Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Dewan Pers: Penayangan Program JakTV Bukan Karya Jurnalistik, Tian Bahtiar Bertindak atas Nama Pribadi

by Dian Amalia Ariani
Sunday, 18 May 2025
A A
Dewan Pers: Penayangan Program JakTV Bukan Karya Jurnalistik, Tian Bahtiar Bertindak atas Nama Pribadi

Jakarta, 9 Mei 2025 — Dewan Pers menegaskan bahwa sejumlah tayangan JakTV yang terkait dengan perkara korupsi tata niaga timah dan importasi gula bukanlah produk jurnalistik, melainkan hasil kerja sama antara bagian pemasaran JakTV dan pihak eksternal.

Hal ini disampaikan dalam pernyataan resmi Dewan Pers yang dirilis pada 8 Mei 2025, menyusul ditetapkannya Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan JakTV, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghalangan penyidikan oleh Kejaksaan Agung.

Tian diduga melakukan permufakatan jahat dengan dua tersangka lain untuk merintangi proses hukum atas dua perkara besar tersebut. Ia diduga menyebarkan narasi yang menggiring opini publik dengan memanfaatkan tayangan televisi dan buzzer media sosial. Atas hal itu, Tian dijerat dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Dalam proses klarifikasi yang dilakukan pada April dan Mei 2025, Dewan Pers menemukan bahwa konten JakTV yang dimaksud merupakan hasil kerja sama senilai Rp484 juta antara JakTV dan pihak bernama Mitra Justitia. Tayangan dalam bentuk seminar dan talkshow itu tidak disusun oleh tim redaksi dan tidak melalui mekanisme editorial, melainkan dirancang sepenuhnya oleh pihak klien. Konten tersebut juga tidak menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Agung, meski topiknya membahas kinerja lembaga tersebut secara negatif.

“Konten itu diproduksi dan disiarkan tanpa mekanisme kerja jurnalistik. Ini adalah kerja sama bisnis, bukan kegiatan jurnalistik,” tegas Dewan Pers dalam pernyataannya.

Dewan Pers juga menyoroti fakta bahwa Tian merangkap jabatan sebagai direktur pemberitaan dan tenaga marketing, yang bertentangan dengan standar perusahaan pers. Ia telah diberhentikan dari jabatannya berdasarkan keputusan pemegang saham PT Danapati Abinaya Investama pada 23 April 2025.

Meskipun Kejaksaan menyatakan penetapan tersangka berdasarkan bukti kuat dan bukan karena karya jurnalistik, Dewan Pers tetap menekankan pentingnya membedakan tanggung jawab personal dengan aktivitas pers.

“Dalam kasus ini, tidak ditemukan pelanggaran kode etik jurnalistik karena tayangan tersebut bukan produk pers. Namun, praktik ini menunjukkan lemahnya pemisahan antara ruang redaksi dan bisnis,” ujar Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu.

Menanggapi temuan ini, LBH Pers mendorong perusahaan media untuk memperkuat integritas dan independensi redaksinya.

“Sebenarnya hasil pemeriksaan seperti ini harus dibuka ke publik (jelas, rinci, dan transparan–read). Karena dalam praktiknya, media memang tidak bisa sepenuhnya lepas dari iklan. Tapi kalau konten iklan tidak diberi label advertorial dengan jelas, itu bisa menyesatkan. Banyak media yang bikin konten pesanan tapi tidak mencantumkan bahwa itu advertorial. Ini berisiko besar. Jadi, harus ada pemisahan yang tegas antara konten jurnalistik dan iklan,” kata Mustafa Layong, Direktur Eksekutif LBH Pers.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga mengecam praktik rangkap jabatan dan konten pesanan yang disamarkan sebagai produk jurnalistik. AJI menegaskan pentingnya menjaga independensi ruang redaksi dari intervensi kepentingan bisnis dan politik.

“Kebebasan pers bukan hanya soal tidak boleh dikriminalisasi, tapi juga soal bagaimana redaksi bekerja secara independen dan tidak tunduk pada kepentingan pemilik modal. Jika redaksi bisa dibeli, maka publik yang dirugikan. ” kata Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim.

“Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua media: jangan samarkan konten pesanan sebagai karya jurnalistik. Praktik semacam ini membuka celah kriminalisasi dan merusak kepercayaan publik terhadap pers,” lanjutnya.

Dewan Pers merekomendasikan agar JakTV melakukan pembenahan struktural, tidak lagi merangkapkan jabatan redaksi dan bisnis, serta menjamin semua produk yang disiarkan berdasarkan kaidah jurnalistik yang profesional.

Editor : Fidelis Eka Satriastanti

BacaJuga

[Q & A] Menjawab Kompleksitas KBGO: Antara Pemulihan Korban, Keterbatasan Hukum, dan Tanggung Jawab Negara

[Q & A] Memahami Kekerasan Berbasis Gender Online

Bagikan:

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.