Menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan yang bahagia adalah tantangan besar bagi para jurnalis. Menurut laporan State of Work-Life Balance in Journalism dari Muck Rack, sekitar 96 persen jurnalis mengaku kesulitan “mematikan diri” setelah bekerja. Adapun tingkat stres yang rata-rata tujuh dari skala sepuluh.
Sebagian besar jurnalis bekerja lebih dari 40 jam per minggu, bahkan 13 persen di antaranya melampaui 51 jam per minggu. Kondisi ini semakin diperburuk oleh kebutuhan untuk selalu aktif, menangani lebih dari empat proyek secara bersamaan, dan gaji yang tidak sepadan.
“Kami meliput bencana, perang, kecelakaan, kriminalitas, dan mewawancarai korban. Itu semua membekas dan mempengaruhi mental,” kata Dandhy Laksono, jurnalis senior yang juga pembuat film dokumenter.
Hal ini menjelaskan mengapa 56 persen jurnalis pernah mempertimbangkan untuk berhenti bekerja dalam setahun terakhir karena kelelahan. Tidak sedikit pula yang benar-benar meninggalkan profesi ini karena tekanan yang terus meningkat.
Untuk membantu mengatasi persoalan ini, Yayasan Cahaya Cinta Kasih menginisiasi sesi meditasi bagi jurnalis di Plaza Indonesia, Jakarta, pada Jumat (29/11/2024). Sesi ini dipandu oleh “Bunda” Arsaningsih, guru meditasi bersertifikat Professional Spiritual Healer, menggunakan metode Soul Reflection.
Meditasi sebagai Solusi di Tengah Tekanan
Meditasi merupakan cara efektif untuk membersihkan energi negatif dan memulihkan keseimbangan mental. “Kesejahteraan dan kesehatan mental jurnalis itu penting. Mereka adalah jembatan komunikasi kita, dan meditasi adalah salah satu cara healing,” ujar Arsaningsih.
Ia menambahkan bahwa meditasi memiliki manfaat yang lebih dalam dibandingkan liburan singkat, yang hanya memberikan pelarian sementara.
Dalam sesi meditasi selama 30 menit tersebut, para jurnalis mengikuti instruksi refleksi diri yang mendalam. Nufus, salah satu peserta yang juga jurnalis di Jakarta, mengaku merasakan manfaat besar. “Awalnya saya datang dengan pikiran penuh, tetapi setelah meditasi, saya merasa lebih plong,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa jurnalis membutuhkan meditasi karena pekerjaannya rentan membuat stres. Setelah pandemi, banyak media mengalami disrupsi digital dan bisnisnya tidak baik-baik saja. Selain itu, beban pekerjaan jurnalis bertambah dengan topik liputan yang teramat banyak.
“Berdampak mental health kepada jurnalis, dan suatu saat bisa jadi bom waktu,” kata Nufus.
Wakil Pemimpin Redaksi IDN Times, Umi Kalsum, juga merasakan hal serupa. Meski awalnya merasa mengantuk saat mengikuti instruksi, ia mengaku pikirannya menjadi lebih ringan setelah meditasi selesai. “Meditasi seperti ini memberikan ruang yang lebih bebas untuk healing dibandingkan konseling di kantor,” katanya.
Tantangan Besar dalam Kesehatan Mental Jurnalis
Tidak hanya beban kerja, jam kerja panjang, dan gaji rendah, para jurnalis juga menghadapi tekanan besar selama masa-masa sibuk seperti tahun pemilihan umum. Survei menunjukkan 80 persen jurnalis sering bekerja di luar jam kerja setidaknya sekali seminggu, dan 69 persen di antaranya mengaku liburan mereka terganggu oleh pekerjaan.
Masalah kesehatan mental semakin parah akibat minimnya akses layanan kesehatan mental di tempat kerja. Hanya 25 persen jurnalis yang memiliki akses ke layanan ini, dan banyak yang merasa dukungan dari atasan mereka masih kurang memadai.
“Penting bagi jurnalis untuk mengakses layanan kesehatan mental, jangan sampai menumpuk sampah psikologis. Harus bisa mengelola mental kita dengan baik,” ujar Bunda Arsaningsih.
Pentingnya Meditasi untuk Keseimbangan Hidup
Meditasi tidak hanya menjadi alat untuk meredakan stres, tetapi juga cara untuk mengatasi kelelahan emosional yang dapat menjadi bom waktu jika dibiarkan.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Siawanto Agus Wilopo, meditasi menawarkan solusi non-obat yang lebih alami dan holistik. “Jangan sedikit-sedikit bergantung pada obat karena itu dapat memicu ketergantungan,” ujarnya.
Dengan metode Soul Reflection, meditasi memungkinkan individu untuk membersihkan energi negatif yang menghambat keseimbangan emosional dan mental, serta menemukan kejernihan pikiran.
“Meditasi membantu kita lebih mengenali jati diri, sehingga kita bisa menghadapi tekanan dengan lebih baik,” tambah Arsaningsih.
Bagi para jurnalis yang terus menghadapi tekanan berat, meditasi menjadi langkah konkret untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ini adalah bentuk investasi dalam kesehatan mental yang sangat pokok di tengah dinamika dunia jurnalistik yang serba cepat.
Penulis: Dian Amalia Ariani
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post