Jakarta, Prohealth.id – Di tengah situasi genting kesehatan warga Jakarta akibat polusi udara justru pemerintah mempromosikan co-firing biomassa. Co-firing dilakukan melalui pencampuran pelet kayu dengan batubara di pembangkit.
Upaya tersebut dinilai Trend Asia hanya akan memperpanjang usia PLTU dalam memproduksi emisi beracun. Sebaliknya, pemerintah harus memperketat pengawasan dan transparan dengan membuka data-data hasil pemantauan pencemaran dari sumber tak bergerak yakni industri padat polusi termasuk PLTU ke publik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada awal pekan ini mempromosikan co-firing biomassa dengan dalih akan menghasilkan emisi yang lebih rendah dan klaim komitmen pendanaan transisi energi sebagai solusi polusi udara Jakarta. Promosi tersebut dilakukan ketika Jakarta disebut sebagai kota paling beracun di dunia oleh media internasional.
Manager Program Bioenergi Trend Asia Amalya Reza Oktaviani menyebut promosi co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah taktik jahat dan melukai perasaan puluhan juta warga Jakarta yang tercekik polusi.
“Solusi palsu ini bertolak belakang dengan semangat penindakan terhadap sumber polusi tak bergerak yang kini digencarkan Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ucapnya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id pada Kamis (24/8/2023).
Amalya melanjutka, ”PLTU tua harusnya didorong untuk ditutup lebih awal sebab tidak lagi efisien dalam paparan polusi udara dan bukan malah diperpanjang operasionalnya melalui co-firing.”
Pemerintah dalam skenario transisi energi menargetkan co-firing biomassa di 107 PLTU di Indonesia dan tiga di antaranya berada di radius 100 kilometer dari Jakarta yakni PLTU Suralaya di Cilegon, PLTU Lontar di Suralaya, dan PLTU Labuan di Banten.
Data riset Trend Asia menyebutkan co-firing biomassa dengan batubara berpotensi lebih emisif dibandingkan pembakaran penuh batubara. Proyeksi kebutuhan pasokan pelet kayu 10 persen co-firing di 107 unit PLTU berpotensi menghasilkan emisi hingga 26,48 juta ton setara karbon dioksida per tahun. Emisi ini muncul mulai dari deforestasi, pengelolaan hutan tanaman energi, hingga produksi pelet kayu.
Berangkat dari pengalaman pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan hitungan kebutuhan biomassa kayu untuk co-firing maka hal tersebut berpotensi menimbulkan deforestasi baru sedikitnya dua juta hektar. Sementara tutupan hutan di Jawa sudah kurang dari 30 persen dan kondisi ruang terbuka hijau (RTH) Jakarta hanya sekitar 5 persen.
“Kalau seperti ini maka polusi di sekitar kawasan PLTU termasuk di Jabodetabek tidak akan pernah terselesaikan,” ujar Pengkampanye Bioenergi Trend Asia Wildan Siregar.
Pembakaran batubara di PLTU menghasilkan partikel polutan terkecil PM2,5. Sedangkan co-firing biomassa menghasilkan emisi PM10 yang juga buruk bagi kesehatan karena partikelnya berukuran besar.
Praktik co-firing tidak membuat emisi PLTU lebih bersih dan emisi NO2 dan PM10 yang dihasilkan justru lebih destruktif terutama ketika menggunakan kayu basah.
Meski lalu lintas transportasi berkurang selama COVID-19 pada 2020 lalu namun tidak besar pengaruhnya pada perbaikan kualitas udara Jakarta berdasarkan data Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA). Karena itu fokus untuk mengatasi polusi pada sumber tak bergerak sangatlah penting.
Presiden Joko Widodo beserta sejumlah menteri, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, mengakui kontribusi sumber polusi dari industri dan PLTU ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak Senin (21/8/2023) menurunkan personil Satgas Pengendalian Pencemaran Udara untuk mengawasi sumber-sumber pencemaran polusi tidak bergerak. Seperti PLTU/PLTD, penimbunan batubara, dan industri padat polusi lainnya di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).
Ketua Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Rasio Rido Sani menyebutkan Satgas Pengendalian Pencemaran Udara KLHK yang diturunkan pada operasi pengawasan tersebut lebih dari 100.
Jika dalam pengawasan ini ditemukan pelanggaran-pelanggaran maka akan dilakukan tindakan tegas, termasuk menghentikan operasional kegiatan-kegiatan yang menimbulkan pencemaran udara, demikian dikutip dari siaran pers KLHK.
Empat perusahaan penimbunan batubara dan peleburan di kawasan Marunda Jakarta Utara disegel dan dihentikan KLHK pada Rabu (23/8/2023).
Tetapi upaya satgas yang turun ke sumber-sumber polusi hanya akan memberikan dampak jika dilakukan secara transparan.
“Data-data emisi pencemaran harus dibuka ke publik termasuk situasi tingkat pencemaran di pembangkit listrik. Tanpa tindakan itu maka kebijakan ini hanya akan jadi pernyataan politik seperti yang sudah-sudah dan sekadar memenuhi dahaga publik yang akhirnya menjadi masalah yang timbul tenggelam setiap tahun,” pungkas Wildan.
Discussion about this post