Jakarta, Prohealth.id — Koordinator Smoke Free Jakarta Dollaris Suhadi menyesalkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DKI Jakarta yang tak kunjung diketuk palu. Padahal sejak tahun 2010, pembahasan tentang Perda KTR telah digagas, namun selalu kandas, karena tidak dianggap sebagai Raperda prioritas.
“Kita berharap DPRD DKI, Pemprov DKI dan masyarakat mendorong Perda KTR segera terwujud dan menganggapnya sebagai Perda prioritas,” kata Dollaris.
Dia menyebut Raperda KTR telah masuk di dalam Prolegda DKI sejak tahun 2010 dan terus diupayakan di tahun-tahun berikutnya.
“Sejak 2010 diusulkan oleh eksekutif dan sudah tercantum di Prolegda, kemudian tidak berhasil dibahas. Kemudian dibawa lagi pada tahun 2011, 2012, 2013 sampai sekarang,” terangnya.
Ketika Raperda KTR tidak dianggap sebagai prioritas, Dollaris mengajak semua warga Jakarta untuk mempertanyakan hal itu. “Baik dari sisi legislatif maupun eksekutif, kami mendorong supaya yang telah bertahun-tahun dan merupakan mandat dari UU Kesehatan ini segera dituntaskan,” katanya.
Saat ini, menurut Dollaris, pembahasan Raperda KTR hanya tinggal finalisasi. “Ibarat orang memasak, bumbunya sudah lengkap semua, karena sebelumnya sudah ada Perda tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang menjadi landasan dari penetapan kawasan dilarang merokok,” ujarnya.
Dollaris menjelaskan, aturan tentang kawasan tanpa rokok di Jakarta telah dicantolkan pada Pasal 13 Perda No.2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Sementara aturan tentang reklame rokok diatur melalui Pergub No.1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang.
“Ibaratnya sudah tersedia bahan dan formulanya, kemudian disatukan ke dalam Perda KTR yang komprehensif sehingga tidak tercecer dimana-mana, sehingga kita harapkan hal itu lebih mudah,” tegasnya.
Jika Raperda KTR di DKI Jakarta berhasil diputuskan, Dollaris berharap kebijakan tersebut harus lebih baik dari yang sudah ada. “Tidak boleh lebih buruk dari yang dilakukan saat ini. Jadi tidak boleh mundur. Jika mundur berarti kembali lagi pada kemunduran DKI,” ungkap Dollaris.
Perda tersebut diharapkan mampu merangkum semuanya, mulai dari penetapan kawasan dilarang rokok, larangan reklame rokok hingga larangan memajang bungkus rokok
Selain itu, Dollaris mengingatkan tentang pentingnya penegakan sanksi bagi mereka yang melanggar. “Pergub biasanya hanya mengatur sanksi administratif, sementara Perda ada sanksi pidananya. Ini akan lebih menguatkan lagi,” tegasnya.
Pembahasan Raperda KTR yang berlarut-larut hingga 10 tahun, menurut Dollaris akan segera berakhir di tahun depan. “Pembahasan menurut kami tidak perlu menunggu lama, karena semuanya sudah ada. Mulai dari naskah akademis dan yang lainnya. Udah tinggal digoreng aja, jadilah itu. Masuk itu barang!” pungkasnya.
PEMPROV DKI SUDAH TERTINGGAL
Ketua YLKI Tulus Abadi menyebut Kebijakan Dilarang Merokok (KDM) di DKI Jakarta yang dilevel nasional dikenal sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) belum sepenuhnya dilaksanakan. Padahal Pemprov DKI Jakarta dikenal sebagai pelopor dalam mempromosikan Kawasan Dilarang Merokok (KTR) di Indonesia.
“Pada waktu itu, di Indonesia belum ada aturan pasti soal KTR atau KDM, dan DKI telah mensounding dalam sebuah aturan yaitu Perda tentang Pengendalian Udara, dengan terminologi KDM,” katanya.
Dari situ, kemudian melebar menjadi bola salju di seluruh wilayah di Indonesia yang diatur dalam bentuk Perda tentang KTR. Hal itu juga diatur secara detil melalui UU tentang Kesehatan dan PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
“Sekarang, jika dilihat kebijakannya, dari sisi regluasi sudah ada 52 persen pemerintah daerah yang memiliki Perda KTR,” ungkap Tulus.
Namun jika melihat terminologi di Indonesia saat ini, Tulus menilai, Pemprov DKI Jakarta agak tertinggal. Pasalnya, terminologinya masih KDM dan masih merujuk pada aturan tentang pencemaran udara.
“Karena sebelumnya merupakan pelopor dan sekarang justru agak ketinggalan di level nasional,” terangnya.
Tulus menambahkan, “Seharusnya sudah berubah menjadi Perda KTR. Karena sejak 2010, kekuatan masyarakat sipil telah mendorong Pemprov DKI agar memiliki Perda khusus kawasan tanpa rokok.”
Selanjutnya, jika ingin membandingkan DKI, seharusnya bukan dengan pemerintah daerah, karena Jakarta merupakan ibu kota negara dan merupakan kota besar dunia. “Oleh karena itu, standarnya harus standar dunia,” ujarnya.
Sudah seharusnya, kota Jakarta berdiri sejajar dengan kota-kota besar lainnya, seperti New York, London, Singapura, Hongkong dan lain sebagainya. Kota-kota tersebut merupakan kota yang menerapkan kawasan tanpa rokok. Penegakan aturannya juga sangat ketat.
“Oleh karena itu, kita mendorong agar gubernur DKI dan DPRD DKI Jakarta segera mensahkan Perda KTR,” pungkasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post