Sekitar pukul 03.50 WIB, Faisal ‘Basri’ Batubara, pemikir ulung yang terkenal dengan kritik-kritik pedas nan substansial terkait ekonomi Indonesia itu berpulang. Pada usia 65 tahun, Faisal mengembuskan nafas terakhirnya di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Ia memang mengalami penurunan kesehatan sepulang menghadiri undangan para petani di Dairi, Sumatra Utara pada Rabu, 28 Agustus 2024. Kehadiran Faisal mendampingi dan mendukung masyarakat Dairi yang menolak keberadaan tambang seng di daerah mereka, karena tambang itu akan mengancam keselamatan ratusan ribu penduduk Dairi. Pada 30 Agustus 2024, Faisal sempat mencuit melalui akun X, “Rakyat Dairi bertekad bulat melawan kehadiran tambang.”
Keberanian dan kesetiaan Faisal bersama rakyat terbukti dari pergerakan ia yang penuh antusias bersama masyarakat. Sayangnya kecintaan Faisal harus bertabrakan dengan kondisi fisik yang menurun. Ia pun masuk ruang intensive unit care sepulang dari Dairi, tetapi sempat membaik pada Rabu, 4 September malam.
Pemilik nama asli Faisal Batubara ini adalah tokoh intelektual yang punya keteguhan berpikir, menjaga integritas, dan konsisten memperjuangkan perbaikan sistem. Salah satu yang paling unik dari sosok Faisal adalah cara dia menganalisis kondisi ekonomi tanpa melupakan lanskap sosial-politik-kultural masyarakat Indonesia. Bukti yang berkesan salah satunya adalah, Faisal sempat mengkritik keras kepemimpinan Sudirman Said sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016 karena tidak tegas dalam mengatasi mafia migas.
Sosok Faisal Basri memang salah satu ekonom kondang yang kontroversial Indonesia. Pria kelahiran 6 November 1959 ini adalah dosen senior di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Bagaimana tidak, Faisal telah mengajar mata kuliah ekonomi politik, ekonomi internasional, ekonomi pembangunan, dan sejarah pemikiran ekonomi di Universitas Indonesa sejak 1981 sampai tutup usia. Mulanya, Faisal hanya menjabat sebagai junior research assistant di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) pada tahun 1981. Perlahan karirnya merangkak, pada 1991 ia pun naik pangkat menjadi Wakil Direktur LPEM. Dua tahun kemudian, ia pun menjadi Direktur LPEM. Artinya sebagai seorang intelektual, Faisal meniti karir dengan konsisten hingga bisa menjadi Ketua Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan FEB UI dari 1995-1998. Ia bahkan menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta pada 1999-2003.
Dalam dunia perkuliahan, Faisal mengajar program Magister Akuntansi, Magister Manajemen, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia sejak tahun 1988. Konsisten dan komitmen tinggi Faisal pada ilmu pengetahuan dan daya kritis membawanya meraih gelar Dosen Teladan III Universitas Indonesia pada tahun 1996. Ia juga pernah meraih penghargaan FEUI Award pada tahun 2005 atas prestasi, komitmen, dan dedikasinya dalam bidang sosial kemasyarakatan.
Pria berdarah Batak Mandailing ini menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1985. Ia lalu meraih gelas master or arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, pada tahun 1988. Ia pun tercatat merupakan salah satu pendiri lembaga thinktank ekonomi di Indonesia, yaitu Institute for Development of Economics & Finance alias INDEF. Kala itu INDEF ia dirikan bersama beberapa tokoh sebut saja; Didik J. Rachbini, Fadhil Hasan, Didin Damanhuri, dan Nawir Messi. INDEF pun berkembang sampai hari ini menjadi lembaga riset yang independen dan otonom mengkaji kebijakan publik khususnya ekonomi dan keuangan.
Tak hanya berkarya sebagai akademisi, Faisal juga menjejak karir di bidang pemerintahan sebagai anggota Tim Perkembangan Perekonomian Dunia pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) tahun 1985-1987. Ia juga menjadi anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI pada tahun 2000.
Faisal juga pernah menajdi Koordinator Bidang Ekonomi, Panitia Kerja Sama Kebahasaan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (Babbim).
Laman Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Faisal Basri merupakan keponakan dari Wakil Presiden Ketiga RI, Adam Malik.
Menjadi intelektual tidak cukup tanpa upaya memberikan edukasi kepada publik melalui media massa. Tak heran jika Faisal cukup populer karena kerap menulis opini di berbagai media massa. Kemampuan Faisal yang ideal dalam menulis tak lepas dari pengalaman menjadi Redaktur Ahli Koran Minggu Metro pada 1999-2000. Ia bahkan pernah menjadi Dewan Pengarah Jurnal Otonomi yang diterbitlkan oleh Yayasan Pariba pada rentang waktu yang sama. Ia juga menjadi anggota Dewan Redaksi Majalah Kajian Ekonomi Bisnis Media Eksekutif, Program Extension FEUI pada tahun 1996-1998. Pernah juga Faisal menjadi Guest Editor pada NIPPON alias Seri Publikasi Monograf Pusat Studi Jepang UI. Faisal bahkan pernah menjadi anggota Ombudsman Kompas. Pada 2016, Kompas bahkan memberi apresiasi bagi Faisal berupa Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Jakob Oetama, Pendiri Kompas pada Hari Ulang Tahun Kompas yang ke-51. Faisal juga memiliki blog pribadi, dimana ia sangat rajin mempublikasikan buah pikirnya dalam tulisan melalui blog tersebut.
Menerobos Rimba Politik
Sebagai seorang cendekiawan yang berhadapan dengan kekisruhan dunia, Faisal pun terpanggil berdinamika dalam dunia politik. Merespon persoalan ekonomi yang kritis zaman Orde Baru, ia pun membentuk Majelis Amanah Rakyat (Mara) yang merupakan embrio dari Partai Amanat Nasional (PAN). Mara punya cita-cita memperjuangkan reformasi sehingga akhirnya ormas ini menjadi partai berlambang matahari biru pada 23 Agustus 1998. Sayangnya, kebersamaan Faisal dalam Pan tidak bertahan lama. Ia pun mengundurkan diri dari PAN akibat merasa kepentingan politik para elit partai telah membelenggu demokrasi internal partai.
Bermodalkan kenekatan, Faisal pernah menjadi calon gubernur DKI Jakarta dari jalur independen atau non partai. Ia menggandeng Biem Benyamin sebagai calon wakil gubernur pada tahun 2012. Faisal dan Biem berhasil mengumpulkan lebih dari 400 ribu kartu tanda penduduk (KTP) untuk memenuhi persyaratan maju Pilkada dengan jalur independen ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sayang, Faisal-Biem gugur dalam putaran pertama melawan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama, alias Ahok.
Sebagai ekonom yang taat dalam sistem manajemen keuangan negara, Faisal bersuara lantang untuk komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia akhirnya terlibat dalam pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Keteladanan tinggi dari sosok Faisal Basri membuat kita layak untuk merefleksikan dengan serius pepatah yang ia tuliskan dalam header blog pribadinya, “kesadaran nurani dan akal sehat”. Indonesia membutuhkan orang-orang seperti Faisal Basri, bergerak secara sadar nurani dan berakal budi yang sehat.
Selamat jalan Faisal Basri, keteladanan karya dan komitmenmu adalah warisan berharga bagi Indonesia yang terus berdinamika menghadapi tantangan zaman.
Discussion about this post