Jakarta, Prohealth.id – Banyak negara di dunia yang sudah mengendalikan tembakau, namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan ada beberapa negara yang tidak berhasil membuat regulasi dalam pengendalian penggunaan nikotin dan produk tembakau.
Padahal, WHO sudah mengeluarkan panduan enam langkah preventif untuk mengendalikan tembakau yang meliputi; melindungi masyarakat dari asap rokok, menawarkan bantuan dan pendampingan untuk berhenti merokok, mengingatkan bahaya dari produk zat adiktif tembakau, mengurangi iklan rokok, promosi, dan sponsor, serta menaikkan cukai rokok.
Dari enam langkah ini, ada 5,3 miliar manusia di seluruh dunia yang berhenti merokok akibat salah satu dari langkah-langkah strategis tersebut. Bahkan, lebih dari setengah populasi pada setiap negara akhirnya berhenti merokok setelah menanggapi satu dari sejumlah cara itu.
Dikutip dari siaran yang dikeluarkan WHO, Selasa (4/8/2021), separuh dari populasi dunia sudah menerapkan peringatan dampak kesehatan pada setiap produk tembakau. Meski demikian progres dari langkah ini belum signifikan. Oleh sebab sebagian negara lain memutuskan dengan memakai cukai rokok untuk mengendalikan tembakau.
FENOMENA ROKOK ELEKTRIK DI KANCAH GLOBAL
Pada awal 2021 ini WHO mengeluarkan data terbaru tengah pengelolaan nikotin elektrik, yang kini akrab dikenal sebagai rokok elektrik. Produk ini menargetkan pasarnya pada golongan remaja dan anak, serta kelompok usia dewasa. Tak heran jika industri pun mengelola rokok elektrik dengan berbagai rasa. Sayangnya ada beberapa mispersepsi di kalangan masyarakat selaku konsumen terkait produk ini.
Dalam kajian ini, WHO menegaskan ada indikasi perokok pemula golongan anak akan meningkat di masa depan akibat produk rokok elektrik. WHO merekomendasikan pemerintah berbagai negara untuk menerapkan regulasi yang bersifat preventif mencegah golongan non perokok agar tidak menjadi perokok elektrik. Langkah preventif ini bertujuan memperbaiki lingkungan komunitas dan masyarakat dari tembakau.
“Nikotin itu adiktif sekali levelnya. Sementara saluran nikotin secara elektronik ini berbahay dan sebaiknya segera diatur dalam regulasi,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dia menegaskan, ketika industri rokok elektrik ini tidak bisa dihentikan maka pemerintah wajib mengadopsi kebijakan yang tepat untuk melindungi rakyatnya dari bahaya rokok elektrik. “Terutama mencegah perokok anak dan kelompok rentan,” ujarnya.
Saat ini ada 84 negara yang masih lemah dalam melindungi rakyat dari rokok elektrik akibat tidak memiliki regulasi untuk mengendalikan rokok elektrik maupun tidak melarang peredaran rokok elektrik. Selain itu ada 32 negara yang telah melarang penjualan rokok elektrik. Sebagian lagi hanya ada 79 negara yang melarang penggunaan rokok di area-area publik, mengurangi kesempatan mereka melakukan iklan, promosi, dan sponsor, cara lainnya dengan memberikan peringatan dampak kesehatan dalam kemasan rokok.
Menurut Michael R. Bloomberg, WHO Global Ambassador for Noncommunicable Diseases and Injuries yang sekaligus pendiri dari Bloomberg Philanthropies mengatakan, lebih dari 1 miliar orang di dunia masih merokok. Ketika penjualan rokok menurun, perusahaan rokok secara agresif memasarkan produk baru seperti rokok elektrik ini, dan mereka lebih melakukan audiensi hingga lobi kepada pemerintah untuk melonggarkan aturan atas produk tersebut.
“Tujuan mereka sederhana: membidik dan mengikat generasi baru pecandu nikotin. Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi,” ujar Bloomberg.
Sementara itu menurut Dr Rüdiger Krech, selaku Direktur Departemen Promosi Kesehatan di WHO menyatakan tantangan saat ini memang terletak pada penerapan regulasi.
Dia mengakui produk rokok elektrik ini memang sangat banyak dengan beragam varian yang berkembang dengan cepat. Sebagian dimodifikasi oleh pengguna dengan mengurangi kadar konsentrasi nikotin, risiko yang rendah agar lebih sulit sebagai obyek regulasi.
“Banyak yang memasarkan produk dengan label ‘bebas nikotin’ namun ketika dicoba ternyata ditemukan kandungan nikotin atau zat adiktif. Dengan membagi antara kandung nikotin dan non nikotin, atau dengan kandungan tembakau lainnya, memang hampir sangat tidak mungkin. Ini adalah satu cara industri lepas dari jerat pengendalian tembakau,” terangnya.
Proporsi konsumsi tembakau dan zat adiktif memang menurun di banyak negara, namun populasi jumlah perokok masih tetap meningkat. Saat ini diprediksikan sekitar 1 miliar perokok di level dunia, ada 80 persen yang hidup golongan kelas menengah bawah dan kelas menengah khususnya di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Industri tembakau pun harus bertanggung jawab atas kematian lebih dari 8 juta orang per tahun, termasuk 1 juta dari kelompok perokok tangan kedua.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post