Depok, Prohealth.id – Sebuah penelitian disertasi menunjukkan pentingnya peran fleksibilitas kognitif dalam menjelaskan bagaimana kelompok dewasa muda berusia 18-25 tahun alias emerging adults tetap mampu melakukan koping adaptif.
Seorang mahasiswi Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Stephanie Yuanita Indrasari, S.Psi., M.Psi. Psikolog, melakukan studi tersebut. Ia menunjukkan bahwa efek buruk stres menjadi lebih berkurang dengan adanya fleksibilitas kognitif. Sehingga kelompok emerging adults mampu melakukan koping adaptif.
Emerging adults pada rentang usia 18-25 tahun menghadapi fase transisi yang kompleks. Sehingga kehidupan mereka penuh dengan kondisi yang tidak stabil dan tidak pasti. Hal itu membuat sebagian besar emerging adults rentan stres.
Penelitian oleh dosen tetap Fakultas Psikologi UI itu bertujuan untuk menguji model teoritis mengenai hubungan stres dengan koping adaptif. Khususnya melalui mekanisme mediasi fleksibilitas kognitif dan moderator-mediasi openness dan extraversion. Penelitian tersebut menggunakan explanatory sequential mixed design. Sehingga terdiri atas dua studi, yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Dalam studi kuantitatif, Stephanie Yuanita Indrasari melibatkan 512 peserta untuk mengisi kuesioner Coping Orientation to Problems Experienced (COPE), Kuesioner Kesehatan Umum (KKU), Cognitive Flexibility Inventory (CFI), Big Five Inventory (BFI) dimensi openness dan extraversion, serta Positive Affect Negative Affect Scale (PANAS) untuk menguji validitas konvergen konstruk stres.
Berdasarkan hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), fleksibilitas kognitif (dengan dimensi kontrol dan alternatif) terbukti berperan memediasi stres dan coping adaptif (β = -0.343, p < 0.001).
Dalam hal ini, stres yang tinggi berhubungan dengan tingkat fleksibilitas kognitif yang rendah (β = 0.474, p < 0.001). Walaupun demikian, fleksibilitas kognitif yang tinggi berhubungan dengan tingkat koping adaptif yang tinggi (β = 0.724, p < 0.001). Lebih lanjut, openness (p = 0.286) dan extraversion (p = 0.951) tidak berperan memperkuat maupun memperlemah fleksibilitas kognitif dalam memediasi hubungan stres dan koping adaptif.
Sementara itu, studi kualitatif penelitian tersebut melibatkan sembilan peserta untuk lebih menjelaskan bagaimana koping adaptif pada emerging adults bekerja. Utamanya ketika mereka sedang mengatasi situasi atau kondisi yang dinilai sebagai stres.
Berdasarkan hasil wawancara, setiap individu mengalami situasi yang volatile, unexpected, complex, dan ambiguous (VUCA) pada konteks yang beragam. Walaupun demikian, individu memberikan penilaian yang berbeda terhadap situasi VUCA yang mereka hadapi. Hal itu menyebabkan perbedaan strategi koping yang digunakan sebagai upaya penyelesaian masalah dan dipengaruhi oleh kemampuan fleksibilitas kognitif.
Penelitian yang dipromotori oleh Prof. Sri Hartati R. Suradijono, M.A., Ph.D., Psikolog dan kopromotor Dr. Lucia R.M. Royanto, M.Si., M.Sp.Ed., Psikolog itu menemukan adanya lima tipologi mekanisme fleksibilitas kognitif individu yang dibentuk. Ini berdasarkan kombinasi tingkat dimensi alternatif dan dimensi kontrol yang muncul ketika individu melakukan coping pada situasi stres.
Lima tipe tersebut adalah adaptive loopers, confirmation seeker, validation reliant, habitual ruminator, dan confident rigid. Implikasi dari penelitian itu adalah pengembangan intervensi fleksibilitas kognitif bagi para psikolog dan tenaga profesional kesehatan mental, yang menekankan kepada kelompok emerging adults untuk lebih mampu memiliki dimensi kontrol dengan efikasi diri yang baik dan dimensi alternatif untuk lebih memahami masalah dari berbagai perspektif, sehingga dapat membantu menciptakan beragam alternatif solusi.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post