Laporan surveilans dari China mencatat peningkatan jumlah kasus HMPV, terutama pada anak-anak di bawah usia 14 tahun dan lansia di atas 65 tahun. Kendati belum ada peringatan keadaan darurat dari pemerintah China, peningkatan ini perlu diwaspadai.
Dalam upaya meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit infeksi pernapasan yang semakin menjadi perhatian global, RSPI Sulianti Saroso mengadakan webinar bertajuk “Kewaspadaan terhadap Infeksi Virus Pernapasan”. Kegiatan ini mengundang berbagai ahli dan pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Salah satu topik utama yang dibahas adalah Human Metapneumovirus (HMPV), virus RNA yang tengah ramai karena penyebarannya yang cepat dan potensi dampaknya terhadap kesehatan global.
Mengenal HMPV dan Bahayanya
HMPV adalah virus RNA yang pertama kali ada di Belanda tahun 2001. Virus ini menyerang saluran pernapasan dan menimbulkan gejala mirip flu biasa—batuk, pilek, hingga sesak napas. Dalam kasus berat, virus ini bisa memicu komplikasi serius seperti bronkitis atau pneumonia, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan mereka dengan imunitas lemah.
Endang Wulandari, Ahli Epidemiologi dari WHO Indonesia menyatakan meski peningkatan HMPV masih dalam batas normal dan tidak ada laporan wabah besar, tren ini tetap menjadi alarm pengingat.
“Virus pernapasan seperti HMPV punya potensi menjadi ancaman serius jika tidak diawasi dengan baik,” ungkap Endang.
Lebih jauh, Endang menjelaskan bahwa HMPV dapat menyebar melalui droplet ketika seseorang batuk atau bersin. Bisa juga melalui kontak langsung dengan penderita, atau menyentuh permukaan yang terkontaminasi. Meskipun belum ada vaksin spesifik atau antivirus untuk HMPV, terapi suportif seperti perawatan gejala menjadi pilihan utama.
Mengapa Kasus HMPV di China Meningkat?
Para ahli menyebut bahwa peningkatan kasus HMPV di China bisa berkaitan dengan musim dingin yang menjadi waktu ideal bagi banyak patogen pernapasan untuk menyebar. Data surveilans sentinel di negara tersebut menunjukkan peningkatan infeksi pernapasan akut, termasuk HMPV, RSV, dan influenza. Namun, situasi ini masih sesuai pola musiman tahunan, dengan intensitas lebih rendah daripada tahun sebelumnya.
Dalam paparannya, Endang menyebut bahwa patogen pernapasan seperti influenza, RSV, dan HMPV menunjukkan pola musiman dengan peningkatan aktivitas di negara-negara empat musim seperti Eropa dan Asia Timur.
“Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, aktivitas influenza cenderung meningkat saat pergantian musim, meskipun tidak sampai menimbulkan keadaan darurat,” jelas Endang.
Menurut Dr. Vivi Setiawaty, Direktur SDM, Pendidikan, dan Penelitian RSPI, China memiliki sistem surveilans yang sangat baik, sehingga tren ini dapat terdeteksi lebih awal.
“Namun, penting bagi kita untuk mempelajari tren ini sebagai langkah preventif, karena pola serupa bisa saja terjadi di negara lain.”
Indonesia sebagai Hotspot Penyakit Infeksi Emerging
Indonesia, sebagai negara tropis, memiliki karakteristik berbeda dari negara-negara empat musim. Infeksi pernapasan seperti influenza dan HMPV tidak selalu mengikuti pola musiman, melainkan dapat meningkat sewaktu-waktu, terutama saat pergantian musim.
“Indonesia adalah hotspot untuk penyakit infeksi emerging. Faktor seperti mobilitas tinggi, kepadatan penduduk, dan minimnya kesadaran akan perilaku hidup bersih menjadi tantangan besar,” jelas Dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Ia menambahkan bahwa penguatan surveilans laboratorium menjadi kunci dalam mendeteksi dini patogen seperti HMPV.
Kementerian Kesehatan sejauh ini belum mencatat adanya peningkatan kasus HMPV di Indonesia. Namun, surveilans terhadap infeksi pernapasan tetap menjadi prioritas.
“Kami terus memantau tren penyakit pernapasan, termasuk HMPV. Saat ini, belum ada data yang menunjukkan lonjakan kasus di Indonesia. Namun, kami tetap mengimbau masyarakat untuk waspada,” jelas Dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kemenkes.
Salah satu tantangan terbesar di Indonesia adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pencegahan. Banyak orang masih menganggap sepele gejala seperti batuk atau pilek, padahal ini bisa menjadi awal dari infeksi yang lebih serius. Selain itu, akses ke fasilitas kesehatan di daerah terpencil sering kali terbatas, membuat deteksi dini menjadi sulit.
Meski kasus HMPV di Indonesia belum menjadi perhatian utama, masyarakat tetap diimbau untuk waspada. Beberapa langkah sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala pernapasan dapat membantu mencegah penyebaran.
Pelajaran dari Pandemi COVID-19
Sejarah telah mengajarkan kita bahwa virus, sekecil apa pun, bisa membawa perubahan besar. Pandemi COVID-19 adalah bukti nyata betapa cepatnya virus dapat menyebar jika dunia lengah. HMPV mungkin bukan ancaman besar saat ini, tetapi kewaspadaan tidak pernah salah.
Sebagaimana kata Dr. Pompini A. Sitompul, Ketua Pokja Penyakit Infeksi Emerging RSPI, menyatakan kewaspadaan terhadap virus pernapasan tidak hanya soal menjaga kesehatan individu, tetapi juga tentang melindungi komunitas.
“Langkah kecil yang kita ambil hari ini bisa menyelamatkan banyak nyawa di masa depan,” dr. Pompini
Dengan latar belakang peningkatan kasus HMPV di China, Indonesia memiliki kesempatan untuk belajar dan memperkuat sistem kesehatannya. Tidak ada salahnya untuk waspada, karena seperti pepatah lama, “Mencegah lebih baik daripada mengobati.”
Kontribusi Masyarakat
Masyarakat Indonesia diimbau untuk tidak panik tetapi tetap waspada. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk melindungi diri dan keluarga dari HMPV dan virus pernapasan lainnya.
Pertama, jaga kebersihan tangan. Misal; cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setidaknya selama 20 detik.
Kedua, gunakan masker. Terutama di tempat-tempat ramai atau saat sedang sakit. Ketiga, perhatikan gejala. Jika mengalami gejala seperti demam, batuk, atau sesak napas, segera periksakan diri ke dokter.
Keempat, tingkatkan imunitas. Dengan mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga, dan cukup tidur.
Penulis: Dian Amalia Ariani
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post