Jakarta, Prohealth.id – Perempuan sering kali kurang mendapat perhatian dalam kebijakan kesehatan publik. Kebijakan yang tidak inklusif ini pun menjadi momen refleksi dalam peringatan Hari Perempuan Internasional pada tahun ini yang mengusung tema “Aksi Percepatan”.
Situasi tersebut yang mendorong Ni Made Shellasih untuk terlibat dalam advokasi kebijakan pengendalian rokok. Dia pada awalnya menganggap dampak rokok sebatas pada kesehatan fisik.
Pemahamannya kemudian jauh berubah setelah mendalami dampak negatif rokok khususnya bagi perempuan. Dia menilai perempuan masih menghadapi beban ganda yang diakibatkan dari industri rokok.
Dampak rokok sangat luas. Rokok mempengaruhi aspek ekonomi, lingkungan, perlindungan anak, dan banyak hal lainnya yang lebih bersifat multidimensi.
Menempuh Jalan Panjang Advokasi
Perjalanan panjang cukup panjang telah ia lalui oleh lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat ini. Mulai pada 2019 saat dia bergabung dengan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS – UI) sebagai Program dan Media Officer serta Junior Researcher. Selanjutnya beralih ke Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) di mana saat ini menjabat sebagai Program Manager.
“Satu dari dua laki-laki di Indonesia adalah perokok aktif. Berarti di luar sana masih banyak perokok pasif terutama perempuan, anak, dan lansia. Angka kematiannya juga tinggi untuk perokok pasif.” Demikian ungkap perempuan yang akrab dengan panggilan Shella.
Perempuan juga seringkali menjadi sebagai target pemasaran dan sebagai korban dampak. Jumlah perokok perempuan meningkat berdasarkan data Global Tobacco Survey dan ini menunjukkan sebenarnya kesetaraan gender harus mencakup perlindungan kesehatan dari target industri rokok.
Perjuangan perempuan dalam pengendalian rokok ini bukan hanya soal kesehatan, tetapi melibatkan hak ekonomi dan hak asasi manusia. Mengingat banyak perempuan yang kehilangan kesempatan ekonomi akibat rokok.
Dia pun menyoroti dampak negatif industri rokok terhadap hak perempuan atas kesehatan. Perempuan yang menjadi perokok pasif sebagai dampak dari paparan asap rokok di rumah atau tempat kerja sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.
Selain itu perokok perempuan berisiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru atau penyakit jantung. Bila hamil bisa berisiko komplikasi tidak hanya kepada ibu tetapi juga mungkin anak dalam kandungan.
Paparan asap rokok selama kehamilan bisa menyebabkan bayi lahir prematur, berat badan bayi rendah, atau bahkan kematian bayi.
“Banyak riset yang menunjukkan baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi bisa menyebabkan anak menjadi stunting akibat rokok,” tambah Shella.
Sedangkan pekerja perempuan di sektor industri tembakau berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat paparan debu tembakau, nikotin, serta tuntutan pekerjaan yang tinggi. Kondisi kerja yang buruk seperti jam kerja yang panjang dan upah rendah semakin memperburuk ketimpangan gender dalam sektor ekonomi. Sedangkan perempuan seringkali harus mengelola pengeluaran rumah tangga yang lebih besar untuk rokok ketimbang kebutuhan dasar.
Budaya Populer
Seringkali citra perempuan menjadi andalan dalam iklan rokok. Hal ini tampak dalam budaya populer seperti film “Gadis Kretek”. Terkait hal tersebut maka Shella memandang pentingnya untuk mempertanyakan narasi yang membentuk persepsi publik atas perempuan dan rokok.
Sementara narasi industri yang beredar menyesatkan sehingga jangan sampai perempuan justru terjebak dalam perangkap itu.
“Pada dasarnya dampak yang dialami perempuan akibat rokok itu multidimensi,” ungkapnya.
IYCTC dalam mendukung kesetaraan gender ini menyajikan informasi di situs Pilihan Tanpa Beban agar publik bisa melihat lebih jelas narasi yang sering digencarkan industri rokok.
Di samping itu strategi pemasaran industri rokok sebetulnya menargetkan perempuan sebagai konsumen baru terutama generasi mudanya. Ini dilakukan lewat penawaran produk rokok dalam kemasan elegan, varian rasa yang menarik, hingga menampilkan perempuan dalam iklan rokok sebagai simbol kebebasan dan gaya hidup.
Namun Shella menegaskan hal tersebut hanyalah strategi manipulatif. “Sebenarnya itu hanya strategi untuk menjerat perempuan agar menjadi pelanggan tetap dari industri rokok.”
Menuju Kesejahteraan Perempuan
Hambatan utama perempuan dalam kebijakan pengendalian rokok adalah kurangnya keterwakilan perempuan dalam pengambilan kebijakan. Hal ini makin parah dengan dominasi politik oleh laki-laki, dan minimnya kepemimpinan perempuan di sektor kesehatan. Industri rokok sering kali turut menggunakan kekuatan politik dan ekonomi untuk melemahkan regulasi sehingga membuat perjuangan pengendalian rokok semakin sulit.
Bertautan dengan itu maka Shella menyarankan perlunya peningkatan peran perempuan dalam merancang kebijakan kesehatan yang lebih inklusif. Selain itu juga menciptakan lingkungan kerja yang ramah terhadap kesehatan perempuan guna mempercepat perubahan. Termasuk di kawasan tanpa rokok yang dapat melindungi perempuan terutama ibu hamil dan pekerja perempuan di sektor informal.
Kesetaraan gender dalam konteks kesehatan berarti perempuan harus memiliki akses yang setara atas informasi, perlindungan, dan layanan kesehatan tanpa diskriminasi. Namun perempuan masih menghadapi hambatan lebih besar dalam hal ini seperti stigma sosial dan kurangnya program yang efektif untuk membantu perempuan berhenti merokok. Karena itu perlu lebih mengefektifkan kembali kebijakan yang ada saat ini termasuk implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 serta memperkuat layanan berhenti merokok.
“Hal ini mungkin bisa dengan desain khusus perempuan sehingga lebih mengetahui kebutuhan spesifik sesuai kebutuhan perempuan itu dan memastikan kebijakan kesehatan yang lebih inklusif.”
Shella berharap dengan mengekang industri rokok dan desakan pada pemerintah untuk memperkuat regulasi maka perempuan dapat lebih terlibat dalam pengambilan Keputusan. Dalam jangka panjang juga mempercepat pencapaian kesetaraan gender. Kerja sama antara pemerintah, lembaga swadaya, dan organisasi perempuan menjadi kunci dalam melawan dampak negatif industri rokok terhadap perempuan.
Dia menekankan pengendalian rokok menjadi bagian penting dalam perjuangan mencapai kesetaraan gender. Hal ini terkait dengan hak perempuan atas kesehatan, kesejahteraan ekonomi, dan perlindungan dari eksploitasi industri rokok.
Shella menegaskan bahwa kesetaraan gender tidak bisa tercapai tanpa memastikan lingkungan yang sehat dan bebas dari ancaman induksi rokok yang merugikan perempuan.
“Pengendalian rokok menjadi bagian yang penting dalam perjuangan ini,” pungkas Shella.”
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post