Jakarta, Prohealth.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyetujui pengobatan pasien kanker hati tipe karsinoma sel hati stadium lanjut atau yang tidak dapat dioperasi dan belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya dengan Obat imunoterapi atezolizumab yang berkombinasi bevacizumab.
Menurut dr. Else Mutiara Sihotang, Sp.PK, Kasubdit RS Pendidikan Kementerian Kesehatan, persetujuan BPOM untuk imunoterapi pertama pada terapi kanker hati ini menandai era baru pengobatan kanker hati yang merupakan penyakit yang berkembang cepat.
Asal tahu saja, jumlah kasus kanker hati mencapai 21.392 orang pada tahun 2020. Pasalnya, kanker hati adalah salah satu kanker yang paling tinggi menyebabkan kematian di Indonesia. Kanker hati juga merupakan penyebab kematian karena kanker peringkat ke-4 di Indonesia dengan angka prevalensi 5 tahun sebesar 22.530 kasus.
Karsinoma sel hati atau hepatoselular karsinoma (HCC) merupakan salah satu tipe kanker hati utama yang paling umum dengan prognosis (perjalanan penyakit) yang sangat buruk. Mengutip data Globocan 2020, di dunia, terdapat sekitar 750.000 orang per tahunnya terdiagnosis karsinoma sel hati (HCC) 2,3 dan umumnya sudah pada stadium lanjut. Di Indonesia, insiden karsinoma sel hati terjadi pada 13,4 per 100.000 penduduk.
Menurut dr. Else, penyakit kanker menjadi beban masyarakat dunia. Oleh sebab itu Kementerian Kesehatan menjadikan kanker sebagai prioritas dalam rencana strategis. Menangani kanker harus komprehensif, melibatkan berbagai sektor dan pihak dengan pendekatan multidisiplin dan kolaborasi interprofesional, dengan fokus pada pasien.
“Peran organisasi peduli pasien dan swasta sebagaimana yang dilakukan oleh Roche Indonesia yang telah banyak berkiprah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kanker, mengembangkan solusi pengobatan dan diagnostik dan mengupayakan akses bagi pasien sangatlah penting,” ujar Else melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Jumat (1/10/2021).
Berdasarkan hasil publikasi yang dilakukan secara retrospektif pada dua rumah sakit tersier yakni Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Nasional Kanker Dharmais, antara Januari 2015 hingga November 2017 tercatat tingkat kematian pasien karsinoma sel hati sebesar 48,2 persen dimana diantaranya terdapat 23,4 persen pasien meninggal dalam rentang waktu 6 bulan setelah terdiagnosis.
Salah satu penyebab tingginya tingkat mortalitas ini adalah terlambatnya diagnosis, sehingga sebagian besar pasien datang sudah dalam kondisi stadium lanjut. Tidak hanya itu, meskipun angka kejadian karsinoma sel hati tinggi, pasien dengan penyakit ini hanya memiliki pilihan yang terbatas untuk pengobatan yang berdampak pada tingkat kematian yang tinggi.
“Sebagian besar pasien karsinoma sel hati di Indonesia datang ketika sudah masuk stadium lanjut, sementara pilihan pengobatan yang ada sangat terbatas.
Sementara itu, menurut DR. dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, FINASIM, selaku Dokter Spesialis Gastroenterohepatologi, data menunjukkan selama 15 tahun mulai 1998 – 1999 jika dibandingkan dengan 2013 – 2014, tidak ada perubahan angka kesintasan yang signifikan untuk pasien kanker hati. Pasien saat ini terus berharap akan adanya pengobatan transformatif yang bisa meningkatkan harapan hidupnya. Maka dengan disetujuinya obat imunoterapi atezolizumab dengan kombinasi bevacizumab sebagai imunoterapi pertama untuk pengobatan pasien kanker hati tipe karsinoma sel hati stadium lanjut, diharapkan adanya perbaikan kesintasan pasien kanker hati yang lebih tinggi.
“Kami sangat berharap agar pengobatan baru ini dapat menjangkau pasien yang membutuhkan sehingga kita dapat menekan angka kematian akibat kanker hati,” lanjutnya.
Obat imunoterapi kanker bekerja dengan cara membantu sistem imun di tubuh manusia untuk secara spesifik membunuh sel kanker. Studi klinis menunjukkan penggunaan Atezolizumab yang dikombinasikan dengan Bevacizumab meningkatkan angka kesintasan hingga 19,2 bulan atau 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan standar, dan mencegah perburukan penyakit hingga 6,9 bulan atau perbaikan hasil pengobatan hingga 35 persen dibandingkan dengan pengobatan standar yang ada saat ini. Selain memperoleh kesempatan harapan hidup yang baik, pasien dapat juga menjalani hidup yang lebih berkualitas dengan profil keamanan obat yang dapat ditoleransi dengan baik.
Sementara itu, Dr. Ait-Allah Mejri, Presiden Direktur Roche Indonesia menyatakan, selama 125 tahun keberadaan kami di dunia dan 50 tahun di Indonesia, Roche memiliki sejarah menjelajahi bidang ilmiah baru, bidang penyakit baru dan teknologi baru, dan mengembangkan obat yang dapat mengubah hidup pasien. Namun, terobosan dalam ilmu kedokteran hanya memiliki arti bila dapat mencapai pasien-pasien yang membutuhkan.
“Kanker adalah masalah kita bersama. Karena itu, Roche terus mengajak semua kalangan, mulai dari praktisi kedokteran, akademisi, media, pemerintah, dan masyarakat untuk dapat bekerja sama dalam menyediakan akses yang lebih luas terhadap diagnosis dan pengobatan kanker yang berkualitas untuk pasien, baik di sektor swasta, maupun di sektor publik melalui Jaminan Kesehatan Nasional,” tutup Dr. Mejri.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post