Jakarta, Prohealth.id – Pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Nonformal-Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah pada 20–22 Agustus 2025 menggelar Rapat Pedoman Bahan Ajar Sekolahrumah Tahap 2.
Kegiatan ini merupakan rangkaian penyusunan kebijakan lain terkait sekolahrumah. Ini termasuk Pedoman Penyelenggaraan Sekolahrumah yang Terafiliasi dengan SKB/PKBM dan Mekanisme Pendataan Peserta Didik Sekolahrumah.
Namun, komunitas yang paling terdampak justru tidak dilibatkan. Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI)—organisasi resmi sejak 2016 yang mewakili lebih dari 600 keluarga dari Aceh hingga Papua—tidak diundang sama sekali sejak tahap awal.
Padahal PHI bukanlah organisasi baru yang asing bagi pemerintah. Sejak 2017, PHI aktif berdialog dengan Kementerian Pendidikan, menolak penyeragaman, formalisasi, dan komersialisasi homeschooling, serta turut menyusun rancangan standar sekolahrumah bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada 2021 dan Rancangan Permendikbud tentang Sekolahrumah pada 2022. Sungguh mengherankan jika Direktorat PNFI mengabaikan PHI sebagai representasi suara keluarga homeschooler se-Indonesia.
Ketika PHI tahu belakangan manuver ini, lalu menyampaikan protes dan meminta dilibatkan, Direktorat PNFI menolak dengan alasan kuota peserta sudah penuh. Ironisnya, daftar peserta justru didominasi lembaga nonformal, termasuk PKBM baru maupun lembaga yang terang-terangan mengomersialisasi label homeschooling—kelompok dengan kepentingan berbeda, bahkan berlawanan dengan keluarga homeschooler.
Kebijakan sekolahrumah yang disusun tanpa partisipasi keluarga homeschooler se-Indonesia jelas berisiko merugikan ribuan anak. Dampak negatif yang mungkin terjadi antara lain.
Pertama, hilangnya fleksibilitas belajar dan keberagaman kurikulum keluarga. Kedua, semakin rumitnya birokrasi penyelenggaraan sekolahrumah. Ketiga, terhambatnya akses anak homeschooler ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Lebih luas, praktik semacam ini membahayakan iklim demokrasi dan akuntabilitas publik. Saat ini keluarga homeschooler yang diabaikan. Selanjutnya, kelompok masyarakat lain bisa mengalami hal yang sama.
Ellen Nugroho, Koordinator Nasional PHI mendesak pemerintah, khususnya Direktorat PNFI Kemendikdasmen, untuk menghentikan praktik pengabaian rakyat terdampak ini dan segera melibatkan PHI sebagai perwakilan keluarga pesekolahrumah dalam penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria apa pun terkait sekolahrumah.
“Di negara demokrasi, melibatkan partisipasi warga negara yang terdampak langsung adalah kewajiban pemerintah, bukan pilihan,” tegasnya.
PHI menyerukan kepada masyarakat luas untuk ikut mengawal isu ini. Pengabaian aspirasi keluarga homeschooler adalah cermin semakin semena-menanya pemerintah dalam penyusunan kebijakan publik. Jika dibiarkan, setiap warga negara berpotensi mengalami nasib serupa: diatur tanpa didengar.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post