Jakarta, Prohealth.id – Pada 14 Agustus 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan bahwa penyebaran cacara monyet perlu menjadi perhatian dunia.
Utamanya karena virus ini mungkin tidak hanya akan tersebar di wilayah Afrika, tetapi di negara-negara lain. Oleh karenanya, cacar monyet mendapat status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Keputusan ini menyusul peningkatan kasus Mpox di Republik Demokratik Kongo dan sejumlah negara di Afrika.
“Penting mewaspadai situasi darurat akibat cacar monyet, sehingga penting melaporkan temuan gejala dan kasus lebih dini. Meski cacar monyet terdeteksi paling banyak di Afrika, penting untuk segera menghentikan penularannya dan menyelamatkan nyawa manusia,” tuturnya melalui siaran pers.
Direktur Regional WHO Afrika, Dr. Matshidiso menyatakan bahwa perlu upaya yang kuat, konsisten, dan kolaboratif dengan komunitas masyarakat juga pemerintah guna menekan laju kasus cacar monyet.
“Dengan penyebaran virus, kini kita patut menguatkan koordinasi internasional untuk mendukung negara-negara lain mencegah dan menyudahi kasus cacar monyet,” tuturnya.
Penetapan status PHEIC ini merupakan kedua kalinya dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Sebelumnya, pada Juli 2022, WHO juga menyatakan status darurat serupa akibat penyebaran cacar monyet yang meluas ke berbagai negara di mana virus tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Status PHEIC tersebut kemudian dicabut pada Mei 2023 seiring dengan penurunan kasus secara signifikan di seluruh dunia.
Sejalan dengan keputusan WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) juga menyatakan status darurat cacar monyet di Afrika sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat untuk Keamanan Kontinental atau Public Health Emergency of Continental Security (PHECS) pada 13 Agustus 2024.
Plh. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Yudhi Pramono, MARS menegaskan bahwa Indonesia akan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman penularan cacar monyet.
“Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan meningkatkan kewaspadaan dan menyiapkan langkah-langkah kesiapsiagaan dan respons terhadap cacar monyet. Karena telah ditetapkan sebagai PHEIC oleh WHO,” terang Yudhi di Jakarta, Sabtu (17/8/2024).
Cacar monyet di Indonesia telah masuk kategori Penyakit Emerging Tertentu Berpotensi Wabah. Sehingga upaya penanggulangannya telah sesuai dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/1977/2022.
Yudhi menyatakan antisipasi melalui meningkatkan pengawasan orang, alat angkut, barang dan lingkungan di pintu masuk negara, khususnya yang berasal dari negara terjangkit. Berikutnya dengan meningkatkan surveilans penyakit cacar monyet di pintu masuk dan wilayah; meningkatkan koordinasi kesiapsiagaan dan respons dengan stakeholder terkait di pintu masuk negara dan di wilayah.
“Dan serta meningkatkan edukasi dan komunikasi risiko bagi masyarakat di pintu masuk,” jelas Yudhi.
Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, M.K.M menambahkan urgensi peningkatan pengawasan di pintu masuk negara. Khususnya pengawasan dari negara-negara terjangkit cacar monyet melalui skrining suhu. Misalnya dengan menggunakan thermal scanner.
“Untuk kewaspadaan terhadap penyebaran kasus cacar monyet, juga dilakukan pemantauan secara visual terhadap tanda atau gejala penyakit tersebut pada pelaku perjalanan,” tambahnya.
Berdasarkan laporan Technical Report Mpox di Indonesia Tahun 2023, proses surveilans cacar monyet melalui penguatan deteksi kasus aktif di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pada kelompok berisiko tinggi. Mayoritas kasus ada pada pasien dengan orientasi homoseksual (LSL). Setiap ada penemuan kasus selanjutnya melalui tahap penyelidikan epidemiologi, termasuk pelacakan kontak.
Berdasarkan data hingga Agustus 2024, Indonesia telah melaporkan sebanyak 88 kasus konfirmasi cacar monyet sejak pada 2023-2024.
“Ada 73 kasus pada 2023 dan 14 kasus pada 2024,” ungkap Plh. Dirjen P2P Yudhi Pramono.
Data Situasi Penyakit Infeksi Emerging periode 28 Juli-3 Agustus 2024 menyebutkan, pada 2022 Indonesia melaporkan kasus cacar monyet pertama kali tanggal 20 Agustus 2022. Saat itu tercatat sebanyak satu kasus konfirmasi.
Pada 13 Oktober 2023, Indonesia kembali melaporkan kasus konfirmasi. Tidak terdapat penambahan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia pada 28 Juli-3 Agustus 2024.
Kasus cacar monyet terakhir pada minggu ke-23 tahun 2024. Kasus konfirmasi cacar monyet di Indonesia tersebar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sepanjang 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2024, WHO menerima laporan total kumulatif 99.176 kasus konfirmasi cacar monyet. Termasuk 208 kematian, dari 116 negara di wilayah regional WHO. Laporan mencatat 934 kasus baru, dengan 4 kematian dari 26 negara pada Juni 2024.
Sebagian besar kasus baru pada Juni 2024 dari wilayah Afrika sebanyak 61 persen. Selanjutnya di wilayah Amerika 19 persen, dan wilayah Eropa 11 persen.
Menurut laporan “Multi-country outbreak of Mpox. External Situation Report 35” terbitan WHO pada 12 Agustus 2024, wilayah regional Afrika melaporkan peningkatan jumlah kasus cacar monyet. Tercatat, yakni 567 kasus pada Juni 2024 dari 465 kasus pada Mei 2024. Di Wilayah Afrika, Republik Demokratik Kongo melaporkan sebagian besar kasus konfirmasi cacar monyet 96 persen.
Semua sekuens dari kasus wabah cacar monyet di Afrika Tengah dan Timur berjenis virus cacar monyet (MPXV) Clade I. Clade I MPXV saat ini dianggap lebih parah dibandingkan Clade II MPXV. Alasannya karena memiliki kecenderungan sakit berat dan tingkat kematian lebih tinggi.
Adapun, sekuens MPXV di Indonesia yang tercatat pada Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) pada 2023 berjenis Clade IIb. Clade IIb memiliki kecenderungan gejala ringan dan tingkat kematian rendah.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post