Jakarta, Prohealth.id – Advokat yang tergabung dalam Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia menegaskan bahwa upaya pelemahan pengaturan pengamanan zat adiktif yaitu rokok makin nyata di Indonesia.
Pasalnya melalui berbagai cara misalnya; aksi membanjiri dengan surat protes, bahkan forum diskusi publik, Upaya mengagalkan aturan zat adiktif selalu terjadi. Meski demikian, SAPTA menegaskan bahwa seharusnya hal tersebut tidak akan menghentikan tekad pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai turunan UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Meskipun intervensi industri rokok semakin kuat, Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia Tubagus Haryo Karbyanto menyatakan pemerintah tetap fokus pada kebijakan yang mendukung penekanan prevalensi perokok dan dampak rokok bagi generasi mendatang. Tubagus juga mengklam bahwa RPP Kesehatan akan berdampak terhadap beberapa industri termasuk farmasi, tembakau, dan telemedisin; juga terkait dengan persoalan ekosistem pertembakauan tidak tepat.
“Pernyataan tersebut adalah narasi dari pihak industri dan ini adalah bagian dari intervensi industri rokok yang memfasilitasi adanya forum diskusi publik yang diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah,” ujar Tubagus melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (22/11/2023). Pernyataan ini merujuk pada diskusi “Adopsi Ideal UU Kesehatan Beserta Aturan Turunannya” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Analisis Kebijakan Indonesia (AAKI).
Lebih lanjut Tubagus menyoroti pentingnya UU Kesehatan sebagai inisiatif pemerintah untuk memenuhi hak masyarakat atas pelayanan kesehatan dan memastikan keterlibatan negara dalam memenuhi layanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan prevalensi perokok yang tinggi dan beban biaya kesehatan yang signifikan, pemerintah berkomitmen untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dengan fokus pada peningkatan pelayanan kesehatan dan tanggung jawab negara.
Tubagus mengingatkan, pemerintah juga harus menegaskan bahwa inisiasi UU Kesehatan bukan untuk melindungi industri rokok, melainkan untuk memenuhi kebutuhan Kesehatan masyarakat. Dengan meningkatnya prevalensi perokok dewasa di Indonesia yang saat ini yakni 62,9 persen dan perokok anak usia 10-18 tahun juga terus mengalami peningkatan dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018 berdasarkan temuan Riskesdas. Maka langkah-langkah tegas dalam pengendalian tembakau seperti pelarangan secara komprehensif iklan, promosi dan sponsor rokok, implementasi kawasan tanpa rokok secara masif, perbesaran peringatan Kesehatan bergambar dari 40 persen menjadi setidaknya 90 persen.
“Larangan penjualan batangan dan larangan memajang kemasan rokok pada tempat penjualan, dst menjadi kunci untuk mencapai visi Indonesia 2045 tanpa beban bagi pertumbuhan ekonomi dan keuangan negara,” terang Tubagus.
Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia berdiri sejak 2010 oleh alumni Tobacco Control Advocacy Training for Public Interest Lawyers yang diselenggarakan oleh Forum Warga Kota Indonesia.
SAPTA Indonesia menjadi wadah bagi para penggiat hukum khususnya advokat dan asisten Advokat yang berasal dari perguruan tinggi, LSM berbasis Hak Asasi Manusia (HAM), praktisi hukum, yang mendedikasikan diri, waktu dan tenaga serta pikirannya untuk melakukan kerja-kerja advokasi secara pro bono dalam bidang pengendalian tembakau di Indonesia baik litigasi maupun legislasi.
Discussion about this post