Jakarta, Prohealth.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hadir dalam pertemuan membahas Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) khususnya terkait hak dan kebutuhan anak disabilitas serta anak berkebutuhan khusus dengan Komisi IX DPR RI.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menjelaskan dalam RUU Kesehatan pada Pasal 422 dinyatakan ‘Pendanaan Upaya Kesehatan perseorangan dilakukan melalui penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan/atau asuransi kesehatan komersial.’
Menanggapi hal itu, KPAI menilai bahwa untuk beberapa kasus yang menjadi fokus utama adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan Anak Penyandang Disabilitas (APD).
“Faktanya melalui data Susenas kebutuhannya tidak dapat terpenuhi oleh mereka, karena pada saat rawat jalan atau rawat inap kebutuhan mereka yaitu mendapatkan rehabiltiasi dan paliatif tadi,” kata Jasra didampingi tim Pokja RUU Kesehatan, Rabu (7/6/2023).
Berdasarkan hasil studi terbaru Komisi Nasional Disabilitas di wilayah propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, tekait layanan deteksi dini dan intervensi dini pada anak ABK dan APD. Studi menemukan terdapat disparitas dalam hal kebijakan pembiayaan.
Terlepas dari itu, peran unit layanan yang disediakan pemerintah daerah telah memberikan dampak yang positif. Walaupun jumlahnya masih sangat sedikit, tercatat dari masing masing tingkat kabupaten atau kota baru menyediakan 1 unit. Dengan skema pembiayaan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam rangka pemenuhan hak anak, menuju golden age, sudah selayaknya anggaran kesehatan menjadi 20 persen.
“Sebagaimana mengacu Undang Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 54 bahwa Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelas Jasra.
KPAI mengakui bahwa ABK dan APD, membutuhkan tahapan dalam proses perkembangan. Pertama, tahapan bagaimana mendeteksi sejak awal hingga berusia 1 tahun, mengetahui sejauh mana potensi si bayi tersebut memiliki kebutuhan khsuus.
Tahapan kedua adalah intervensi dini, dalam bentuk rehabiltiasi dan paliatif. Kedua akses tersebut (deteksi dan intervensi) yang dalam RUU disebut dengan skrinning, makanya penting arti skrining disini harus diperluas manfaatnya.
“Karena selama ini mengalami kendala akibat kurangnya akses layanan dan informasi layanan,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisioner Jasra Putra didampingi Komisioner KPAI Kawiyan menyampaikan butuh upaya serius pemerintah dalam mempersiapkan dukungan pembiayaan.
“Mengapa hal ini penting? Karena menyangkut tumbuh kembang si anak dari usia 0 – 5 tahun hingga usia mereka memasuki usia sekolah.”
Dari data menunjukkan total kelahiran bayi pertahun 4,8 juta. Dari total angka tersebut 11 persen tidak ditangani petugas kesehatan yang terampil. Sehingga setiap tahun tercatat 147 ribu anak meninggal dunia, serta lebih dari 15 ribu ibunya meninggal.
Selain itu, dalam hal pendidikan terdapat 67 persen anak usia sekolah dari total 2.197.000 anak dengan disabiltas tidak melanjutkan pendidikan formalnya. Untuk itu kata Jasra dan tim Pokja RUU Kesehatan bajwa penting sekali terapi intervensi sebelum masuk usia sekolah.
“Maka itu anggaran 20 persen itu diharapkan dapat mewujudkan derajat optimal kesehatan anak untuk tumbuh kembangnya. Terutama dalam deteksi dini, intervensi dini, rehabilitasi dan alat bantu yang sesuai kebutuhan anak, termasuk anak disabilitas (ABD) dan anak berkebutuhan khusus (ABK),” jelas Jasra.
Tak lupa dalam sisi lain, masyarakat terutama anak anak, ABK dan ABD membutuhkan akses informasi dan layanan yang tersedia, terjangkau dan memadai. Untuk itu, peningkatan anggaran ini, tentu menjadi signifikan untuk memenuhi hal tersebut.
“Karena anggaran kesehatan sekarang sudah tidak memadai dengan perkembangan kesehatan global dan dampak perubahan iklim yang mengubah cara perlindungan anak,” jelas Jasra dan Kawiyan.
Jasra mengingatkan, intervensi sejak dini pada ABK dan ABD menjadi gerbang penentu awal keberhasilan pengurangan dampak buruk kesehatan sebagai penunjang tumbuh kembang anak yang optimal.
Ia mengingatkan dari berbagai kondisi ABD dan ABK yang tidak tertangani dengan baik maka akan berpotensi terjadi pelambatan, yang akan berdampak ke keseluruhan tumbuh kembang. Ini termasuk antara lain; hak pemenuhan pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, partisipasi, dan hak anak lainnya.
“Meski dianggarkan, namun dalam memahami itu semua anak terkendala dengan daya tangkap, daya paham, daya literasi, daya emosi, daya tahan yang menyebabkan perlambatan di semua sisi. Sehingga bukannya mencerdaskan namun menjadi ancaman. Sehingga pertumbuhan dan program yang baik, akibat kesehatan yang telat di deteksi dan intervensi,” tuturnya.
Namun KPAI memberi apresiasi, terkait masuknya kebijakan skrining dan visum, karena selama ini menjadi kendala dan hambatan. Skrining bisa menjadi pintu masuk memantau tumbuh kembang anak. Misalnya, skrining sejak ibu merencanakan kehamilan, mengandung, dan saat melahirkan dalam memastikan status tumbuh kembang, status gizi.
“Visum menjadi penting memiliki tahap awal yang tidak salah, karena bila tahapannya salah, akan berdampak pada pemulihan secara keseluruhan anak. Sehingga skrining dan visum yang diperluas sesuai kebutuhan anak penting menjadi lembaran penjelasan nantinya dalam RUU ini,” tutur Jasra.
Jasra mengingatkan, kebijakan perlindungan anak mengamanatkan untuk negara mengintervensi anak sejak dalam kandungan hingga 18 tahun. Artinya, ada prasyarat bagi RUU Kesehatan untuk melakukan segala upaya untuk memenuhi hak kesehatan anak sejak dari perencanaan kandungan. Untuk itu, perlu intervensi sejak dini, sehingga anak terhindar dari segala ancaman dan hambatan yang dapat merugikan tumbuh kembangnya.
Usai audiensi, Tim Pokja KPAI menyerahkan Kertas Kebijakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap penyusunan Rancangan Undang Undang Kesehatan dengan metode Omnibus Law yang akan menyatukan beberapa kebijakan terkait isu kesehatan kepada Komisi IX DPR RI.
Discussion about this post