Jakarta, Prohealth.id – Pandemi COVID-19 telah memberikan pembelajaran yang sangat berharga bagi dunia kesehatan Indonesia.
Menurut CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih, selama tiga tahun menghadapi krisis, penduduk Indonesia merasakan langsung dampak dari sistem kesehatan nasional yang nyaris kolaps dihantam wabah. Hal ini tercermin dari kualitas hidup masyarakat menurun, dan kelompok rentan merasakan dampak terbesar.
Pandemi semestinya menjadi refleksi untuk memperbaiki banyak pekerjaan rumah dan menyempurnakan sistem kesehatan nasional. Sayangnya, ketidakadilan akses layanan kesehatan masih kerap dijumpai di sejumlah daerah, terutama terhadap kelompok masyarakat rentan.
“Populasi atau masyarakat seharusnya menjadi fokus utama pembangunan kesehatan. Para pembuat kebijakan perlu mendengar suara dan aspirasi masyarakat rentan lantaran kehadiran mereka yang kerap tersisihkan dalam pembangunan kesehatan,” ujar Diah, Senin (13/11/2023) di Shangri-La Hotel.
Ia menyebut, meningkatnya ketidakadilan dan terbatasnya ruang untuk mengakses layanan kesehatan mendorong Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meluncurkan buku putih Indonesia’s Health Sector Development (2024-2034): Designing a Future for Policy and Delivery atau Pembangunan Sektor Kesehatan Indonesia (2024-2034): Merancang Masa Depan Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan.
“Agenda pembangunan kesehatan dalam beberapa tahun terakhir belum menjadi prioritas. CISDI meluncurkan Buku Putih ini sebagai rekomendasi untuk pemerintah terpilih pada pemilu 2024 mendatang sekaligus menegaskan kesehatan masyarakat sebagai prioritas pembangunan nasional,” kata Diah.
CISDI mencoba memotret isu kesehatan beserta interseksionalitasnya yang mencakup persoalan gender, iklim, kerentanan, kemiskinan, inklusivitas, bahkan keragaman masyarakat lantaran saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan percakapan publik, bukti ilmiah, dan pandangan ahli, serta pelibatan publik yang bermakna untuk mengatasi berbagai persoalan kesehatan yang kompleks.
Karenanya, penyusunan buku putih ini melibatkan diskusi dengan 154 narasumber ahli berlatar belakang kesehatan dan non-kesehatan. CISDI telah menggelar 22 kali sesi diskusi Delphi dengan para pakar. Tahapan ini mencakup empat sesi Delphi pleno yang diselenggarakan pada September 2023.
Diah mengatakan, sektor kesehatan selama ini memiliki kelemahan dikarenakan pendekatan yang terlalu medis dan teknis serta kurang terhubung dengan sektor pembangunan lainnya. Isu kesehatan juga kurang memiliki bobot politik sehingga tidak selalu menarik perhatian aktor-aktor pembangunan lain.
“Kesehatan mempunyai barrier to entry yang selalu tinggi karena hanya dibicarakan oleh orang-orang yang mengerti kesehatan. Padahal kesehatan adalah isu politik dan seharusnya fokus pada kebutuhan masyarakat,” kata Diah.
Bank Dunia memprediksi Indonesia berpeluang menjadi negara ekonomi maju dalam satu dasawarsa. Namun, semua situasi ini akan sulit terwujud apabila kesehatan masyarakat terpinggirkan dari agenda pembangunan. Visi Indonesia 2045 tidak akan terwujud tanpa adanya penduduk yang sehat, berdaya tahan, dan cukup kompetitif untuk diklasifikasikan sebagai “modal”.
Bonus demografi juga bisa gagal terealisasi jika prevalensi stunting masih stagnan di angka 21,6 persen angka kematian ibu mencapai 173 per 100.000 kelahiran, perokok sebesar 71 perssen dari populasi laki-laki, dan 8 dari 10 orang meninggal karena penyakit tidak menular.
“CISDI menyusun buku putih ini untuk membantu perencanaan strategi ke depan, bagaimana merumuskan kebijakan berbasis bukti, terutama untuk meningkatkan akses kesehatan universal yang berkualitas tinggi,” ucap Diah.
