dunia. Tak heran jika glaukoma mencatatkan jumlah kasus tertinggi kedua setelah katarak. Namun gejalanya baru disadari setelah berada pada tahap lanjutan.
Untuk itu Jakarta Eye Center (JEC) Hospitals and Clinics Jakarta ini menggelar diskusi dan membedah sejumlah mitos glaukoma yang harus diluruskan.
Apakah orang dengan diabetes pasti menderita glaukoma?
Menurut dr. Andi Tenrisana D, MARS, SpM (K) selaku Dokter Mata Subspesialis Glaukoma, apapun jenis gejala penyakit mata, jika pasien tidak segera mengobati, atau ketika ada keluhan dibiarkan saja, maka lama-kelamaan kondisi akan parah dan menyebabkan kebutaan.
“Nah, inilah yang harus kita antisipasi ataupun cegah bersama,” tegas dr. Andi dalam seminar publik mengenai glaukoma beberapa waktu lalu dalam rangka Pekan Glaukoma Sedunia yang diperingati setiap pekan kedua bulan Maret. Adapun seminar publik ini diselenggarakan secara hybrid, yakni daring melalui Zoom dan luring di Auditorium lantai 9 RS Mata JEC Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan, diabetes merupakan salah satu penyebab dari glaukoma. Apalagi karena glaukoma bersifat multifaktoral.
Apakah semua penyakit mata (glaukoma) itu selalu harus berhubungan dengan mata merah?
Jawaban dari pertanyaan ini adalah mitos. Menurut Dokter Mata Subspesialis Glaukoma dr. Maharani, SpM (K) kondisi pasien dengan kondisi mata merah dan penglihatan buram tidak semuanya glaukoma. Ia pun mengingatkan sebutan penyakit glaukoma sebagai Si Pencuri Penglihatan. Oleh karena itu, glaukoma banyak terjadi justru dalam kondisi yang tidak terasa. Ketika sudah terdeteksi, pada saat itu biasanya sudah dalam tahap moderat.
Apakah pasien yang berusia tua saja yang bisa terkena glaukoma?
Menurut dr. Andi, semua orang dari semua umur sebenarnya berpotensi terkena glaukoma. “Namun beberapa penelitian dan dari yang kita hadapi sehari-hari bahwa orang-orang berumur 40-60 tahun itu paling sering menderita glaukoma,” kata dr. Andi yang kini berpraktik di JEC Makassar.
Selain itu, faktor ras ikut mempengaruhi penyebab penyakit ini, dimana ras Asia dan Afrika yang tercatat paling sering mengalami glaukoma. Kondisi ini termasuk dalam riwayat keluarganya ada yang pernah atau terkena glaukoma. “Nah, itu harus lebih sering skrining dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga menderita glaukoma,” beber dr Andi.
Jika seseorang menggunakan kacamata yang cukup tebal atau minus tinggi juga berpotensi terkena glaukoma. Lalu orang-orang yang menggunakan obat-obatan golongan steroid.
“Jadi kadang-kadang ada juga nih yang sering membeli obat di apotek, kepingin matanya berwarna putih ya. Kalau pengalaman pasien-pasien yang selama ini datang ke klinik, mereka tuh kayak itu. Ingin matanya jernih putih,” ia menceritakan pengalamannya. Padahal penggunanaan obat-obatan steroid tanpa resep dokter menimbulkan risiko glaukoma.
“Jadi penggunaan obat apapun sebaiknya berdasarkan instruksi dari dokter,” pesan dr Andi. Selain penyalahgunaan obat steroid, pada orang-orang yang memiliki bilik mata depan dangkal juga berisiko mengalami glaukoma.
Menurut dr. Andi, kalau dikatakan bahwa peluang terkena penyakit ini hanya orang tua yang menderita glaukoma, itu mitos. Ia menegaskan, kalau melihat pasien-pasien yang berumur muda bahkan ada juga bayi yang menderita glaukoma.
Apakah bila sudah menderita glaukoma maka akibatnya sudah pasti akan menjadi buta?
Bagi penderita glaukoma memang ada kekhawatiran mengenai hal ini. Namun yang menentukan kondisi adalah berapa tekanan bola mata pasien pada saat datang ke dokter atau diperiksa. Biasanya dokter akan memberikan obat tetes untuk mengurangi tekanan bola mata. Jadi glaukoma bisa diobati (diterapi) tergantung dari tekanan bola matanya dan setelah diterapi harapannya menjadi terkontrol.
Jika tekanan bola matanya tinggi dan tidak terkontrol, inilah yang akan menyebabkan tekanan pada saraf mata. Penekanan saraf mata yang terus menerus inilah yang nantinya akan menyebabkan kebutaan. Sehingga sangat penting deteksi dini ataupun pemeriksaan yang cepat jika misalnya ada keluhan glaukoma.
Menurut dr. Andi maupun dr. Maharani, yang bisa dilakukan para dokter pada kasus glaukoma yaitu berusaha mempertahankan penglihatan seperti pada saat pasien tersebut datang. Oleh karena itulah pentingnya kita semua untuk sadar terhadap glaukoma. Intinya semakin cepat dideteksi dan ditangani maka akan semakin baik bagi pasien glaukoma.
Discussion about this post