Penyakit diabetes sendiri merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah global atau mendunia. Pada awal April 2023, dikutip dari siaran pers Badan Kesehatan Dunia (WHO), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, diabetes sebagai penyakit tidak menular (PTM) di dunia kini mengalami kenaikan angka kematian sampai 70 persen. Kenaikan kasus obesitas dan diabetes secara dramatis ini disebabkan oleh pola hidup tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.
Secara umum terdapat empat tipe diabetes antara lain diabetes melitus tipe 1 (DM 1), diabetes tipe 2 (DM 2), diabetes tipe lain, dan diabetes melitus gestational. Dimana DM 1 dan DM 2 lah yang didominasi pasien anak dan remaja. Di Indonesia, DM tipe 1 adalah yang paling umum terjadi pada anak.
Prof. Dr. dr. Aman B Pulungan, SpA (K), FAAP, FRCPI (Hon), spesialis kesehatan anak mengatakan banyak orang tua yang tidak menyadari akan hal ini. Ia mengatakannya saat menjadi salah satu narasumber dalam media workshop ‘Cegah Diabetes Prematur pada Anak dan Remaja’ yang diselenggarakan oleh Laboratorium Prodia beberapa waktu lalu.
“Masih banyak orang tua yang belum sadar bahwa diabetes juga dapat menyerang anak-anak. Berdasarkan data global rata-rata usia anak yang terkena diabetes melitus yaitu sekitar 5 hingga 9 tahun dan 10 hingga 14 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada usia di luar itu. Untuk menghindari risiko terburuk, gejalanya perlu dideteksi sejak dini,” ujar Prof. Aman sebagaimana dikutip dari rilis yang diterima Prohealth.id.
Berdasarkan data International Diabetes Federation menyebutkan ada 1,52 juta kasus DM tipe satu usia 0-19 tahun pada 2022. Bagaimana dengan di Indonesia?
Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan sejak 2017-2019 mencatat ada 1.249 anak dengan DM tipe 1. Namun diestimasi prevalensi sebenarnya jauh lebih tinggi karena tidak terdiagnosis, salah diagnosis, dan rendahnya kesadaran terhadap penyakit.
“Seringkali penegakkan diagnosisnya terlambat sehingga pasien datang ketika dalam kondisi berat seperti (telah terjadi) ketoasidosis diabetikum (KAD), dimana dapat meningkatkan angka mortalitas (kematian),” kata Prof. Aman dalam presentasinya.
Buktinya pada 2017, sebanyak 71 persen anak dengan DM tipe 1 terdiagnosis saat telah berkonidisi KAD. Dikutip dari situs Centers for Disease Control and Prevention, ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah komplikasi serius dari diabetes yang dapat mengancam jiwa, paling umum di antara pasien DM 1.
DM Tipe 1 Masalah Serius
Diabetes melitus adalah peningkatan glukosa darah yang disebabkan oleh defek produksi atau mekanisme dalam tubuh. Pada DM tipe 1 yang terjadi adalah defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh destruksi sel beta (insulin-dependent absolut). Sedangkan penyebab DM tipe 1 adalah interaksi dari banyak faktor antara lain kecenderungan genetik, faktor lingkungan, dan sistem imun.
Prof. Aman menyatakan, DM tipe 1 telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada anak. Kasus DM tipe 1 pada anak telah meningkat sebanyak 70 kali lipat sejak tahun 2010 hingga 2023. Pada tahun 2010, prevalensi kasus DM terhadap anak di Indonesia hanya 0,028 per 100 ribu jiwa. Kemudian pada tahun 2023 prevalensi kasusnya naik menjadi 2 per 100 jiwa.
Kasus-kasus DM tipe 1 pada anak tersebut disumbangkan oleh 13 kota seperti Manado, Surabaya, Jakarta, Medan, Padang, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Malang, Denpasar, dan Makassar dengan jumlah kasus paling tinggi di Jakarta dan Surabaya.
Tantangan dan Pencegahan
Tentu saja upaya-upaya perlu dilakukan untuk mencegah peningkatan kasus ataupun perburukan kasus yang telah ada. Namun faktanya masih banyak masalah dan hambatan yang harus dihadapi untuk tujuan tersebut.
Prof. Aman dalam pemaparan presentasinya menyebut masalah utama penyediaan akses pelayanan diabetes yang equitable adalah ketidaksetaraan (inequality). “Banyak tantangan dihadapi oleh negara berkembang,” cetusnya.
Khusus di Indonesia, ia memetakan masalah-masalahnya antara lain adanya ketidaksesuaian data dan pengobatan, banyak yang tidak terlapor, tidak terdiagnosis, atau salah diagnosis yang mana kemungkinan data saat ini hanya seperti ‘iceberg phenomenon’. Lalu ada beban ganda seperti misalnya DM tipe 1 ditambah malnutrisi dan penyakit infeksi. Kemudian rendahnya kesadaran masyarakat. Dan tantangan logistik yakni keterbatasan geografis, tenaga ahli, dan lain-lain.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan diabetes pada anak dan remaja sebenarnya sudah lama digaungkan melalui langkah kontrol glikemik1 dan kontrol metabolik2, namun sayangnya jumlah tenaga ahli dan kesadaran masyarakat terkait diabetes melitus masih tergolong rendah.
“Jangan tunggu sakit dulu. Lebih pekalah mengenai kesehatan anak, periksakan kesehatan jika gejala seringan mungkin terjadi, serta sediakan lingkungan dan makanan sehat untuk anak. Perhatikan kandungan gula yang dikonsumsi, jangan melebihi anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” pesan dari President of Indonesia Pediatric Society ini.
Peran Informasi Publik
Direktur Utama Prodia Dewi Muliaty mengatakan diabetes memang biasanya terjadi pada orang berusia 40 tahun ke atas, namun beberapa tahun terakhir ditemukan banyak kasus yang terjadi pada anak dan remaja. Ia menilai, kecenderungan peningkatan kasus ini menjadi kekhawatiran nasional sehingga edukasi berkala pencegahan diabetes prematur pada anak-anak dan remaja perlu dilakukan.
Guna mengatasi kesenjangan informasi pada masyarakat, Prodia pun berinisiatif menggelar media workshop tentang diabetes pada anak. Dewi menyebut, media workshop yang diselenggarakan Laboratorium Prodia merupakan bentuk komitmen dan kontribusi dalam menjaga kesehatan nasional. Melalui Prodia ia berharap media dapat turut membantu menyebarkan informasi pencegahan dan penanganan diabetes dalam masyarakat dari narasumber yang tepat.
Indriyanti Rafi Sukmawati selaku Direktur Business & Marketing Prodia menambahkan, ia memiliki harapan agar kegiatan edukasi pada media dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya langkah preventif diabetes melitus agar tidak terjadi pada anak-anak mereka.
”Media workshop ini adalah bentuk komitmen Prodia yang telah 50 tahun mengiringi masyarakat Indonesia melangkah lebih jauh mencapai tujuan kesehatan bagi diri dan keluarga,” tutupnya.
Discussion about this post