Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan LBH Padang yang menggugat PLTU Ombilin. Kejadian ini bermula pada kondisi yang terjadi di lingkungan masyarakat Desa Sijantang Koto, Kecamatan Tawali, Kabupaten Sawahlunto, Sumatra Barat setiap hari menghirup udara kotor dan sisa bakaran dari PLTU Ombilin.
Novita Indri, Juru Kampanye Energi Trend Asia mengatakan putusan oleh PTUN Jakarta mengecewakan. Namun, keputusan itu juga tidak mengagetkan bafginya.
“Siang tadi kami mendapat keputusan buruk. Jadi, fakta-fakta yang terjadi di lapangan itu tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Bahwa seolah-olah negara melakukan pembiaran PLTU Ombilin,” ujarnya saat konferensi pers, 21 Januari 2025 lalu.
Novita menyebut, etika sanksi dari tahun 2018 adalah sanksi administrasi. Selama itu juga masyarakat menanggung dampak negatif. Salah satunya, anak yang terganggu perkembangannya, tetapi tidak ada langkah konkrit untuk mengatasi hal ini.
“KLHK bukannya memperpanjang teguran atau pencabutan PLTU Ombilin. Seharusnya, KLHK hadir agar bisa menjamin hidup masyarakat. Nah, negara tidak hadir disitu,” ujarnya.
Novita menyebut keputusan PTUN Jakarta memantik api-api perjuangan menghadapi kejahatan perusahaan. Ia ingin, dengan aksi turun ke jalan, masyarakat sipil mencoba menyikapi dengan bijak. Khususnya karena banyak fakta-fakta yang ditutupi ketika di sidang terbuka.
“Baru kita ketahui fakta-fakta di lapangan ketika sidang. Kita berhak tahu soal itu. Kami berharap gugatan ini terlepas dari kekalahan, dan memberikan pembelajaran ke depannya” ungkap Novita.
Perempuan dan anak-anak adalah kelompok rentan. Khususnya terhadap dampak kesehatan langsung dan tidak langsung. Atau pun dampak secara ekonomi, karena satu wilayah ada tiga sample yang terkontaminasi mangan. Maka sangat berbahaya menggunakan air untuk aktivitas sehari-hari seperti mandi dan sebagainya.
Novita menegaskan pemerintah perlu menindaklanjuti data-data ini secara komprehensif dan secara menyeluruh. Selain karena pemerintah punya kewajiban melindungi rakyat. Apalagi ketika sudah ada bukti, seharusnya negara melakukan hal seperti ini karena negara punya semua kapasitasnya dan wajib.
Awal Mula Polemik PLTU Ombilin
LBH Padang melayangkan gugatan ke KLHK di PTUN Jakarta pada 20 Juni 2024. Pasalnya, KLHK tidak menindaklanjuti sanksi yang ia jatuhkan kepada PLTU Ombilin melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.5550/MENLHK-PHLHK/PPSA/GKM.0/0/2018 tahun 2018. Surat itu berisi sanksi atas pencemaran lingkungan.
Ada juga pelanggaran berat berupa rusaknya cerobong diesel dan firefighting serta kontaminasi FABA di beberapa titik di Desa Sijantang Koto. PLN sebagai pengelola PLTU Ombilin baru memulai pemulihan kontaminasi lima bulan selang gugatan oleh LBH Padang. Padahal PLTU Ombilin seharusnya selesai melakukan pemulihan lingkungan pada 2 Maret 2019.
Penundaan pemulihan oleh PLN memperburuk dampak lingkungan dan kesehatan akibat ada kontaminasi berkepanjangan. Apalagi FABA masuk kategori limbah beracun B3 pada 2017. FABA dari PLTU Ombilin menumpuk di lima titik. Pertama, daerah perambahan PT.AIC seluas 10 hektare sebanyak 432.000 ton. Kedua, daerah Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah, Nagari Talawi, Kecamatan Talawi. Ketiga, daerah Tandikek Bawah, Desa Sijantang, seluas 5 hektare sebanyak 200.000 ton. Keempat, di samping stockpile batubara seluas 0,7 hektare. Kelima, di lapangan hijau belakang pool kendaraan seluas 1 hektare.
Adrizal selaku kuasa hukum LBH Padang mengatakan penolakan gugatan ini menambah catatan impunitas di tahun baru. Katanya, putusan ini adalah bentuk kegagalan negara dalam memastikan serta melindungi hak asasi manusia. Pasalnya, banyak temuan di lapangan aktivitas-aktivitas PLTU Ombilin merugikan warga. Misalnya, hasil dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bahwa 76 persen terjadi kerusakan pada bagian paru-paru anak SD.
“Kita melihat ini kejahatan luar biasa, tidak diterimanya gugatan ini seolah negara hadir untuk memberikan impunitas,” katanya.
Adrizal juga sangat menyayangkan Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini, menolak legal standing tanpa mempertimbangkan kejahatan dan pelanggaran yang terjadi di PLTU Ombilin.
Kata Adrizal, sudah ada gugatan PTUN Padang. Saat itu LBH ladang berhasil, karena ada eksekusi Gubernur Sumatra Barat dengan mencabut 26 izin. Lalu ada kewajiban PT Ombilin untuk menjalankan sanksinya. Itu ada tujuh sanksi. Namun perusahaan tidak melaksanakan poin 6, maka ada penugasan lain. Sayangnya, Kementerian Lingkungan Hidup tidak kunjung melakukan penegakan sanksi. Apabila tidak berjalan baik sebagian atau seluruhnya, maka sanksi harus lebih berat berbentuk pembekuan atau pencabutan ini.
“Majelis Hakim mengalami sesat pikir dan keliru. Sehingga menjadikan putusan ini legal standing, kami disebutkan bukan sebagai organisasi lingkungan hidup,” ujarnya.
Penulis: Ahmad Khudori
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post