Jakarta, Prohealth.id – Indonesia Institute of Jurnalism (IIJ) bekerjasama dengan Envmission menyoroti dampak penting dari sisa makanan dalam memicu pemanasan dunia.
Kepala Envmission Gusti Raganata mempunyai catatan penting dalam permasalahan sisa makanan yang berasal dari hotel, rumah tangga, restoran, cafe, dan pelaku usaha lainnya.
“Ada kenaikan 10-15 persen sampah makanan. Yogyakarta itu TPA-nya sudah penuh. Kami juga menyoroti banyaknya asap yang berkaitan dengan gas meta, akan menyebabkan masalah baru kalau tidak di mitigasi,” ujar Gusti pada Jumat, 29 November 2024 lalu.
Ia menyebut, kalau ada TPA baru gagal berjalan hal itulah yang bisa membawa problem baru. Oleh karenanya, edukasi untuk pemisahan limbah menjadi penting. Kalau tidak bisa berjalan dengan baik, ini akan membawa kondisi darurat jangka panjang.
“Untuk memitigasi ini biasanya pemerintah akan menekan pelaku usaha untuk mengatur limbah atau sampah sisa makanannya,“ ungkapnya.
Gusti menekankan permasalahan darurat sisa makanan membutuhkan kolaborasi yang kuat. Khususnya dari kelompok masyarakat sipil, pemerintah, pelaku usaha, serta elemen lainnya. Ia mengingatkan ada cara untuk memanfaatkan sisa sampah makanan dengan inovatif.
Salah satu pelaku usaha, Pegita Yuni Sustainability Officer dari PT MAKA, atau Kopi TUKU berkata bahwa selama ini pihaknya mempunyai komitmen dalam menekan pemanasan global. Salah satu kiatnya dengan tidak menggunakan plastik untuk konsumsi. Ia menyatakan daur ulang untuk membuat kantong krimer untuk dijual ke beberapa toko, khususnya, oleh pemberdayaan 11 keluarga di bawah naungan Kopi TUKU.
Saat ini totalnya ada 62,259 penjualan kantong krimer dari hasil daur ulang. Alhasil ada pendapatan untuk komunitas pengepul dengan pencapaian 1,2 ton limbah tekstil yang terkumpul di toko. Kemudian pengolahan limbah tekstik tersebut bekerja sama dengan Table.
“Kemungkinan ada ide-ide yang akan hadir. Kita memang kerjasama dengan vendor, untuk sampah organik kami buatkan biogas atau biomassa,” ujarnya.
Maulana Yusuf selaku Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap agar pemerintah untuk bisa berkolaborasi positif. Ia menilai para pelaku usaha selama ini berkontribusi terhadap retribusi dari pendapatan asli daerah (PAD). Adapun kontribusi sampah dari pariwisata dan hotel sangat besar. Untuk rata-rata saja 1 kilogram sampah per malam, umumnya lebih dari separuh adalah sampah kertas, plastik, dan kardus.
Yusul menambahkan ada tiga permasalahan dan tantangan pengelolaan sampah yakni infrastruktur, edukasi, dan regulasi. Pelaku usaha umumnya merencanakan kreasi makanan, pemilahan sampah organik, mengelola foodwaste. Sehingga, para pelaku usaha selalu inovatif dengan pemanfaatan teknologi. Bahkan ada nilai ekonomi dengan jaminan tidak akan merugi jika mengelola program ini.
Pola ini pernah berlangsung di Semarang, ketika PHRI Jawa Tengah bekerja sama dengan pemerintah daerah. Kegiatannya dengan donasi dan membahas stunting yang menargetkan masyarakat kurang mampu dan berpotensi gizi buruk. Melalui program yang digelar di hotel dengan makanan berlimpah, sisa makanan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (Pemda). Sehingga selanjutnya, Pemda yang menyerahkan kontribusi sisa sampah makanan untuk pengolahan kepada kelompok masyarakat atau pengusaha daur ulang sampah.
Penulis: Khudori
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post