Jakarta, Prohealth.id – Menuju Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2021 upaya pengendalian tembakau dan pencegahan perokok anak ternyata masih melalui jalan yang penuh liku padahal jika upaya pengendalian ini berjalan baik, negara bisa mendapatkan keuntungan ekonomi sampai Rp34 triliun.
Upaya preventif mencegah perokok anak memang sudah lama menjadi target pemerintah. Salah satu cara yang paling efektif dalam mendorong pengendalian tembakau adalah dengan revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Dalam dialog publik tentang rokok dan stunting, Sabtu (29/5/2021), Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengatakan ada banyak upaya yang bisa dilakukan pemerintah tingkat pusat dan daerah mengendalikan zat adiktif. Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau ini menilai masalah utama masyarakat saat ini adalah kurangnya kepedulian dan masih terjadi ketidakdisiplinan dalam mengendalikan rokok.
“Makanya karena aa desentralisasi, seharusnya Pemda pun bisa membuat kebijakan sendiri. Pemda harus punya keberanian,” ujar Hasbullah.
Dia mengambil contoh salah satunya adalah di Pemerintah Kota Depok yang melarang ritel, minimarket, atau toko memajang produk rokok di dekat kasir. Ada pula beberapa cara lain yang dilakukan Pemda, salah satunya dengan memperketat aturan dan kedisiplinan iklan rokok khususnya reklame rokok agar mencegah kenaikan perokok anak dan remaja.
Selama masa pandemi COVID-19, rokok memang menjadi sorotan karena memberi dampak bagi kesehatan masyarakat. Sejumlah studi telah menyatakan bahwa perokok lebih rentan tertular COVID-19. Pasalnya, merokok dapat menjadi salah satu media yang mempercepat penularan COVID-19, bahkan merokok meningkatkan resiko keparahan dan kematian pada saat tertular COVID-19
Asal tahu saja, Komnas Pengendalian Tembakau pun telah bekerja sama dengan Center for Economics and Development (Pusat Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan), Universitas Padjadjaran meluncurkan Rekomendasi Kebijakan bertajuk “Intervensi Penanganan COVID-19 di Indonesia melalui Strategi Pengendalian Tembakau”.
Rekomendasi ini merupakan bentuk dukungan kepada pemerintah untuk mempercepat penanganan COVID-19 di Indonesia dari sisi pengendalian konsumsi rokok yang memiliki korelasi pada keterparahan COVID-19. Penelitian yang dilakukan Komnas Pengendalian Tembakau dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan penggunaan rokok di masa pandemi COVID-19.
Data perokok dan COVID-19 per provinsi di Indonesia menunjukkan adanya peluang tingginya jumlah perokok akan diikuti dengan tingginya kasus COVID-19. Jika dibandingkan dengan beberapa negara lain di Asia Tenggara, Indonesia memiliki prevalensi perokok tertinggi diikuti jumlah kasus COVID-19 tertinggi.
Oleh sebab itu, Hasbullah menegaskan regulasi pengendalian tembakau perlu diperkuat, seperti memahalkan harga rokok melalui mekanisme fiskal kenaikan cukai hasil tembakau dan memperkuat aturan lainnya dengan mengamandemen Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Estro Dariatno Sihaloho, Health Economist of Center for Economics and Development (CEDS), Universitas Padjadjaran, sebagai penyusun utama Rekomendasi Kebijakan ini, potensi kerugian ekonomi akibat tembakau di Indonesia adalah sebesar Rp531 triliun atau 3.6 kali lebih besar dibandingkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp147.7 triliun pada 2017.
“Dengan menggunakan data SUSENAS 2019, hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan hasil penelitian IAKMI, terdapat skema-skema yang bisa berpotensi memberikan keuntungan ekonomi dari pengendalian konsumsi rokok dari Rp11.4 triliun hingga Rp34.2 triliun,” jelasnya.
Melihat kaitan antara perilaku merokok dan COVID-19, hendaknya penanganan COVID-19 di Indonesia juga memperhatikan pengendalian konsumsi rokok yang saat ini sangat tinggi. Bukan hanya penularan, perilaku merokok juga mengancam efektivitas vaksin menekan sistem kekebalan tubuh seperti dikutip dalam Health Sciences University, Turki. Untuk itu, perlu intervensi yang serius dalam penanganan COVID19 melalui strategi kebijakan pengendalian tembakau yang mendesak saat ini.
Terdapat enam butir rekomendasi yang mendorong penguatan regulasi dan edukasi untuk menekan perilaku merokok demi penurunan angka kasus COVID-19 di Indonesia. Berikut adalah butir-butir Rekomendasi Kebijakan yang dirumuskan oleh CEDS dan Komnas Pengendalian Tembakau.
Pertama, meningkatkan kampanye mengenai adanya kaitan kuat antara perilaku merokok dengan meningkatnya penyebaran COVID-19, meningkatnya keparahan dan meningkatnya kematian pada pasien COVID-19.
Kedua, menjadikan pengendalian konsumsi rokok menjadi salah satu tanggung jawab utama satuan tugas penanganan COVID-19 di pusat dan daerah karena berpotensi menyebarluaskan COVID-19.
Ketiga, meningkatkan cukai produk tembakau yang signifikan dan sejalan dengan harga jual eceran (HJE) yang tinggi untuk menekan keterjangkauan harga pada anak dan remaja serta masyarakat ekonomi lemah.
Keempat, segera menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 dengan memperkuat aturan pengendalian konsumsi rokok melalui perluasan gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok; larangan total untuk iklan, promosi, dan sponsor rokok; implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang ketat; larangan penjualan rokok ke anak dan remaja; larangan penjualan rokok ketengan (single stick), serta larangan produk rokok elektronik.
Kelima, meningkatkan edukasi melalui GERMAS dan berbagai program lain untuk mengurangi konsumsi rokok dan mengalihkan dananya untuk belanja kebutuhan lain yang lebih berguna.
Keenam, meningkatkan edukasi untuk menghentikan penggunaan rokok secara total, bukan beralih ke penggunaan rokok elektronik karena akan berpotensi menjadi pengguna ganda yaitu rokok konvensional dan rokok elektronik secara bersamaan.
Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono menambahkan pihaknya telah berkomitmen untuk melanjutkan revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok, menurunkan prevalensi merokok di Indonesia dan juga mendukung intervensi penanganan COVID-19.
Discussion about this post