Dikutip dari data yang dikeluarkan oleh Statista, dalam rangka menanggapi epidemi tembakau di seluruh dunia, wilayah Asia menjadi benua terbesar dengan prevalensi perokok terbanyak. Data yang bersumber dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia dan China adalah negara dengan prevalensi perokok terbanyak di dunia, khususnya dari gender laki-laki. Populasinya berkisar 63 persen dan 44,5 persen. Sementara perokok Perempuan hanya 2,2 persen dan 1,5 persen.
WHO juga melaporkan, ada kesenjangan yang besar dalam data prevalensi global perokok 36,7 persen adalah laki-laki, dan 7,8 persen adalah perempuan pada tahun 2020. Perokok laki-laki memang tinggi karena citra maskulin yang masih sukses menjadi stigma di hampir di seluruh dunia. Stigma maskulin ini juga mulai beradaptasi sehingga mengajak Perempuan untuk merokok. Sejumlah negara dengan tradisi gender yang lebih cair seperti Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat, secara signifikan memiliki prevalensi perokok perempuan yang lebih tinggi dibandingkan di Asia.
Sumber: WHO, Statista (diolah)
Dengan data prevalensi perokok yang tinggi di dunia, dalam acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023, WHO memakai tema ‘Grow food, not tobacco’ alias ‘Tanam makanan, bukan tembakau’. Tujuannya untuk mendesak pemerintah di dunia untuk mendukung petani beralih tanam ke tanaman pangan berkelanjutan untuk menjamin ketersediaan pangan dan kelengkapan gizi manusia.
Dirjen WHO Dr. Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan, “tembakau bertanggung jawab atas 8 juta kematian setiap tahun, namun nyatanya pemerintah di seluruh dunia masih menghabiskan jutaan uang untuk mendukung petani tembakau,” katanya. Dr. Tedros mengingatkan, dengan memilih tanaman pangan ketimbang tembakau maka pemerintah telah memprioritaskan kesehatan, ekosistem masyarakat dengan ketahanan yang tinggi, serta menjamin ketersediaan pangan.
Berdasarkan data dari FAO, lebih dari 768 juta orang di dunia tahun 2021 mengalami kekurangan pangan, angka ini naik dari sebelumnya 618 juta orang pada 2019 lalu. Apalagi, pandemi Covid-19, menimbulkan krisis global yang memperparah krisis pangan global. Juga perang di Ukraina yang berdampak pada produksi biji-bijian di pasar dunia.
Dr. Ruediger Krech, selaku Direktur Promosi Kesehatan di WHO menegaskan, tembakau adalah tanaman yang menjadi ancaman bagi keamanan pangan dunia, termasuk dampaknya pada kesehatan dan petani.
“Para petani terpapar dengan pestisida dan bahan kimia, tembakau dan nikotin yang dihasilkan juga menyebabkan penyakit paru kronis dan keracunan nikotin,” ujar. Dr. Ruediger.
FAO mengestimasikan China sebagai produsen terbesar di dunia untuk tembakau original yang belum diproduksi, angka ini naik 2,1 juta ton pada 2021 mengalahkan India dan Brazil. Indonesia yang yang merupakan negara dengan prevalensi perokok terbesar belum berada di puncak sebagai negara produsen terbesar, tetapi hanya sebagai negara konsumen rokok terbesar.
Discussion about this post