Jakarta, Prohealth.id – Lantaran masalah stunting dan gizi buruk dapat berdampak dalam mewujudkan program generasi emas 2045, anggota legislatif mulai angkat suara.
Hal ini mengingat masih banyak anak Indonesia yang ditemukan mengalami masalah kekurangan gizi, baik gizi buruk maupun stunting.
“Gizi buruk pada anak adalah masalah serius yang mengancam generasi penerus bangsa,” ucap anggota Komisi IX DPR RI Kris Dayanti (KD) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Sabtu, 14 Oktober 2023 lalu.
Ia menilai, mada perbaikan sejak beberapa tahun terakhir, upaya lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Menurutnya, masih cukup banyak anak-anak di berbagai daerah yang mengalami gizi buruk. Bahkan kondisinya ada yang memprihatinkan.
Kris Dayanti menyebutkan anak dengan gizi buruk baru-baru ini terungkap di Banyumas Jawa Tengah. Seorang bocah berusia 9 tahun bernama Aldila Dwi Alfian mengalami gizi buruk sehingga tubuhnya hanya tinggal tulang berbalut kulit. Bocah yang hidup di lingkungan keluarga miskin ini tidak memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan keluarganya pun tidak termasuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi urusan kesehatan itu merasa prihatin atas kondisi Aldila Dwi Alfian dan menyinggung kondisi keluarga Aldila sampai tidak masuk dalam daftar penerima bantuan.
“Pemerintah pusat sudah menyiapkan program yang sangat baik. Tetapi sering kali urusan pendataan di daerah kurang maksimal sehingga yang seharusnya bisa mendapat bantuan justru malah tidak terjangkau. Ini yang perlu diperbaiki,” ujarnya.
Peristiwa anak mengalami gizi buruk bukan hanya di kota-kota kecil. Di ibu kota juga terindikasi masih ada anak yang mengalami kekurangan gizi akibat perekonomian keluarganya.
Informasi dari Kelurahan Pejaten Barat Jakarta Selatan menyebutkan 19 anak mengalami masalah kekurangan gizi. Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta hingga Juli 2023 mencatat ada 39.793 balita yang memiliki permasalahan gizi.
Sementara 21 juta masyarakat Indonesia atau setara 7 persen dari total populasi mengalami masalah kekurangan gizi yang cukup mengkhawatirkan berdasarkan hasil riset Center for Indonesian Studies (CIPS).
Terkait data tersebut maka Kris Dayanti menekankan pentingnya komitmen keberlanjutan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendata warganya yang masuk dalam kategori keluarga kurang mampu. Dia memandang faktor ekonomi masih menjadi penyebab anak kekurangan gizi.
Legislator dari Dapil Jawa Timur V ini mengingatkan Pemerintah perlu memastikan bahwa makanan bergizi mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Terutama bagi warga berpenghasilan rendah.
Sementara anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher melontarkan kritik pada lembaga dan unsur pemerintah yang memberikan bantuan dalam menurunkan prevalensi stunting. Ia menilai bantuan berupa sembako tersebut rendah gizi.
“Stunting adalah persoalan bangsa yang penyelesaiannya membutuhkan kerja serius dan sungguh-sungguh. Tidak bisa diselesaikan instan dengan bagi-bagi sembako. Apalagi jika isinya makanan minim gizi,” ucapnya.
Netty menilai program penurunan stunting tersebut tidak relevan.
“Kurang relevan dan agak aneh jika masih ada unsur pemerintah yang memberikan bantuan guna pencegahan stunting dalam bentuk makanan minim gizi seperti mie instan, susu kental manis, atau makanan kemasan lainnya yang rendah gizi.”
Pemerintah harus fokus pada program pencegahan stunting di hulu dengan melakukan edukasi pola hidup sehat dan memberikan dukungan fasilitas untuk calon pengantin dan ibu hamil. Seperti air bersih, jamban sehat, makanan berprotein tinggi, dan lingkungan bebas asap rokok.
“Ini adalah program yang harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan guna memastikan nol stunting baru,” pungkasnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post