Depok, Prohealth.id – Prof. Dr. drg. Ririn Arminsih Wulandari, M.Kes., Guru Besar Tetap Bidang Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menyoal sanitasi pangan.
Prof. Ririn mengatakan, mutu atau kualitas dan keamanan pangan menjadi suatu urgensi untuk mendapatkan perhatian khusus. Hal ini agar makanan menjadi bermanfaat dan tidak menimbulkan risiko kesehatan. Higiene dan sanitasi makanan wajib menjadi landasan bagi industri katering, restoran, kafe, kantin, untuk menghasilkan produk pangan yang aman. Hal ini sangat relevan dengan penerapan Persyaratan Kesehatan Pangan Olahan Siap Saji dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023, yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.
Sanitasi pangan, yang mencakup kebersihan dan kesehatan dalam proses penyajian, distribusi, dan penyimpanan makanan, menjadi faktor penting dalam mewujudkan keamanan pangan. Persyaratan kesehatan pangan olahan siap saji tidak hanya mencakup aspek bangunan, peralatan, dan penjamah makanan, tetapi juga memperhatikan faktor risiko dari tiap jenis Tempat Pengolahan Pangan (TPP). Standar kebersihan yang ketat harapannya dapat mengurangi potensi kontaminasi dan penyakit yang dapat tertular melalui makanan.
“Penting bagi setiap usaha pengolahan pangan siap saji untuk mematuhi regulasi tersebut, untuk memastikan bahwa setiap makanan yang dihasilkan tidak hanya bergizi tetapi juga aman untuk dikonsumsi,” kata Prof. Ririn.
Lebih lanjut ia menjelaskan, reformasi kebijakan dalam bidang sanitasi pangan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Selain itu juga memperkuat ketahanan pangan dan gizi, dan mendukung ekonomi nasional. Kejadian insiden pangan yang tidak terkendali dapat berkembang menjadi keadaan darurat berskala internasional. Apalagi mengingat tingginya volume distribusi pangan antar negara.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya untuk membangun sistem keamanan pangan yang efektif. Salah satunya memperkuat peran tenaga kesehatan lingkungan. Keberadaan tenaga kesehatan lingkungan yang berkompeten dan terlatih di daerah sangat penting dalam mengontrol penerapan standar higiene dan sanitasi makanan. Serta dalam sistem manajemen keamanan pangan seperti Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Melihat pentingnya hal ini, Prof. Ririn menyampaikan bahwa pemberdayaan mahasiswa kesehatan lingkungan menjadi salah satu solusi. Selain memberikan manfaat bagi mahasiswa yang bersangkutan, keterlibatan mereka dalam penilaian TPP juga akan sangat membantu Dinas Kesehatan dalam meningkatkan jumlah TPP yang memenuhi syarat Sanitasi, Lingkungan, Higiene, dan Sanitasi (SLHS). Program ini dapat menjadi salah satu langkah untuk mengatasi kekurangan tenaga kesehatan lingkungan di Indonesia.
Sementara itu, implementasi kebijakan kesehatan pangan juga sejalan dengan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Khususnya dalam aspek keamanan pangan, perlindungan lingkungan, dan memastikan akses terhadap pangan yang aman, bergizi, dan berkelanjutan. Tenaga kesehatan lingkungan, profesional maupun mahasiswa, memiliki kesempatan besar berperan aktif mengoptimalkan pengawasan dan pelaksanaan higiene. Serta sanitasi pangan yang lebih baik di Indonesia.
Integrasi Sanitasi Pangan dalam Program Pemerintah
Keamanan pangan olahan siap saji juga menjadi bagian dari program pemerintah yang sangat relevan dengan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Secara khusus dalam mengatasi masalah stunting.
Janji “Makan Bergizi Gratis” dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bersama dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Program ini menyasar 83 juta orang dari kelompok usia dini hingga dewasa muda serta ibu hamil.
Program ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional, Kementerian Agama, TNI, dan Lembaga terkait lainnya. Salah satu dukungan dari Kementerian Kesehatan adalah memastikan bahwa pangan dalam program tersebut tidak hanya bergizi tetapi juga aman untuk konsumsi. Hal ini menjadi tantangan yang besar, mengingat adanya wilayah tertinggal, terdepan, terluar (3T) yang menjadi prioritas penerima manfaat.
Dalam konteks ini, Prof. Ririn mengatakan bahwa tenaga kesehatan lingkungan memainkan peran yang sangat penting. Utamanya dalam memastikan bahwa setiap makanan yang diberikan melalui program ini aman, higienis, dan layak konsumsi, serta bebas dari kontaminasi. Oleh karena itu, pengawasan terhadap standar higiene dan sanitasi pangan menjadi bagian integral dari kesuksesan program ini.
“Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, tenaga kesehatan lingkungan, dan masyarakat, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan. Tidak hanya cukup tetapi juga aman, bergizi, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Prof. Ririn.
Ikut hadir dalam prosesi pengukuhan Prof. Ririn sebagai guru besar ada; guru besar FMIPA UI Prof. Dr. Djarwani Soeharso Soejoko, MS., dan guru besar FKM Universitas Airlangga Prof. Dr. drh. Ririh Yudastui, M.Sc.
Sampai dengan saat ini, Prof. Ririn aktif melakukan berbagai penelitian dan terbit di berbagai jurnal nasional maupun internasional. Beberapa di antaranya berjudul Investigations on the risk factors of Acute Respiratory Infections (ARIs) among under-five children in Depok City, Indonesia (2024); Analysis of Climate and Environmental Risk Factors on Dengue Hemorrhagic Fever Incidence in Bogor District (2024); dan Root Cause Analysis: Solid Waste Management (Case Study on Market) (2023).
Prof. Ririn merupakan guru besar ke-33 UI tahun ini. Sebelum menjadi guru besar, Prof. Ririnmenjalani pendidikan sarjana hingga doktor di UI. Pada 1979, ia menamatkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UI. Kemudian, ia menyelesaikan program magister di FKM UI pada 1990. Masih di fakultas yang sama, ia berhasil mendapatkan gelar Doktor Epidemiologi pada 2004.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post