Jakarta, Prohealth.id – Sikap pemerintah yang merestui vaksinasi berbayar dalam program Vaksinasi Gotong Royong menuai perdebatan publik.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) memandang vaksinasi berbayar tak patut. “Ini bertentangan, karena vaksinasi sebagai barang publik. Barang publik bukan komoditas ekonomi,” kata Rizky Argama, selaku peneliti PSHK saat konferensi daring Koalisi Warga untuk Keadilan Kesehatan, pada Senin (12/7/2021).
Rizky menjelaskan, program Vaksinasi Gotong Royong memang terkesan memperluas jangkauan. Tapi, ujar dia, semakin banyak yang mengakses berbayar.
“Kebijakan berubah-ubah selama tujuh bulan belakangan. Ini jelas tidak ada perencanaan matang,” ujarnya.
Adapun vaksin Covid-19 dosis lengkap Sinopharm berbayar telah ditetapkan pemerintah, harganya Rp 879.140 per-orang. Ketentuan itu telah diatur sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021.
Keputusan Menteri Kesehatan tersebut tentang penetapan besaran harga pembelian vaksin produksi Sinopharm melalui penunjukkan PT. Bio Farma (Persero) dalam pelaksanaan pengadaan vaksin corona virus disease 2019 (Covid-19). Dan, tarif maksimal pelayanan untuk pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong.
Program berbayar Vaksinasi Gotong Royong menuai perdebatan karena terlalu cepat perubahan aturan. Adapun kebijakan bermula Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Kebijakan itu menjamin penerima vaksinasi tidak dipungut biaya alias gratis. Kemudian, muncul Permenkes Nomor 10 Tahun 2021, yakni badan hukum atau usaha dapat melaksanakan vaksinasi Gotong Royong untuk individu. Aturan itu diubah menjadi Permenkes Nomor 19 Tahun 2021, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 kepada individu atau orang perorangan, pendanaan dibebankan kepada yang bersangkutan.
Dia beralasan, perubahan aturan yang singkat waktu itu tidak tersoroti publik. Ia pun mempertanyakan proses uji kelayakan aturan tersebut.
“Apakah Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) itu sudah mempertimbangkan bukti ilmiah (epidemiologi)?” katanya. “Bukan regulasi yang mencari keuntungan atas pertimbangan ekonomi.”
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mempertimbangkan langkah lanjutan. “Berikan hak rakyat, cabut ketentuan Vaksinasi Gotong Royong,” ujarnya. Ia bersama koalisi akan melakukan langkah hukum, yakni pengujian yudisial atau judicial review.
Distribusi vaksin berbayar yang melalui PT Bio Farma (Persero) -perusahaan farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)- juga menyedot perhatian Koalisi Warga untuk Keadilan Kesehatan.
“Sumber daya negara tersedot untuk pribadi orang yang mampu membayar,” ucapnya.
Berarti, dia menambahkan, sumber daya negara tak difokuskan untuk kepentingan masyarakat umum. Padahal, ujar dia, sampai sekarang rakyat terus menghadapi masalah kesulitan mendapat vaksin dan kekurangan oksigen.
“Kekacauan ini karena (pemerintah) tidak mengakui data dan pengaduan warga,” ujarnya.
JUALAN VAKSIN KETIKA KRISIS KESEHATAN
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengamati dua hal yang saling tumpang tindih dalam polemik vaksinasi berbayar. “Krisis kesehatan dan tata kelola pemerintahan,” katanya.
Dia menambahkan, masalah tata kelola pemerintahan makin tecermin dalam krisis kesehatan selama pandemi.
“Situasi krisis kesehatan tugas negara itu sangat fundamental. Vaksinasi harus memastikan ketersediaan kualitas, akses, pemerataan,” ujar Haris.
Menurut dia, program vaksinasi berbayar ini mencerminkan kegagalan tata kelola pemerintahan. Sebab, tak sejalan esensi kebijakan publik dalam situasi krisis kesehatan saat ini.
“Ini menambah deretan ketidakpercayaan publik. Ketika (situasi) memburuk, malah berdagang (vaksin),” katanya.
Relawan Lapor Covid-19, Amanda Tan memandang Vaksinasi Gotong Royong muncul dalam situasi masyarakat yang masih sulit mendapat pelayanan kesehatan. Dia mencontohkan, misalnya vaksinasi yang tak berbayar, itu pun masih bersengkarut masalah pendaftaran, pendataan, dan pelaksanaan.
“Itu masih harus antre panjang berkerumun. Wujud kegagalan pemerintah, tugasnya memperbaiki sistem tersebut,” katanya.
Selain itu, minim peran pemerintah untuk edukasi masyarakat tentang vaksinasi. Hal itu menyebabkan masih ada keengganan masyarakat untuk mau mengikuti program vaksinasi, meski gratis.
“Ini minim sosialisasi pemaparan bukti saintifik, manfaat, efek samping dan efektivitas,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti mengatakan, kemunculan vaksinasi berbayar ini memperdalam ketimpangan akses yang berkeadilan.
“Kebijakan vaksin tidak diperhitungkan, jangan rakyat yang dibebankan,” katanya.
Menurut dia, penetapan Vaksinasi Gotong Royong yang direstui melalui aturan hukum ini langkah keliru. “Kebijakan dikeluarkan saat ketimpangan akses vaksin dan obat-obatan,” ujarnya.
VAKSINASI BERBAYAR DITUNDA
Kimia Farma sebagai perusahaan yang melayani Vaksinasi Gotong Royong tak jadi menepati jadwal semula. Di berbagai pemberitaan media massa, Sekretaris Perusahaan PT Kimia Farma Tbk Ganti Winarno Putro mengatakan, Vaksinasi Gotong Royong ditunda. Semula vaksinasi berbayar itu akan dimulai pada, Senin, 12 Juli 2021. Namun ditunda sampai ada pemberitahuan lagi dari Kimia Farma. Adapun alasan penundaan untuk memperpanjang masa sosialisasi program vaksinasi tersebut.
Menanggapi kabar itu, Koalisi Warga untuk Keadilan Kesehatan tetap berfokus kebijakan vaksin berbayar itu dicabut, bukan ditunda. Komunitas penyintas Covid-19 menegaskan soal vaksinasi pemerintah harus berfokus untuk rakyat.
“Dalam kondisi darurat dan kebingungan masyarakat kok sempatnya terpikir menjual vaksin. Jangan sampai hak atas vaksin menjadi guyonan, entah ada maksud apa,” kata Juno Simorangkir, selaku pendiri komunitas Covid Survivor Indonesia.
Juno menambahkan, sudah lebih dari satu tahun pandemi Covid-19 di Indonesia, semestinya pemerintah mengevaluasi kebijakan agar semakin tepat. “Vaksin harus segera diberikan gratis merata,” ujarnya.
Sejak sebulan lalu, Kementerian Kesehatan telah menyampaikan keterangan soal Vaksinasi Gotong Royong melalui situs webnya, pada 15 Juni 2021. Keterangan menjelaskan, Vaksinasi Gotong Royong individu hanya akan menggunakan merek Sinopharm. Adapun program vaksinasi pemerintah menggunakan merek Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax.
Penulis: Bram Setiawan
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post