Pada peringatan Hari Anak Nasional tahun ini dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, kita menghadapi kejanggalan yang memprihatinkan dalam perlindungan anak-anak di Indonesia. Meskipun tema yang diusung sangat mulia, realitas di lapangan mengungkapkan keberpihakan yang tidak konsisten terhadap kesehatan anak.
Salah satu contoh yang mencolok adalah absennya larangan iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) rokok dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan yang telah disahkan pada 11 Juli 2023. Hal ini menciptakan pertentangan yang membahayakan anak-anak dan menghambat kemajuan Indonesia.
Rokok, sebagai salah satu faktor penyebab utama masalah kesehatan di negara ini, memberikan dampak serius pada anak-anak. Studi ilmiah (Peterson, L. A., & Hecht, S. S., 2017; Aryanpur, M., Yousefifard, M., Oraii, A. et al., 2019) menunjukkan paparan asap rokok menyebabkan masalah kesehatan pada anak, termasuk stunting yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan optimal anak (PKJS-UI, 2018).
Iklan dan promosi rokok seringkali mencitrakan rokok sebagai sesuatu yang keren, dewasa, dan menarik. Begitu pula sponsorship rokok menciptakan persepsi rokok adalah bagian yang integral dari dunia olahraga atau hiburan yang disukai oleh orang muda, sehingga mengurangi daya kritis mereka terhadap bahaya rokok.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2019 mengecam tegas pemanfaatan tubuh anak untuk promosi brand image Djarum (produk tembakau dan warna yang diasosiasikan dengan produk tembakau) yang disebut sebagai salah satu bentuk eksploitasi anak dan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012, karena Djarum terasosiasi dengan rokok yang merupakan produk berbahaya bahkan mematikan.
Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2021 lalu menunjukkan peningkatan keterpaparan iklan rokok di internet sebesar 10 kali lipat lebih dalam 10 tahun terakhir, dari 1,9 persen pada 2011, menjadi 21,4 persen pada 2021.
Absennya larangan IPS rokok adalah tanda kelalaian sistemik, di mana struktur kebijakan seharusnya menjadi sarana untuk melindungi anak-anak justru tidak memberikan perlindungan yang memadai dan konsisten terhadap dampak negatif rokok. RUU Kesehatan seakan membiarkan kepentingan ekonomi perusahaan rokok mengambil alih kesehatan generasi muda. Mengapa masih ada celah yang memungkinkan untuk perusahaan rokok menyasar anak-anak melalui IPS rokok, yang jelas melanggar hak mereka untuk hidup sehat?
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menyatakan persentase keterpaparan asap rokok di beberapa tempat tempat umum seperti di restoran, rumah tangga, gedung pemerintah, tempat kerja, transportasi umum, dan bahkan di fasilitas pelayanan kesehatan masih tinggi. Namun, RUU Kesehatan justru mengklaim kawasan tanpa rokok (KTR) wajib menyediakan tempat merokok. Ini adalah paradoks mencengangkan dan bentuk pembingungan terhadap tujuan perlindungan anak dalam upaya melawan ancaman rokok.
Harga rokok yang murah dan mudahnya akses terhadap produk tersebut merupakan hal yang juga perlu diperhatikan. Banyak warung rokok secara bebas menjual rokok kepada anak-anak. Hasil penelitian PKJS-UI tahun 2021 menunjukkan rokok dijual dengan rata-rata Rp1.500 per batang. Selain itu, anak sekolah juga dengan mudah memperoleh rokok secara ketengan.
Belum ada regulasi yang mengatur secara khusus tentang penjualan rokok ketengan di Indonesia. Apakah kita benar-benar melindungi anak-anak kita jika kita membiarkan mereka dengan mudah membeli rokok yang merusak kesehatan mereka?
Tantangan baru dalam bentuk rokok elektronik semakin memperumit situasi. Produk ini dipasarkan dengan varian rasa menarik bagi anak-anak dan orang muda.
Hasil survei GATS menunjukkan kenaikan prevalensi perokok elektronik hingga 10 kali lipat, dari 0.3 persen pada 2011, menjadi 3 persen pada 2021. Selain menghancurkan upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak, tetapi juga mengindikasikan ketidakseriusan dalam melindungi generasi muda dari bahaya kesehatan.
“Anak Terlindungi, Indonesia Maju” harus menjadi panggilan untuk bertindak lebih tegas dan konsisten dalam melindungi anak-anak dari bahaya rokok dan tantangan kesehatan lainnya. Kelalaian sistemik harus diatasi dengan langkah-langkah konkret dan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait.
Perlindungan anak harus menjadi pilar utama yang tidak boleh diabaikan. Dengan langkah komprehensif dan kesadaran kolektif, seharusnya kita dapat merajut perlindungan bagi anak-anak Indonesia, menghadap mimpi Indonesia maju, dan menyelamatkan mereka dari balutan serbuan rokok yang berbahaya.
Penulis: Ni Made Shellasih, Program Manager Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC)
Discussion about this post