Dublin, Prohealth.id – Dalam laporan WHO bertajuk Global Tobacco Epidemic 2025 mengungkapkan peringatan kesehatan bergambar adalah kunci pengendalian konsumsi rokok.
Hal ini sudah tersirat karena masuk dalam WHO melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang menyebut pemakaian tembakau berdampak nyata. Untuk itu kemasan sangat mempengaruhi ringkat minat orang terhadap konsumsi rokok.
Dalam laporan tersebut tertuang bahwa saat ini 110 negara di dunia belum mengimplementasikan aturan tersebut. Angka ini naik dari jumlah tahun 2007 lalu, yang mana hanya berhasil memproteksi 62 persen masyarakat dunia. Itu pun hanya 25 negara dunia yang mau mengadaptasi aturan plain packaging untuk produk rokok.
Melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Selasa (24/6/2025), WHO memperingatkan bahwa setiap aturan dan kebijakan yang tidak konsisten menyebabkan pengendalian rokok makin sulit. Apalagi untuk memperjuangkan kemasan rokok yang ideal dengan peringatan kesehatan bergambar, masih banyak yang menerapkan aturan ini dengan buruk.
Bahkan, laporan terbaru WHO menyajikan data terbaru yang merekam jejak setiap negara terkait progres pengendalian konsumsi rokok mulai tahun 2007 sampai 2025. Untuk itu, terlepas dari efektivitas aturan, masih ada 110 negara yang belum menjalankan kampanye anti tembakau sejak 2022. WHO pun mendesak negara-negara di dunia untuk berani berinvestasi pada kebijakan kesehatan dan mengevaluasi aturan serta terlibat kampanye anti rokok dengan konsisten.
Kebijakan Cukai Makin Ketat Makin Baik
WHO dalam laporannya juga menyinggung kebijakan cukai rokok, layanan berhenti merokok, dan pelarangan aktivitas iklan rokok sebaiknya diperkuat. Untuk mewujudkan hal tersebut, negara dan mitra kerja perlu melalukan beberapa hal.
Pertama, evaluasi tarif dan mekanisme cukai rokok. Sebanyak 134 negara di dunia telah gagal membuat rokok lebih sulit dijangkau. Sejak 2022 hanya 3 negara yang berhasil menerapkan tarif cukai rokok sebagai best-practice yang sukses mengendalikan konsumsi.
Kedua, layanan dan fasilitas berhenti merokok. Hanya 33 persen dari masyarakat global yang ternyata punya akses ke layanan berhenti merokok. Ketiga, upaya larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok ternyata baru eksis dan berhasil berjalan di 68 negara. Artinya, baru 25 persen yang berhasil merasakan manfaat kebijakan ini dari total populasi global.
Saat ini sekitar 1,3 miliar orang meninggal akibat menjadi perokok pasif setiap harinya. Baru 79 negara yang mengimplemetasikan wilayah bebas asap rokok dengan komprehensif. Artinya, baru bisa melayani sepertiga dari total populasi masyarakat dunia. Sejak 2022, enam negara yaitu; Cook Islands, Indonesia, Malaysia, Sierra Leone, Slovenia, dan Uzbekistan, berhasil mengadopsi aturan smoke-free. Pencapaian ini terlepas dari resistensi industri dan sebagian lagi karena tempat-tempat hiburan umum yang makin menjamur.
Dr. Ruediger Krech, selaku Direktur Promosi Kesehatan WHO menyatakan, WHO mempromosikan regulasi untuk rokok elektronik alias ENDS – Electronic Nicotine Delivery Systems. Pasalnya, sejumlah negara di dunia sudah melakukan regulasi ENDS ini, ada peningkatan dari sebelumnya 122 negara saja di tahun 2022, kini menjadi 133 negara per 2024 lalu. Ini menjadi sinyal kuat peningkatan kesadaran dan perhatian masyarakat dunia akan bahaya rokok elektronik. Meski begitu, masih ada 60 negara di dunia yang belum atau minim aturan terkait rokok elektronik.
Krech menyatakan, WHO memanggil setiap negara untuk mau bertindak tegas untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat. Ia menyebut, pemerintah wajib bertindak tegas, memperkuat sanksi, dan mau berinvestasi untuk keselamatan manusia.
“WHO memanggil semua negara untuk mau berproses dan meningkatkan progress MPOWER sehingga tak ada satu pun yang tertinggal dalam upaya melawan intervensi rokok.”
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post