Di Provinsi Sulawesi Utara, baru-baru ini viral anak sekolah yang merokok. Akibatnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), akan melihat secara langsung, pasca peristiwa tersebut. Tujuannya untuk mengecek kawsan rehabilitasi bagi para pengguna zat adiktif agar menjadi perhatian pemerintah setempat, sebagaimana mandat UU Kesehatan.
Jasra Putra Wakil Ketua KPAI menyampaikan, pada akhir tahun ini, setelah KPAI menggelar Rakorda dan Rakornas dengan fokus pada Konvensi Hak Anak kluster 3 tentang Kesehatan dasar dan kesejahteraan, mereka telah mengirimkan hasilnya kepada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin, serta kementerian dan lembaga terkait.
“KPAI penting mengkonfirmasi situasi lapangan. Kita punya kewajiban melihat gambaran langsung pelaksanaan Perda dan Pergub Kawasan Tanpa Rokok di Sulawesi Utara,” tutur Jasra melalui pesan singkat, Rabu (15/11/2023).
Sebagaimana di ketahui Sulawesi Utara telah mendapatkan predikat Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Yang artinya seluruh Kabupaten dan Kota sudah masuk 24 indikator Kota Layak Anak.
Evaluasi ini menjadi penting karena sempat viral peristiwa 2 kasus yang menjadi perhatian nasional. Pertama, 3 orang siswi (3/4/22) yang eksis merokok di ruang kelas di SMKN 3 Manado. Kedua, anak yang menusuk guru di SMK Ichtus hingga meninggal (22/10/19) karena di larang merokok gurunya https://bit.ly/3SGGjzf .
“Kita ingin melihat sejauh apa daerah melaksanakan proses penanganan pasca peristiwa,” sambungnya.
Dengan tujuan itu, KPAI akan mengukur standar, sejauh mana predikat KLA dapat dirasakan semua anak Sulawesi Utara. Jasra beralasan, dalam pengawasan tanpa rokok, selain tempat proses belajar mengajar dan tempat anak bermain, KPAI juga melihat alur manajemen penanganan, alur rehabilitasi perokok anak, kecepatan respon layanan, manajemen rujukan dan manajeman kasus, yang berharap dapat efektif mengurangi angka prevalensi perokok anak di Sulawesi Utara. Sebagaimana diketahui Kemenkes melalui dinas kesehatan di daerah juga memiliki program Upaya Berhenti Merokok (UBM) melalui puskesmas.
“Karena kita ingin, mandat UU Kesehatan dalam menjauhkan jangkauan anak dari zat adiktif, lebih berbicara jauh di hulu seperti mandat UU Kesehatan yang mengedepankan aspek promotif, preventif,” pungkasnya.
Jasra mengingatkan, yang seharusnya menjadi ukuran keberhasilan anak tidak menjangkau rokok. Dengan demikian kalau membicarakan hal ini, layanan di daerah akan lebih integratif dan holistic, sehingga kata Jasra tidak hanya menemukan kasus, tetapi ada Upaya preventif lebih sejak awal.
KPAI juga menyoroti bagaimana rencana daerah dalam mengurangi iklan, sponsor dan promosi rokok (IPS). Hal ini seperti diketahui IPS tidak masuk dalam revisi UU Kesehatan yang baru disahkan. Namun penelitian pengawasan daerah tanpa rokok, menyatakan IPS menjadi pintu utama anak terpapar informasi yang tidak layak anak soal rokok.
“Karena tidak ada batasan tontonan baik di media mainstreaming maupun media baru. Yang sampai saat ini kita belum punya cara efektif mencegah, penyebab nomor satu anak merokok,” tuturnya.
Rencananya kunjungan pengawasan KPAI akhir tahun ini, akan menuju 2 sekolah yaitu SMK N Manado dan SMK Ichtus dengan didampingi Kepala Dinas Perlindungan Anak Propinsi Sulawesi Utara, Wakil Kepala Sekolah SMK N 3 Manado, lintas Organisasi Perangkat Dinas, termasuk dialog dengan anak anak.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post