Prohealth – Iklan produk tembakau tanpa disadari bertransformasi menjadi lebih halus dan tersembunyi. Hal ini mengakibatkan anak-anak dan remaja bisa terpapar di ruang digital.
Internet justru menjadi ruang bebas bagi iklan produk tembakau yang menyasar anak-anak dan remaja. Berbeda dengan media konvensional seperti televisi yang tayangan iklan rokok dibatasi peraturan pemerintah.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) bersama Free Net From Tobacco (FNFT) menemukan 2.328 video iklan dan promosi produk tembakau yang bisa diakses segala usia sepanjang Agustus hingga Desember 2023 dan Maret hingga Agustus 2024. Temuan ini merupakan hasil pemantauan dan pelaporan iklan rokok di internet pada platform YouTube.
Kreatif Vs Manipulatif
Iklan rokok, rokok elektronik, bahkan produk tembakau lainnya beredar bebas di internet tanpa pengawasan yang memadai. Promosi dilakukan dengan cara kreatif sekaligus manipulatif. Salah satunya adalah video ulasan produk rokok yang diawali dengan dua menit main gim online. Ada pula konten yang secara terang-terangan memberikan rekomendasi rokok untuk pemula seolah merokok adalah aktivitas yang wajar untuk dicoba siapa saja. Praktik promosi ini tidak lagi sekadar menampilkan produk. Banyak video mencantumkan tautan pembelian rokok di deskripsi, bahkan ada kreator yang menawarkan akunnya sebagai tempat pemasangan iklan.
Salah satu penyusun laporan “Iklan Produk Tembakau di Platform YouTube” Wida Arioka menyebutkan promosi itu tersebar paling banyak di video panjang tetapi juga muncul di YouTube short yang paling disukai sama anak-anak.

“Produk terbanyak yang kami temukan itu adalah rokok konvensional. Kemudian kedua terbanyak adalah rokok elektronik. Ada juga daun tembakau kering yang biasanya dilinting dan cerutu,” terangnya ketika laporan ini dirilis pada Oktober lalu.
Produk paling sering ditampilkan dalam video adalah rokok konvensional sebesar 64 persen. Rokok elektronik dan produk lain seperti daun tembakau kering 10 persen dan cerutu satu persen.
Platform YouTube dalam laporan ini juga dinilai tidak konsisten menindak. Dari seluruh video yang dilaporkan itu 70 persen hanya dibatasi berdasarkan usia, 11 persen dihapus, empat persen dihapus oleh pengunggah, dan 15 persen tidak mendapat tindakan sama sekali.
Ada pula video dari kreator yang sama, dengan jenis dan format yang identik, mendapat perlakuan yang berbeda. Ada yang dihapus, ada yang dibatasi usia, dan ada pula yang tetap dibiarkan tayang. Inkonsistensi ini membuka ruang bagi pembuat konten maupun industri tembakau untuk “bermain” dengan celah kebijakan platform.
“Temuan ini menunjukkan masih lemahnya implementasi kebijakan platform dalam menegakkan pedoman komunitas serta belum optimalnya penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dengan jelas melarang iklan produk tembakau di internet,” terang Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum.
Dia melanjutkan,“Upaya melindungi anak dari paparan konten berbahaya tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan hak digital lainnya. Karena itu SAFEnet menekankan pentingnya kolaborasi dan partisipasi masyarakat sipil dalam mengawasi dan mengimplementasikan kebijakan pengawasan konten. Regulasi dan moderasi harus berjalan transparan, akuntabel, dan berbasis hak asasi manusia agar perlindungan anak tidak berubah menjadi bentuk pembatasan kebebasan berekspresi atau akses terhadap informasi yang sah.”
Butuh Dukungan Lintas Program
Perwakilan Direktorat Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Novi Indriastuti mengungkapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 mencakup pelarangan total di media sosial yang berbasis digital.
Dia menilai peraturan itu menjadi titik balik untuk menindaklanjuti pengawasan pengaturan iklan dan promosi di dunia maya. Karena aspeknya yang luas dan ranahnya sudah berbeda maka membutuhkan dukungan tidak hanya di pusat tetapi juga dari lintas sektor atau lintas program.
“Ranahnya sudah banyak menyenggol kanan kiri yang tentunya kita mesti banyak melakukan koordinasi dan pembahasan,” ucapnya.
