Jakarta, Prohealth.id – Sejumlah lembaga masyarakat sipil bersama organisasi profesi kesehatan menyoroti serius klaim rokok elektronik lebih sehat daripada rokok konvensional.
Salah satu laporan yang menjadi sorotan konflik kepentingan adalah “Lives Saved Report: Saving 4.6 Million Lives in Indonesia” terbitan Health Diplomats, sebuah lembaga konsultan menerima pendanaan dari British American Tobacco (BAT).
Laporan ini melibatkan akademisi dari Universitas Padjadjaran, yaitu Amaliya dan Ronny Lesmana. Keduanya memiliki rekam jejak pernah bekerja sama dengan industri tembakau melalui Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) dan Foundation for a Smoke-Free World (FSFW)—lembaga yang mendapat dana dari Philip Morris International (PMI). Klaim tersebut salah satunya adalah studi jangka panjang yang menunjukkan tingkat keberhasilan berhenti merokok dengan menggunakan rokok elektronik yang dipertanyakan keabsahaanya.
Hubungan ini menimbulkan kekhawatiran mengenai integritas penelitian serta potensi bias dalam hasil laporan.
Selain laporan tersebut, berbagai tinjauan sistematis yang mereka terbitkan juga dinilai memiliki keterbatasan metodologis yang dapat berkontribusi terhadap bias dalam kesimpulan yang diambil. Misalnya, studi “Effectiveness and Safety Profile of Alternative Tobacco and Nicotine Products for Smoking Reduction and Cessation” mengevaluasi efektivitas produk tembakau dan nikotin alternatif dalam membantu perokok mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok. Sementara itu, tinjauan “Gingival Inflammatory Response in Tobacco Smokers Compared to Vapers” membandingkan respons inflamasi antara perokok tembakau dan pengguna rokok elektronik.
Kedua studi tersebut hanya berfokus pada hasil jangka pendek tanpa memberikan analisis menyeluruh terkait efektivitas dan keamanan produk dalam jangka panjang. Selain itu, penelitian ini cenderung mengabaikan dampak negatif yang lebih luas terhadap organ tubuh.
Berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rokok elektronik tetap mengandung zat berbahaya. Di dalamnya terbukti ada nikotin sehingga bukan sebagai alat bantu berhenti merokok. WHO juga menegaskan bahwa rokok elektronik dapat menjadi pintu gerbang bagi pengguna untuk beralih ke rokok konvensional.
Telah banyak yang membantah klaim bahwa rokok elektronik 95 persen lebih aman dari rokok konvensional. Apalagi hingga kini belum ada bukti mengenai dampak jangka panjang dari penggunaannya. Oleh karena itu, perlu prinsip kehati-hatian harus dalam menyusun kebijakan terkait produk ini.
Mouhamad Bigwanto, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) menyatakan, penelitian dan laporan dengan sumber dana dari industri rokok menuntut siapapun harus berhati-hati.
“Industri tembakau terus berusaha membentuk narasi bahwa produk mereka lebih aman, padahal bukti independen menunjukkan risiko kesehatan yang tetap signifikan,” katanya.
Ketua Umum Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, menambahkan, bahwa rokok elektronik bukan solusi bagi perokok. Sebaliknya, adalah ancaman baru bagi kesehatan masyarakat.
“Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi tidak dipengaruhi oleh kepentingan industri dan tetap berorientasi pada kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Beladenta Amalia, Project Lead for Tobacco Control Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), menambahkan gugatannya. Ia menyebut, studi-studi yang sarat kepentingan industri ini memperlemah kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
“Jumlah pengguna rokok elektronik, terutama di kalangan orang muda, dapat terus bertambah. Alhasil masa depan mereka yang jadi korban jika regulasi berpihak pada keuntungan komersial industri,” ungkapnya.
Menurut data terbaru, sedikitnya 39 negara telah menerapkan larangan total terhadap rokok elektronik. Sementara Indonesia masih memiliki regulasi yang lebih longgar.
Sekjen Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), drg. Tari Tritarayati, SH, MHKes, menekankan bahwa belum ada dampak kesehatan rokok elektronik jangka panjang. Namun tentu tidak bisa membiarkan produk ini melakukan promosi tanpa regulasi yang ketat.
“Hal ini menjadi landasan kebijakan di hampir semua negara yang menerapkan larangan total; alih-alih mengambil keuntungan finansial dari situasi ketidakpastian. Negara mengutamakan perlindungan warga terutama generasi mudanya dengan menjunjung prinsip kehati-hatian (precautionary principles).”
Masyarakat sipil dan organisasi profesi kesehatan menekankan bahwa kebijakan terkait rokok elektronik harus tetap berorientasi pada kesehatan masyarakat.
Penulis: Ahmad Khudori
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post