Jakarta, Prohealth.id – Garibaldi Thohir, kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan para pengusaha besar di Indonesia akan memenangkan pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Boy Thohir mengungkapkan pernyataan yang kontroversial dalam acara relawan Erick Thohir alumni Amerika Serikat (ETAS) di Jakarta, Senin 22 Januari 2024 lalu.
“Jadi kalau mereka-mereka mulai dari Djarum Grup, Sampoerna Grup, Adaro Grup, siapa lagi. Pokoknya grup-grup semua ada di sini, ada Ninin, the richest wanita in Indonesia, dan semuanya, Pak,” kata Boy Thohir.
Menanggapi hal itu, Ekonom Senior Faisal Basri menyatakan pidato Boy Thohir tidaklah etis. Apalagi dengan mengatakan tidak pantas bagi Boy Thohir untuk mengeluarkan pernyataan tersebut.
“Boy Thohir angkuh dan mencatut para pengusaha lainnya,” kata Faisal kepada Prohealth.id, Rabu (24/1/2024).
Terbukti dengan pernyataan Faisal, Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira membantah Boy Thohir. Ia mengatakan meski Boy sebagai salah satu pemegang saham Adaro Group tetapi itu merupakan pendapat pribadinya sebagai warga negara. Pernyataan tersebut tidak mewakili pendapat atau pilihan seluruh karyawan.
Senada dengan Adaro, Corporate Communications Manager Djarum, Budi Darmawan, perusahaan tidak mengetahui ada deklarasi dukungan Djarum terhadap Prabowo-Gibran. Ia juga menyebut bahwa deklarasi tersebut merupakan pendapat pribadi Boy Thohir, bukan pernyataan resmi dari Djarum sebagai perusahaan.
Bahaya Konflik Kepentingan
Menurut Manajer Program Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, pernyataan Boy Thohir ini tidak etis. Ia mempertontonkan relasi para calon pemimpin yang berafiliasi dengan industri penghasil produk berbahaya bagi masyarakat. Perilaku itu mengabaikan kelompok masyarakat ekonomi lemah yang masih terjebak pada adiksi rokok dan belenggu penyakit.
“Ini memalukan. Dan, karena itu kami menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh industri rokok saat memberikan bantuan dukungan apalagi ini dari sisi politis untuk kampanye, itu adalah sesuatu yang punya agenda besar,” ujar Nina kepada Prohealth.id.
Penyebutan keterlibatan industri rokok menurut Nina sangat berbahaya. Ia menilai pemerintah seharusnya tidak memberikan banyak kesempatan pada industri rokok. Terutama berbentuk dukungan yang nanti akan mempengaruhi pengambilan kebijakan di masa depan.
Hal ini terbukti karena adanya pola industri yang terus mencoba memberikan dukungan politis kepada para calon pemimpin. Tujuannya agar industri rokok bisa melakukan intervensi dalam pengambilan kebijakan yang akan berdampak pada bisnis mereka. Inilah yang membuat Indonesia belum juga beranjak dari peringkat pertama Tobacco Interference Index di di Asia Tenggara.
“Ini sudah bertahun-tahun Indonesia menempati posisi pertama, bagaimana industri rokok melakukan intervensi pada pemerintah Indonesia. Dan, itu bisa sangat terjadi dimulai sejak sebelum mereka terpilih.”
Nina mengingatkan politik pamrih atau balas budi yang tercipta dari relasi antar pengusaha ini akan membuat pemimpin terbelenggu dan terdesak dengan tagihan janji dari industri.
“Jadi, ketika mereka sudah terpilih dan menjabat mau tidak mau ada pamrih dari yang mereka (industri) berikan,” kata dia menambahkan.
Meski demikian, Nina menilai belum tentu hanya pasangan Prabowo-Gibran saja yang mendapatkan dukungan dari industri rokok. Ia menduga semua paslon menerima dukungan yang sama termasuk pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Mungkin Pak Boy ini keceplosan ya. Dia menyebutkan nama-nama Sampoerna, Djarum, yang juga memberikan dukungan pada Prabowo-Gibran. Saya pikir industri rokok pasti melakukan ke semua paslon, tidak hanya Sampoerna dan Djarum,” kata Nina.
Luputnya Pengendalian Zat Adiktif dalam Kontestasi
Menurut Nina Samidi selama ini belum pernah ada capres atau cawapres berjanji melindung rakyat dari zat adiktif.
Bahkan belum tampak kandidat capres-cawapres yang berani dan berjanji menekan prevalensi perokok anak di Indonesia. Belum tercermin juga komitmen pasangan calon presiden-wakil presiden yang menjanjikan kesehatan dengan optimal bagi SDM Indonesia agar terlindungi dari zat adiktif.
“Kami sesungguhnya pesimis akan hal ini karena mengingat tidak ada kesungguhan capres cawapres yang benar-benar bisa berani berkonfrontasi dengan industri rokok.”
Ia menyebut para paslon dalam setiap kontestasi kerap menyebut masalah zat adiktif adalah persoalan sepele. Namun nyatanya tidak kunjung berhasil terselesaikan.
“Jadi ini seperti mungkin mimpi ya. Entah kapan bisa terwujud.”
Nina berharap dalam Pemilu selanjutnya, ada mekanisme yang membuka aliran dana kampanye setiap pasangan calon presiden dan cawapres. Sistem tersebut transparan dan akuntabel sehingga masyarakat mudah mengaksesnya. Dengan begitu, publik bisa melihat dan menilai sendiri siapa capres dan cawapres yang berafiliasi dengan produk yang berbahaya.
“Kami akan lihat apakah di debat capres soal kesehatan hal ini (zat adiktif) dibahas tentang pengendalian tembakau. Saya tidak yakin, bagaimana jawaban mereka saya akan menunggu mana yang akan melakukan itu,” ungkapnya.
Penulis: DP Sari & Gloria Fransisca Katharina Lawi
Editor: Irsyan Hasyim
Discussion about this post