Jakarta, Prohealth.id – Tidak mudah menjadi seorang pekerja di usia produktif ketika harus menghadapi banyak tanggungan kebutuhan hidup, termasuk ekonomi orangtua, anak-anak, dan bahkan keluarga besar lainnya.
Beban finansial yang berlapis ini tidak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga kesehatan mental seseorang. Berdasarkan tren beberapa tahun terakhir, posisi seperti ini dapat disebut sebagai “generasi sandwich.”
Generasi sandwich merujuk pada orang-orang yang yang harus menanggung hidup tiga generasi: orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya atau anggota keluarga yang lain.
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengupas fenomena generasi sandwich ini melalui sebuah diskusi dalam kegiatan Health Inc bertajuk “Generasi Sandwich: Terjepit Antara Ekspektasi dan Realita” di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan, Sabtu (22/7/2023) lalu.
Hasil survei Litbang Kompas pada Agustus 2022) menunjukkan sebanyak 56 juta penduduk Indonesia di usia produktif merupakan generasi sandwich. Secara rinci, survei Kompas ini dilakukan terhadap 504 responden dari 34 provinsi di Indonesia. Hasilnya memang menunjukkan bahwa 67 persen responden termasuk dalam kelompok generasi sandwich, yang memberikan bantuan ekonomi kepada keluarga. Kelompok ini terdiri dari berbagai kelompok usia, mulai dari generasi Z hingga baby boomers, dan tersebar pada berbagai tingkatan kelompok ekonomi, dari yang terbawah hingga tertinggi.
Debora Laksmi, Peneliti Litbang Kompas menyatakan, generasi sandwich mesti bekerja ekstra keras untuk menopang hidup generasi di atasnya, terutama orang tua.
“Fenomena generasi sandwich berlangsung selama empat generasi. Beban ganda generasi sandwich ‘menjangkiti’ semua lapisan sosial ekonomi masyarakat,” kata Debora.
Berdasarkan data Litbang Kompas, separuh responden generasi sandwich berasal dari kalangan menengah-bawah yang menanggung kehidupan dua generasi. Data ini menunjukkan mayoritas generasi sandwich di Indonesia berasal dari kalangan menengah bawah dan paling bawah.
Beratnya beban finansial generasi sandwich terefleksi dari nilai belanja bulanan dan nilai bantuan yang diberikan. Mayoritas kalangan bawah dan menengah-bawah mencatatkan belanja bulanan kurang dari Rp3 juta. Sementara, jumlah uang yang diberikan pada keluarga berada pada kisaran ratusan ribu hingga Rp1 jutaan. Artinya, sekitar 30 persen alokasi belanja bulanan generasi sandwich disisihkan untuk membantu orang tua atau kerabat.
Dani Rachmat selaku perwakilan Komunitas Generasi Sandwich dan seorang personal finance enthusiast, mengatakan generasi sandwich sangat perlu membuat rencana keuangan untuk meminimalisir beban finansial.
“Mulai saja dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi pengeluaran. Kemudian, bisa dilanjutkan dengan menetapkan anggaran, membuat dana darurat, memiliki tabungan, hingga memonitor dan menyesuaikan rencana keuangan yang telah disusun,” ujar Dani.
Perencana Keuangan Emiralda Noviarti, menjelaskan pentingnya generasi sandwich juga memperhatikan pos pengeluaran. “Kalau sudah diidentifikasi dan dievaluasi ternyata uangnya tidak mencukupi, ya pilihannya dua, berhemat atau memangkas pos pengeluaran, atau mencari penghasilan tambahan,” ungkap Emiralda.
Mereka yang termasuk generasi sandwich tidak hanya menghadapi tekanan finansial. Melakoni peran sebagai generasi sandwich membuat orang-orang muda rentan mengalami berbagai permasalahan kesehatan, khususnya kesehatan mental. Kondisi ini dikarenakan beban ganda, stres finansial, dan perubahan peran yang kerap mereka alami.
Membahas persoalan ini, Agus Hasan Hidayat, pegiat kesehatan mental dan aktivis Revolusi dan Edukasi Masyarakat Untuk Inklusi Sosial Indonesia (REMISI), menekankan pentingnya dukungan sosial untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental generasi sandwich. Pasalnya, dukungan sosial melalui kelompok pendukung dapat mengurangi stres dan kecemasan yang dialami generasi sandwich akibat isolasi sosial dan tekanan finansial.