Kemenkes masih menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 untuk rancangan terkait pengaturan iklan dan menunggu Biro Hukum. Banyak regulasi yang harus dilakukan pembahasan. Seperti standarisasi kemasan dan iklan.
“Mudah-mudahan bisa lebih intens lagi bertemu dengan para mitra pembangunan sehingga kami bisa tahu poin-poin yang memang perlu harus ditindaklanjuti,” harap Novi.
“Gap” Dengan Realitas
Indonesia sebenarnya tidak kekurangan aturan. Larangan iklan rokok di internet sudah disemen dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dan dipertebal lewat sejumlah regulasi pendukung.
Tetapi terjadi “gap” antara aturan dan realitas ini yang secara gamblang diakui Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Mediodecci Lustarini.
Memiliki kewenangan yang dibatasi prosedur. Meski punya patroli siber, sistem moderasi, mekanisme pengaduan publik, dan kewenangan lain tetapi masih digembok prosedur lintas kementerian. Untuk konten iklan rokok, Komdigi tidak bisa langsung menindak. Mereka wajib menunggu rekomendasi tertulis dari kementerian sektor lain yakni Kementerian Kesehatan.
Masyarakat bisa membuat aduan tetapi ada mekanisme yang berjalan seperti pemeriksaan yang dilakukan Komdigi hingga pemblokiran. Tindakan itu pun tidak menghapus konten tersebut dari ruang digital. Namun membatasi atau menghalangi akses terhadap konten tersebut dari publik di Indonesia.
“Ketika kami diskusi dengan platform, mereka mengatakan melayani global sehingga sulit memotong wilayah tertentu. Namun mereka bisa melakukan pembatasan. Itu juga tidak berarti kontennya hilang. Kontennya tetap ada. Hanya tidak bisa diakses dari warga Indonesia.”
Komdigi harus mengetuk pintu supaya platform yang menyapu. Kalau Komdigi yang melakukan maka akan mengakibatkan YouTube-nya hilang. Karena Komdigi tidak bisa melakukan pemblokiran parsial.
“Itu pun sudah ada di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 yang mewajibkan platform melakukan moderasi mandiri terhadap konten-konten yang melanggar undang-undang serta membahayakan keselamatan nyawa.”
Serukan Perlindungan Anak
Sebanyak 15 ribu temuan pelanggaran promosi rokok dan vape di internet berhasil dihimpun Free Net From Tobacco (FNFT) dari Juni 2024 hingga Juli 2025. Jumlah ini menunjukkan luas dan masifnya praktik pemasaran produk adiktif tersebut terhadap anak-anak dan remaja Indonesia.
Bukti fisik dari laporan tersebut menunjukkan skala masalah yang tidak dapat lagi diabaikan.“Ini barang buktinya. Berkasnya panjang banget,” kata Nia Umar, perwakilan dari FNFT. “Ini laporannya lebih panjang daripada tinggi badan saya dan tulisannya kecil-kecil.
Ada ribuan upaya industri untuk menjangkau, memengaruhi, dan menormalisasi penggunaan rokok. Fenomena remaja yang merokok atau menggunakan vape di ruang publik seakan menjadi lumrah. Normalisasi ini tidak terjadi begitu saja tetapi diperkuat dengan intensitas promosi di media sosial, iklan terselubung, dan konten kreator atau influencer yang mempresentasikan vape sebagai pilihan “lebih aman”.
Pesan-pesan yang disebarkan sangat menyesatkan. Vape dianggap tidak mengandung nikotin, lebih sehat dibanding rokok, atau tidak menimbulkan ketergantungan. Padahal jumlah kasus kesehatan terkait penggunaan vape terus meningkat.
Sebagai orang tua, aktivis Gerakan Kesehatan Ibu ini mengaku pernah merasakan dampaknya. “Kebetulan anak saya juga menjadi korbannya dan untungnya ketahuan. Dia merasa vape itu lebih sehat dibanding rokok.”
“Semoga dengan adanya temuan dan laporan dari SAFEnet serta FNFT, bisa saling menguatkan untuk melindungi masa depan anak-anak dan generasi muda di Indonesia,” tutup Nia.
Editor : Fidelis Satriastanti

Discussion about this post