Jakarta, Prohealth.id – Lentera Anak bersama Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) menyoroti masifnya iklan dan kampanye rokok elektrik di media sosial.
Data KPAI (2013-2023) menyebut perokok anak usia 10-18 menyentuh 5,9 juta. Sementara perokok usia lebih dari 15 tahun berjumlah 63,1 juta orang. Peningkatan ini akibat sejumlah faktor dari industri rokok.
Hal ini tersampaikan dalam acara menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) dari WHO. Adapun tema tahun ini; “Unmasking the Appeal: Exposing Industry Tactics on Tobacco and Nicotine Products”. Acara berlangsung di Sagoo Kitchen, Menteng, Jakarta Pusat (29/4/2025).
Lisda Sundari selaku Ketua Lentera anak membeberkan tiga skema industri rokok yang menyasar anak pelajar. Menurutnya industri rokok mengemas kampanye mereka dengan pemasaran yang glamor, desain produk yang menarik dan menipu, serta perisa dan adiktif.
“Menggunakan iklan digital dan media sosial penggunaan selebriti atau influencer, untuk membangun asosiasi gaya hidup keren dan modern,” katanya saat menampilkan tangkapan layar influencer sepert Raffi Ahmad, Anya Geraldine, Iben, Deddy Corbuzier yang mempromosikan rokok elektrik di platform media sosial.
“Influencer ini ibaratnya di endorse oleh industri rokok. Industri rokok membuat rokok elektronik menyerupai permen, manisan, atau karakter kartun yang menarik bagi anak-anak. Tujuanya untuk menutupi rasa keras tembakau dan membuat produk lebih menarik bagi pemula,” ujar Lisda.
Tak hanya itu, industri rokok elektrik mengklaim produknya sebagai rokok yang sehat. “Padahal rokok konvensional dan rokok elektrik sama bahayanya untuk kesehatan,” tegasnya.
Mouhamad Bigwanto, Ketua RUKKI sepakat dengan Lisda bahwa rokok konvensional dan rokok elektrik adalah hal yang sama. Pengendalian tembakau mempunyai hambatan yang serius. Banyak opini beredar bahwa rokok elektrik lebih sehat.
Klaim ini datang dari sebagian akademisi yang diduga menerima dana dari perusahaan atau yayasan berkaitan dengan tembakau. RUKKI memetakan, komentar rokok elektrik bernuansa positif kerap keluar dari lembaga seperti; Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), KABAR dan CoEHEAR. Koalisi KABAR misalnya, didanai oleh PT HM Sampoerna.
Masih ada juga beberapa lembaga lain seperti; Yayasan Gandengan Tangan, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia.
Narasi yang ada merupakan klaim menyesatkan tentang rokok elektrik. Contoh, dari riset ini terbukti vape lebih aman. Lalu dipakai satu bulan sampai dua bulan. Padahal klaim itu sangat janggal menurut Bigwanto.
Industri rokok menggila butuh implementasi PP No 28 tentang kesehatan
Benget Saragih, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kemenkes RI. Menegaskan pihaknya tengah menunggu waktu pelaksanaan pengawasan terhadap industri rokok di sosial media yang meliputi, iklan, promosi, kampanye rokok konvensional dan rokok elektrik.
Ia membeberkan, kebijakan regulatif yang sah melalui PP nomor 28 tahun 2024, ada kesamaan antara rokok elektrik dan rokok konvensional. “Maka, bagaimana kita mendorong ini bisa diterapkan apa sih yang dilakukan pemerintah, kita buat standar maksimal standar nikotin. Larangan bahan tambahan pasal 432,” katanya.
Benget khawatir tentang nasib anak-anak yang menjadi target pasar industri rokok. Industri rokok mempunyai berbagai strategi untuk dekat dengan anak-anak muda. Contoh paling sederhana adalah dengan memberikan beasiswa untuk para pelajar.
“Anak-anak remaja menjadi target utama. Nah, perusahaan rokok pikirannya hanya soal strateginya. Dia (industri rokok) maunya terus merokok untuk menjamin keberlangsungan,” jelasnya.
Benget mengambil contoh seperti Sampoerna Foundation, yang mana ketika ada anak mendapat beasiswa, pihaknya akan mengingatkan kepada si pemberi beasiswa.
Pejabat di Kemenkes ini menduga beasiswa tersebut sengaja menyasar orang berprestasi, karena mereka akan menjadi pejabat di masa depan. Akibatnya para penerima beasiswa menjadi loyalis industri rokok.
“Nah, perusahan rokok juga berpikir hal ini bagian dari investasi jangka panjang,” ujarnya kepada awak media.
Asal tahu saja, implementasi PP No 28 tahun 2024 tentang kesehatan baru akan berlaku tahun 2026. Hal ini akibat belum adanya pelaksanaan implementasi Peraturan Pemerintah untuk mengawasi industri rokok yang masif dalam mempromosikan rokok elektrik di sosial media menyasar anak-anak muda.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post