Jakarta, Prohealth.id – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meluncurkan dua laporan penting dalam Upaya mendukung kemajuan pelayanan kesehatan primer di Indonesia.
Pertama, CISDI mengeluarkan Laporan Studi Gambaran Kebutuhan dan Kesiapan Puskesmas di Indonesia dalam Menghadapi Pandemi COVID-19. Kedua, CISDI juga merilis dashboard survei nasional puskesmas untuk diakses publik dalam peluncuran laporan ini.
Studi dilakukan dengan melakukan survei terhadap 385 puskesmas di 34 provinsi di Indonesia selama periode Agustus hingga November 2022 serta dilengkapi wawancara dengan 21 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan perwakilan masyarakat.
Olivia Herlinda selaku Chief of Policy and Research CISDI menjelaskan, survei ini menunjukkan lebih dari 80 persen puskesmas menyesuaikan layanan selama pandemi. “Penyesuaian ini berdampak terhadap penurunan cakupan esensial rutin, seperti deteksi dan pengobatan tuberkulosis serta imunisasi dasar anak,” ungkap Olivia, Senin, 17 Juli 2023 lalu.
Survei bertujuan mengidentifikasi keadaan puskesmas pada aspek sumber daya manusia (SDM), manajemen, dan pemanfaatan layanan kesehatan juga kapasitas puskesmas melakukan upaya respons pandemi dan program vaksinasi COVID-19. Survei menemukan beberapa catatan penting.
Pertama, selama COVID-19 pada 2020 hingga 2022, sebanyak 91,57 persen puskesmas di Indonesia menyatakan pegawai mereka pernah terkonfirmasi positif COVID-19. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya jumlah tenaga kesehatan yang memberikan layanan di puskesmas. Infeksi pada tenaga kesehatan dapat menyebabkan penghentian hingga penundaan pelayanan kesehatan esensial, peningkatan risiko infeksi di fasilitas kesehatan antar-tenaga kesehatan ataupun pasien, dan penurunan kualitas layanan kesehatan primer. Pada sisi lain, sebagai upaya perlindungan, prioritas vaksinasi dosis I, II, dan III telah diterima sebagian besar petugas kesehatan di 90% puskesmas.
“Sementara, vaksinasi dosis IV baru dilaksanakan 16,24 persen puskesmas per periode pengambilan data,” kata Olivia.
Kedua, selama periode kenaikan infeksi pandemi COVID-19 pada 2020-2021, puskesmas melakukan penyesuaian layanan dengan mengurangi jam kerja layanan sebesar 35,97 persen, dan jenis layanan 33,94 persen. Sebanyak 26,28 persen puskesmas juga menyesuaikan alur dan prosedur standar pelayanan, seperti penerapan protokol kesehatan, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan skrining awal pada pasien.
“Penyesuaian ini berdampak pada penurunan target cakupan layanan kesehatan rutin puskesmas karena adanya pembatasan program dan metode,” ungkap Olivia.
Ketiga, keterlambatan stok vaksin sebanyak 22,69 persen, dan keterbatasan sumber daya pemberi vaksin sampai 6,29 persen, menjadi kendala pemberian vaksinasi dari sisi pemberi layanan puskesmas. Adapun, dari sisi penerima layanan, tantangan terbesar puskesmas adalah penolakan dari peserta vaksin sebanyak 70,70 persen responden.
“Kemampuan vaksinasi yang dilaksanakan masih bergantung pada stok vaksin yang diterima puskesmas dari pemerintah daerah. Isu vaksin lainnya adalah tidak tersedianya merek tertentu untuk dosis lanjutan, stok vaksin mendekati kedaluwarsa, hingga merek vaksin berlebih di lokasi tertentu,” kata Olivia.
Sebagai catatan tambahan, kapasitas respon COVID-19 belum optimal di awal pandemi COVID-19 2020-2021 karena keterbatasan laboratorium mengeluarkan hasil tes PCR kurang dari 24 jam, terbatasnya tenagakesehatan terlatih mengetes masif, serta menelusur kontak dan memantau pasien terkonfirmasi positif yang melakukan isolasi mandiri. Pada 2022, seiring penurunan kasus COVID-19, respons pandemi masih perlu diperhatikan.
Kapasitas vaksinasi maksimal per minggu yang pernah dilakukan lebih dari setengah puskesmas dalam survei ini yakni 55,16 persen mencapai lebih dari 500 dosis pada bulan Januari-Juni 2022. Sedangkan, kebanyakan puskesmas melakukan vaksinasi di bawah 500 dosis per minggunya pada Januari-Juni 2022 karena turunnya minat masyarakat, dan isu logistik lainnya.
Sementara, kapasitas pengetesan, penelusuran kontak erat, dan isolasi mandiri mengalami penurunan di 2022 karena ada pemahaman ambang kritis gelombang Omicron lebih rendah dibanding Delta dan terbatasnya tenaga kesehatan (nakes) melaksanakan 3T.
Pada sisi lain, Dinas Kesehatan setempat dan pemerintah daerah memberikan dukungan puskesmas terbanyak melalui logistik, namun dukungan pelatihan, supervisi dan penambahan jumlah SDM puskesmas belum memadai untuk puskesmas. Meski begitu, anggaran COVID-19 2022 mengalami penurunan menjadi 5-20 persen dari total anggaran karena kasus COVID-19 dianggap menurun.
Melalui catatan ini, CISDI mendorong pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi, hingga pemangku kepentingan terkait yang lain untuk menguatkan peran puskesmas, khususnya ketika menghadapi situasi pandemi seperti COVID-19 kembali melanda. Terutama dengan menguatkan komitmen pembiayaan, kebijakan, dan sumber daya manusia kesehatan.
Diseminasi hasil survei puskesmas ini merupakan rangkaian kegiatan menuju perhelatan akbar bertajuk Primary Health Care Forum (PHC Forum). Forum internasional yang dirancang untuk mendorong transformasi layanan kesehatan primer tersebut akan dilaksanakan pada November 2023.
Discussion about this post