Jakarta, Prohealth.id – Beberapa waktu lalu, Park So Dam, salah satu aktris berbakat yang bermain dalam film fenomenal tahun 2019 yaitu Parasite, melalui agensinya mengonfirmasi bahwa dia baru saja menjalani operasi karena kanker tiroid.
Asal tahu saja, kanker tiroid menempati peringkat ke-6 sebagai kanker yang paling banyak didiagnosis pada perempuan di seluruh dunia. Untuk itu, RS Universitas Indonesia (RSUI) menggelar Seminar Awam Bicara Sehat. Kegiatan ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar isu kanker tiroid.
Menurut dr. Livy Bonita Pratisthita, Sp.PD Dokter Spesialis Penyakit Dalam di RSUI yang membawakan materi berjudul ‘Kanker Tiroid: Kenali Gejalanya, Cegah dari Sekarang!’, menjelaskan kelenjar tiroid dan peran dari hormonnya. Tiroid adalah kelenjar yang berada di leher di depan trakea dan berbentuk seperti kupu-kupu. Hormon yang diproduksi pada kelenjar tiroid diperlukan untuk menjaga fungsi metabolisme dan organ tubuh seperti pencernaan, jantung, dan reproduksi.
Ia juga mengatakan bahwa tren kejadian kanker tiroid semakin meningkat. Berdasarkan data dari WHO tahun 2020, terdapar 586.202 kasus baru.
“Kejadiannya tiga kali lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki,” terangnya melalui siaran pers, Jumat (4/8/2023).
Penyebab kanker tiroid seperti pada kanker lain tidak diketahui, yang jelas terjadi perubahan DNA pada sel tiroid. Mutasi (perubahan) DNA pada sel tiroid membuat sel-sel tersebut tumbuh dan berlipat ganda dengan cepat, hingga akhirnya membentuk massa atau benjolan yang disebut dengan tumor. Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas. Jika sifatnya ganas, tumor ini dapat menyebar (metastatis) ke kelenjar getah bening atau organ lain.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu munculnya mutase tersebut, diantaranya terpapar radiasi atau nuklir, faktor genetik (ada Riwayat anggota keluarga dengan kanker tiroid), jenis kelamin perempuan, kurangnya asupan yodium, adanya penyakit tiroid sebelumnya, dan kondisi obesitas yang memicu peradangan.
Beberapa tanda dan gejala kanker tiroid diantaranya, adanya benjolan di leher dengan peningkatan ukuran, perubahan suara menjadi serak, sulit menelan/bernapas, batuk terus-menerus tanpa gejala flu, serta adanya nyeri di leher atau tenggorokan. Bila menemukan tanda dan gejala tersebut, segera periksa ke dokter. Dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan fisik, laboratorium hormon tiroid, radiologi USG, biopsi jaringan tiroid dan sebagainya.
Selain itu, dr. Livy mengatakan bahwa kanker tiroid bisa diobati. Semakin awal menemukan kasus, angka kesembuhan semakin tinggi. Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya pembedahan, ablasi/yodium radioaktif yang menggunakan terapi kedokteran nuklir, radiasi eksterna (biasanya metode ini digunakan setelah pembedahan), serta obat-obatan.
Pilihan pengobatan ini tidak semuanya dilakukan, ada pertimbangan khusus kepada pasien bergantung pada kondisi pasien, tipe kanker, stadium, dan efek sampingnya.
Terkait pencegahan, dokter Livy mengatakan karena penyebabnya belum jelas maka pencegahannya agak sulit. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan adalah menurunkan faktor risiko terhadap hal-hal yang bisa kita modifikasi.
Pencegahannya diantaranya dengan menghindari paparan radiasi, mencukupi asupan yodium, serta menjaga berat badan normal agar terhindar dari obesitas. Selain itu, pada orang yang memiliki risiko tinggi (misalnya pada orang yang bekerja di tempat yang terpapar radiasi atau memiliki riwayat keluarga menderita kanker tiroid), maka sebaiknya lakukan screening atau deteksi dini. Diagnosis awal penting untuk kesembuhan nantinya.
Selan itu, dr. Livy menambahkan untuk menjaga imunitas pasien kanker diantaranya bisa dengan mencukupi zat-zat gizi khususnya protein, vitamin D dan vitamin C, dengan menerapkan gizi seimbang. Selain itu terkhusus pada kasus kanker tiroid, kebutuhan yodium juga penting untuk dipenuhi. Pada orang sehat kebutuhan yodium yaitu sekitar 150-300 mcg per hari.
Sementara itu, dr. Yasser Jayawinata, Sp.B, FICS selaku Dokter Bedah di RSUI mengatakan bahwa sebelum melakukan tindakan pembedahan, perlu ditegakkan terlebih dahulu diagnosisnya.
“Tidak semua benjolan di leher itu tiroid, dan tidak semua benjolan tiroid itu kanker,” jelasnya.
Dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan terlebih dahulu. Pada kanker tiroid, biasanya benjolan tumbuh cepat, suara pasien menjadi serak dan mengalami gangguan napas. Setelah pemeriksaan fisik, dokter akan melakukan USG dan biopsi FNAB. Jika ditemukan keganasan, maka selanjutnya akan dioperasi.
Operasi ini biasanya akan dilakukan dengan menyayat di bagian lipatan leher sekitar 10 cm, dan tentunya pasien akan dibius umum. Oleh karena itu, pasien tidak perlu takut dan khawatir pula terhadap scar-nya karena akan terlihat samar. Durasi operasi berlangsung sekitar 2-4 jam bergantung dari besarnya benjolan dan tingkat kesulitan pengangkatannya.
Setelah operasi, pasien biasanya menjalani perawatan di rumah sakit sekitar 3-5 hari, yang bergantung dari kondisi klinis dan produksi cairan dari selang di leher. Luka operasi masih ditutup perban sampai 1 minggu. Setelah pulang ke rumah, pasien sudah bisa melakukan aktivitas ringan. Pada 1-2 minggu pertama, biasanya pasien masih tidak nyaman dalam menoleh atau menggerakkan leher, sehingga aktivitas seperti menyetir tidak dianjurkan dalam 1 minggu setelah operasi. Satu minggu setelah operasi, pasien perlu kontrol kembali ke dokter untuk dilakukan evaluasi klinis dan luka operasi. Jika seluruh kelenjar tiroid pasien diangkat, maka “pabrik” pembuat hormonnya sudah tidak ada, sehingga pasien perlu minum obat hormon tiroid seumur hidup, yang dosisnya disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.
Di akhir, dokter Yasser mengatakan bahwa angka kematian kanker tiroid dalam 5 tahun terkahir ini di bawah 1 persen pada stadium awal. Oleh karena itu, jika ada benjolan segera konsultasikan ke dokter agar cepat ditangani.
Discussion about this post