Jakarta, Prohealth.id – Guna mendukung konsistensi 5 tujuan politik RUU Kesehatan yang disampaikan DPR RI, yaitu peningkatan akses dan pemerataan, hak layanan berkualitas dan terjangkau, koordinasi dan sinergi penyelenggara, keamanan, pengembangan teknologi dan inovasi.
Kemudian Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, pada pasal 44 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menekankan penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan harus didukung oleh peran serta masyarakat. Dengan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
“Dengan catatan bila menemukan keluarga yang tidak mampu diselenggarakan secara cuma-cuma. Demikian bunyi lengkap pasal 44 yang terdiri dari 4 ayat tersebut,” ujar Jasra melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Rabu (17/5/2023).
Selain itu dia menegaskan dengan memperhatikan mandat UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa KPAI memiliki tugas memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan perlindungan anak. Sehingga KPAI menjadi lembaga yang terus menerus diharapkan memastikan produk legislasi memiliki perspektif perlindungan anak.
Berlandaskan pertimbangan itu, Jasra menyebut pihak KPAI telah membentuk Kelompok Kerja RUU Kesehatan yang merupakan gabungan berbagai disiplin Ilmu dalam kepentingan terbaik bagi anak. Yang terdiri para komisioner KPAI, akedemisi, para ahli kesehatan, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada advokasi bidang kesehatan, para individu yang memiliki keilmuwan penting dalam pengawalannya di bidang kesehatan.
“Sehingga pengawalan dan kerja legislasi yang telah dilakukan para anggota DPR RI yang membidangi kesehatan dan pemerintah harus terus didukung, hingga ketok palu pengesahan nanti,” ujar Jasra.
Ketua KPAI AI Maryati Sholihah menyampaikan kolaborasi ini adalah upaya bersama menghadirkan produk legislasi yang mengarusutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan menghindarkan kondisi pengabaian terhadap hak dan perlindungan anak di bidang kesehatan. Al Maryati menyatakan hak kesehatan anak adalah isu yang sangat penting dalam kluster konvensi hak anak dan tidak boleh diabaikan.
“Karena sampai hari ini kita masih diperlihatkan ibu yang terlanjur melahirkan yang belum terlayani tenaga kesehatan, kemudian temuan obat sirup yang menjadi gagal ginjal anak bagai pembunuhan massal, karena tidak sebanding penanganannya padahal jiwa sudah melayang,” ujarnya.
Tak hanya itu, masih banyak temuan keterlambatan imunisasi lengkap pada anak yang menyebabkan menjadi penyakit yang harusnya bisa dicegah, kemudian fasilitas kesehatan yang belum menunjang seperti ibu yang harus mendapatkan penanganan persalinan segera masih ditandu, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) terkait aborsi karena kejahatan seksual, traficking, perdagangan orang, dan eksploitasi.
“Seperti yang saya alami langsung, mendampingi anak hamil dari korban TPPO atau Tindak Pidana Perdagangan Orang masih sulit mendapatkan akses hak aborsi secara sehat, kemudian ketika lahir pun anak tidak tahu siapa ayah, dan ibunya yang notabene anak dalam keadaan depresi saat persalinan, itu benar benar terjadi,” tutur Al Maryati.
Tak lupa, sampai sekarang anak-anak di Indonesia masih berhadapan dengan pandemi. Akibatnya, ketika terjadi sesuatu pada anak “kagetan”. Padahal dalam UU Kesehatan sudah jelas tugas dan fungsi dari penyelenggara kesehatan mulai dari pusat sampai daerah. Hanya realita tidak sejalan sesuai rencana. Alhasil, pandemi yang sudah dihadapi 3 tahun tidak banyak membantu perkembangan anak.
“Tentu ini semua bukan yang semestinya harus terjadi pada anak. Untuk itu penting dibentuknya Pokja agar ada perspektif yang tajam dalam mengkritisi RUU, ini sangat krusial. Tentu kita akan hearing di DPR, kita menyaring usulan dan masukan dari berbagai lapisan masyarakat,” ujar Al Maryati.
Sebelumnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan 14 tahun 2023 yang menetapkan nama nama tercantum sebagai Kelompok Kerja (Pokja) Analisis Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak dalam rancangan Undang Undang Kesehatan, yaitu Ketua KPAI Ai Maryati Sholihah, Wakil Ketua KPAI Jasra Putra, Anggota KPAI Diyah Puspitarini, Anggota KPAI Aris Adi Leksono, Anggota KPAI Kawiyan, Kepala Sekretariat KPAI Dewi Respatiningsih, Dewan Jaminan Sosial Nasional/P3HKI Ahmad Ansyori, Universitas Widya Mandala Surabaya Wahyu Wibowo, Direktur ELKAPE (lembaga Analis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan) German E. Anggent, Akedemisi Muhammadiyah Roosita Meilani Dewi, Pemerhati Anak Farid Ari Fandi, Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari, Analis Pengelola Anggaran APBN Rahmi Umaira Arlym, Analis Pengawasan dan Hubungan Kelembagaan KPAI Sander Dicky Zulkarnaen, Analis Hukum KPAI Muhammad Fakhry, Analis Pengawasan KPAI Afif Al Ghani Yoneva, dan Prameshwara Winriadirachman Analis Pengawasan KPAI.
Discussion about this post