Belum terlambat bagi pemerintah untuk mewujudkan pembangunan sistem kesehatan yang berfokus pada masyarakat. Pembangunan kesehatan mesti berkelanjutan, terlepas dari terjadinya pergantian pemerintahan. Masukan dari masyarakat akan selalu relevan bagi pemerintah berjalan maupun yang akan datang.
Melalui buku putih ini, CISDI memberikan lima rekomendasi kepada para pengambil kebijakan di pemerintahan berikutnya agar menempatkan sektor kesehatan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Berikut lima rekomendasi dari CISDI.
Pertama, melaksanakan tata kelola yang partisipatif untuk sistem kesehatan untuk menghindari fragmentasi kebijakan kesehatan, mekanisme kepemimpinan di sektor kesehatan harus memberikan ruang lebih besar kepada institusi nasional yang berkaitan dengan kesehatan dan aktor pembangunan lainnya. CISDI mengusulkan pembentukan Indonesia Health Assembly (IHA) atau Majelis Kesehatan Indonesia, yang beranggotakan perwakilan pemerintah dari sektor kesehatan maupun non-kesehatan, pemerintah daerah dari provinsi hingga kabupaten/kota dan desa, masyarakat sipil, akademisi, serta sektor swasta sebagai solusi. Lembaga ini menampung semua masukan anggotanya dan memprosesnya menjadi masukan kebijakan dan agenda pembangunan kesehatan. Dengan terbentuknya IHA, diharapkan agenda prioritas kesehatan akan selaras antara instansi.
Kedua, menjalankan investasi bermakna untuk sistem kesehatan Jika kesehatan dianggap sebagai sebuah investasi jangka panjang dan prinsip keadilan diterapkan, maka akan berdampak positif pada perkembangan ekonomi, daya saing, hingga produktivitas warga. Negara sebaiknya menggunakan cara inovatif untuk menggalang sumber pendanaan, baik yang berasal dari pajak maupun non pajak. Investasi kesehatan diprioritaskan untuk layanan kesehatan primer dengan fokus peningkatan kualitas layanan dan peningkatan kapasitas SDM kesehatan. Jika semua prioritas ini dijalankan dengan menggunakan prinsip akuntabilitas, maka efisiensi pelayanan dan derajat kesehatan masyarakat meningkat.
Ketiga, menjadikan kebutuhan masyarakat sebagai fokus utama sistem kesehatan Masyarakat atau pasien harus menjadi ‘kompas’ pembangunan kesehatan. Pelayanan kesehatan harus dirancang agar sesuai kebutuhan setiap orang dan memberi solusi atas hambatan spesifik kelompok rentan. Kebijakan dan program seharusnya mengupayakan kesetaraan dengan pendekatan afirmatif, contohnya penjangkauan-penjangkauan khusus untuk kelompok rentan.
Keempat, mewujudkan diplomasi integratif untuk kesehatan global Selama ini, diplomasi kesehatan berjarak dengan penguatan capaian kesehatan nasional. Melalui diplomasi integratif, aksi diplomasi kesehatan akan berfokus pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dalam sistem ini, masyarakat sipil menjadi aktor kunci dalam yang diakui kedudukannya sebagai aktor yang setara dengan negara. Diplomasi integratif juga menyadari adanya keterhubungan antara arena diplomasi multilateral, bilateral, dan regional terhadap diplomasi publik di tingkat nasional.
Kelima, mewujudkan kerja layak untuk seluruh tenaga kesehatan CISDI menyarankan pembentukan standar upah layak dan adil yang berlaku untuk semua SDM kesehatan, termasuk kader kesehatan. Pastikan kebutuhan kesehatan masyarakat sesuai dengan perencanaan strategis pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Penting juga untuk menerapkan kebijakan kesehatan yang menghubungkan sektor pendidikan dengan sektor kesehatan. Untuk membantu proses rekrutmen tenaga kesehatan, diperlukan analisis untuk menentukan kualifikasi yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang ada. Langkah ini akan memastikan bahwa perencanaan jangka panjang tidak hanya berfokus pada kuantitas, tetapi juga pada kualitas SDM kesehatan.
Discussion about this post