Jakarta, Prohealth.id – Saat ini terdata sedikitnya ada 7 kasus cacar monyet (monkeypox) di Jakarta maka banyak yang bertanya apakah mungkin akan memicu pandemi kembali.
Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), setidaknya ada tiga penjelasan tentang hal ini.
Pertama, cacat monyet bukanlah penyakit baru. Data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 20 Oktober 2023 menunjukkan di dunia sudah ada 91.123 kasus cacar monyet di 115 negara di dunia.
“Tentu kita tidak tahu apakah data dari Jakarta sudah masuk dalam perhitungan ini, Dari lebih 90 ribu kasus itu maka WHO mencatat ada 157 kematian. Tegasnya, kasus cacar monyet masih selalu ada di dunia, dan nampaknya juga di negara kita,” ujar Prof. Yoga melalui pesan singkat yang diterima Prohealth.id, Senin (23/10/2023).
Kedua, perlu diketahui tahap-tahap yang akan dilalui suatu penyakit sebelum menjadi pandemi dunia. Misalnya, pada tahap pertama kalau ada penyakit yang berpotensi menular antara negara maka WHO akan memasukkannya ke dalam “Disease Outbreak News (DONs)”. Contohnya kasus polio di Aceh beberapa bulan yang lalu, sudah masuk dalam WHO Disease Outbreak News (DONs).
“Nah, sejak Agustus 2023 sampai hari ini ada berbagai penyakit yang perlu diwaspadai dan oleh WHO dimasukkan dalam Disease Outbreak News (DONs), dan tidak ada penyakit Cacar Monyet di dalamnya, walaupun ada peningkatan laporan kasus di Jakarta,” ungkapnya.
Hal ini menandakan, lanjut Prof. Yoga, pada situasi sekarang maka cacar monyet tidak masuk kategori WHO Disease Outbreak News (DONs). Hal ini artinya secara global belum masuk penyakit yang berpotensi menyebar luas antara negara. Sementara pada tahap ke dua sesudah masuk Disease Outbreak News (DONs) dan terus berkembang maka WHO akan menyatakannya sebagai kedaruratan kesehatan global, Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Perlu diketahui bahwa memang cacar monyet pernah dinyatakan sebagai PHEIC pada 23 Juli 2022. Lalu, setelah hampir satu tahun penanganan intensif di dunia maka situasi kesehatan masyarakatnya terkendali dengan baik, sehingga pada 11 Mei 2023 dinyatakan bahwa cacar monyet bukan lagi Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
“Tegasnya, kedaruratan kesehatan global Cacar Monyet sudah dinyatakan berakhir.”
Ketiga, walaupun bukan lagi berstatus kedaruratan kesehatan global maka tentu masyarakat tetap perlu waspada terhadap cacar monyet. “Ya sama seperti kita waspada terhadap berbagai penyakit menular lainnya,” sambung Prof. Yoga.
Penjelasan tentang penyakit ini antara lain; karena penyakitni adalah penyakit virus dari genus Orthopoxvirus, yang terdiri dari 2 galur (clade) I dan II, dan yang sekarang banyak beredar di dunia adalah Clade IIb. Akan bagus kalau pada kasus di Jakarta juga dijelaskan apa galur penyebabnhya.
Hal lain adalah gejalanya berupa kelainan di kulit dan mukosa yang dapat terjadi sampai 2–4 minggu, diikuti dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, badan lemah dan pembesaran kelenjar getah bening.
Selain itu, penularan terjadi akibat kontak langsung, baik dari orang yang sakit maupun juga dari bahan yang terkontaminasi dan mungkin juga dari binatang, jadi ini penyakit zoonosis. Akan baik kalau pada ke tujuh kasus di Jakarta disampaikan juga pola penularannya sehingga mereka bisa terkenan penyakit ini, dan bagaiama penyelidikan epidemiolgid (PE) selanjutnya.
Lalu ada indikator kepastian diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan PCR pada kelainan di kulit pasien. Pasien biasanya ditangani secara suportif, walaupun di beberaa negara memang ada yang menggunakan obat tertentu, dan baik kalau kita diinformasukan jenis oba tapa yang diberikan pada pasien di Jakarta sekarang ini.
Terakhir, tak lupa instrument vaksinasi dapat membantu mencegah terjadinya penularan, khususnya pada mereka yang termasuk kelompok risiko tinggi, menurut mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara tersebut.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post