“Mereka yang umumnya perlu bekerja ganda untuk menghidupi banyak kepala sering mengalami stres, cemas dan isolasi sosial. Duduk bareng, saling bercerita, dan mendengarkan bisa jadi salah satu upaya mengurangi beban mental yang dialami generasi sandwich,” ungkap Agus.
Kiat Sukses Manajemen Uang
Menanggapi konteks sosial tersebut, Direktur PT Insight Investments Management (INSIGHT), Ria Meristika Warganda menyampaikan bahwa salah satu yang membuat tanggungan generasi sandwich ini menjadi terasa lebih berat adalah karena kebutuhan ekonomi seperti kebutuhan pokok yang terus meningkat sebagai dampak dari inflasi tahunan.
“Kenaikan berbagai biaya hidup karena inflasi, tentu harapannya dapat ditopang dengan kenaikan penghasilan yang didapatkan. Namun nyatanya, kenaikan pendapatan seringkali tidak mampu mengejar kenaikan biaya terhadap akibat inflasi,” ujar Ria.
Oleh sebab itu, menurut Ria, setidaknya ada dua tips mendasar yang bisa dijalankan oleh generasi sandwich dalam mengelola keuangan agar lebih terarah dan tidak menjadi beban, yakni pertama, perencanaan keuangan sejak dini, dan kedua bijak memilih investasi yaitu, berinvestasi pada instrumen yang mempunyai potensi imbal hasil optimal dan risiko yang relatif terukur. Sehingga dapat memberikan potensi imbal hasil diatas kenaikan inflasi.
Pertama, pentingnya perencanaan keuangan sejak dini. Menurut Ria, generasi sandwich seringkali berhadapan dengan realita bahwa mereka harus melupakan impian jangka panjang. Menurut Ria, perencanaan keuangan sejak dini menjadi kunci untuk merealisasikan impian menjadi cita-cita yang terencana.
“Dengan memulai perencanaan keuangan sedini mungkin, generasi sandwich bisa lebih siap menghadapi tantangan finansial yang dihadapi di masa depan. Perencanaan keuangan dimulai dari diri sendiri dengan menentukan strategi alokasi aset atau anggaran,” tutur Ria.
Sebagai panduan dalam perencanaan keuangan, beberapa pakar keuangan merekomendasikan bahwa sekitar 30 persen hingga 50 persen dari pendapatan bulanan harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer, seperti makanan, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Sementara itu, sisa pendapatan dapat dialokasikan untuk tabungan dan investasi sebesar 25 persen, dana darurat sebesar 5 persen, kegiatan sosial seperti zakat dan sedekah sebesar 5 persen, dan kebutuhan tersier seperti keinginan atau hiburan sebesar 5 persen. Namun, sebaiknya alokasi untuk utang tidak melebihi 20 persen.
Ria menyampaikan bahwa dengan membuat rencana pengeluaran bulanan yang terperinci, seseorang dapat mengelola uangnya dengan lebih efektif dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu. Alokasi anggaran pribadi dapat membantu seseorang memprioritaskan kebutuhan dan keinginan mereka, serta memperbesar kesempatan untuk berinvestasi sehingga mencapai tujuan finansial sesuai dengan target waktu dan dana yang ditetapkan.
“Berinvestasi memungkinkan seseorang mencapai tujuan finansial dengan lebih cepat. Baik tujuan jangka pendek seperti menyiapkan dana liburan, tujuan jangka menengah seperti merencanakan biaya pendidikan, ataupun tujuan jangka panjang seperti menyiapkan dana pensiun, harus diperhitungkan dengan cermat dan disesuaikan dengan instrumen investasi yang cocok agar mencapai tujuan finansial tepat waktu dan tepat jumlah,” jelas Ria.
Dalam hal ini, untuk generasi sandwich, alokasi keuangan dapat berbeda. Sebagai contoh, biaya untuk mendukung keluarga dan biaya kesehatan dapat dialokasikan dari anggaran untuk kebutuhan primer.
Oleh karena itu, alokasi kebutuhan primer dapat dibagi menjadi 30 persen untuk kebutuhan pribadi sehari-hari, 10 persen untuk biaya pendukung orang tua, dan 10 persen untuk biaya kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa alokasi biaya lainnya tidak terganggu dan memenuhi kebutuhan keluarga secara keseluruhan. Ia juga mengingatkan, bahwa perencanaan keuangan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi keuangan masing-masing individu, sehingga dapat mencapai tujuan finansial yang diinginkan dengan efektif dan efisien.
Discussion about this post