Jakarta, Prohealth.id – Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), sebagai organisasi representasi perempuan penyandang disabilitas menggelar pelatihan paralegal pusat informasi dan konsultasi.
Pelatihan konsultasi dan paralegal ini diselenggarakan mulai Selasa, 20 Juni 2023 sampai Kamis, 22 Juni 2023 di kantor Grab Excellent, Cilandak, Jakarta Selatan. Pelatihan paralegal PIK PPD dari HWDI ini melibatkan pelatih dari LBH APIK Jakarta dan bekerjasama dengan GRAB Indonesia.
Ketua III HWDI Bidang Pemberdayaan dan Partisipasi, Walin Hartati menjelaskan kepada Prohealth.id, pelatihan ini bertujuan melatih petugas perempuan penyandang disabilitas untuk ditempatkan dalam Pusat Informasi dan Konsultasi bagi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIK PPD).
Hal ini ditambah fakta bahwa kasus kekerasan pada perempuan penyandang disabilitas masih merupakan tantangan, tercatat adanya 72 kasus kekerasan yang terjadi kepada perempuan penyandang disabilitas dalam kurun waktu setahun terakhir yang dilaporkan Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dari laporan berbagai lembaga layanan aduan kekerasan terhadap perempuan. Apalagi, pada tahun 2022, HWDI mendampingi empat kasus perempuan disabilitas yang berhadapan dengan hukum dengan bentuk bantuan psikologis dan pendampingan sebagai juru bahasa isyarat.
“Peserta yang mendaftar sekitar 21 orang, terdiri dari tuna netra, disabilitas intelektual, mental, dan teman-teman tuli,” ujar Walin.
Dengan latar belakang hal tersebut, menindaklanjuti semakin meluasnya lingkup kerja HWDI dalam advokasi, pemberdayaan dan pelayanan, HWDI telah menandatangani kesepakatan Kerjasama dengan Kepolisian (Polri) pada tahun 2019 yang ruang lingkup kerjanya adalah pertukaran data dan/atau informasi, pelayanan Polri, peningkatan dan pemanfaatan sarana dan prasarana dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. penanganan kasus di tingkat daerah dengan melibatkan aparat penegak hukum dan lembaga penyedia layanan berdasarkan MoU dan PKS HWDI-Polri.
Adapun modul pendidikan dan pelatihan PIK PPD ini disusun pada tahun 2016, yang dirancang menggunakan perspektif disabilitas. Tujuannya adalah membangun kesadaran kritis tentang perempuan penyandang disabilitas dan digunakan oleh penyandang disabilitas dan/atau organisasi yang ingin mengembangkan pelayanan terhadap penyandang disabilitas.
Hal ini juga didasari oleh “Peraturan Menteri KPP&PA No. 23 tahun 2010 tentang Panduan Umum Pembentukan Pusat Informasi dan Konsultasi bagi Perempuan Penyandang Cacat”, dan “Peraturan Menteri KPP & PA No. 07 tahun 2012 tentang Standard Operational Prosedur PIK PPD”, serta mempunyai kepentingan untuk menyempurnakan proses-proses pelayanan strategis yang dapat dilakukan olek PIK PPD agar efektif, cepat tanggap dan berdampak luas bagi perempuan disabilitas maupun masyarakat pada umumnya dalam menuju masyarakat yang inklusif.
Dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekersan Seksual (UU TPKS) No. 12 tahun 2022, juga telah menegaskan pentingnya pemenuhan hak penyandang disabilitas korban kekerasan seksual yaitu penyediaan akomodasi yang layak dan aksesibilitas yang diatur dalam pasal 66, dan pasal 70 mengatur bahwa aksesibilitas dan akomodasi yang layak wajib diberikan saat pemulihan sebelum dan selama proses peradilan. Pasal 27 ayat 1 UU TPKS mengatakan penyandang disabilitas berhak didampingi oleh orang tua atau wali yang ditetapkan oleh pengadilan atau pendamping.
Walin menambahkan, UU TPKS juga memberikan amanat bagi beberapa pemangku kepentingan yang memiliki peran strategis dalam memastikan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas korban kekerasan seksual, yaitu Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk memfasilitasi kebutuhan penyandang disabilitas di dalam penanganan, perlindungan dan pemulihan dan memberikan wewenang bagi organisasi penyandang disabilitas untuk mengambil peran dalam penyediaan layanan terpadu bagi korban kekerasan seksual.
“Sehingga menjadi penting pelatihan paralegal ini dilakukan,” tutur Walin.
Sebelumnya, Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas untuk Undang-Undang TPKS sudah mendesak pemerintah untuk membuka ruang seluas-luasnya dalam seluruh proses penyusunan aturan pelaksana UU TPKS. Beberapa rancangan Aturan Pelaksana ini kabarnya sudah akan masuk tahap harmonisasi sehingga di bulan Juni 2023 dapat disahkan.
Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas untuk Undang-Undang TPKS menilai proses penyusunan dan pembahasannya seluruh aturan pelaksana ini jauh dari transparan dan tanpa adanya partisipasi bermakna dari kelompok berkepentingan bahkan sampai saat ini draf resmi terkait aturan-aturan pelaksana tersebut belum pernah di buka kepada publik.
“Tindakan ini jelas melanggar Pasal Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengamanatkan dalam setiap proses penyusunan aturan haruslah terbuka dan transparan,” tulis pihak koalisi.
Revita Alvi, selaku Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia menambahkan pelaksanaan kegiatan pelatihan Paralegal PIK PPD hari ini yang didukung oleh Disability Right Fund/Disability Right, Advocacy Fund DRF (DRAF).
Senada dengan Walin, Revita menyebut pelatihan ini diharapkan akan meningkatkan kapasitas pendamping disabilitas dengan keterampilan dan pengetahuan kebutuhan akseebilitas dan akomodasi yang layak dalam proses penanganan hukum dan melakukan advokasi kepada aparat penegak hukum terkait perspektif dan interaksi dengan ragam disabilitas.
Tak hanya itu, DPP HWDI juga melatih kader kader di daerah masing-masing provinsi terdiri atas 11 kader petugas PIK PPD diantaranya provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, Kabupaten Ternate, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua Barat, Papua telah mendapatkan pelatihan PIK PPD.
Revita menambahkan, pihak HWDI berharap, peraturan turunan UU TPKS segera di sahkan untuk memberikan perlindungan hukum, sehingga menjamin kepastian dan memenuhi kebutuhan hukum pada kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas.
Discussion about this post