Jakarta, Prohealth.id – Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya terhadap kesehatan fisik saja, namun juga berdampak terhadap kesehatan jiwa dari jutaan orang di dunia baik yang terpapar langsung oleh virus maupun pada orang yang tidak terpapar.
Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan saat ini masyarakat masih berjuang mengendalikan penyebaran virus Covid-19. Namun masih menyebar efek pandemi berupa perasaan cemasan, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan jarak fisik dan hubungan sosial, serta ketidak pastian.
”Hal-hal tersebut tentu berdampak terhadap terjadinya peningkatan masalah dan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat,” katanya dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, Senin (25/10/2021).
Dilansir dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Selain itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7 persen korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20 persen populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.
”Ini masalah yang sangat tinggi karena 20 persen dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa,” katanya.
Kondisi tersebut diperparah karena sampai saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa sehingga tidak semua orang dengan masalah gangguan jiwa mendapatkan pengobatan yang seharusnya. Permasalahan lain, lanjut Celestinus, adalah terbatasnya sarana prasarana dan tingginya beban akibat masalah gangguan jiwa.
”Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang, karena sampai hari ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa kita hanya mempunyai 1.053 orang,” ucapnya.
Dia mensimulasikan, untuk satu psikiater bisa melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurutnya, ini suatu beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Apalagi, proses penanganan masalah kesehatan jiwa di Indonesia juga terkendala stigma dan diskriminasi dari lingkungan.
”Kita sadari bahwa sampai hari ini kita mengupayakan suatu edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang dengan gangguan jiwa,” tutur Celestinus.
PERAN PEMDA SAMPAI MEDIA MASSA HARUS DIOPTIMALKAN
Lebih lanjut dia mengatakan situasi masalah kesehatan jiwa tersebut mendorong pemerintah untuk memastikan bahwa kesehatan mental agar dapat lebih diprioritaskan dari sebelumnya. Pemerintah daerah harus menjadikan program dan pelayanan kesehatan jiwa dapat menjadi fokus perhatian, tentunya dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai.
Dia mengimbau kepada masyarakat, agar menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular Covid-19.
“Serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stress dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga,” ujarnya.
Pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun 2021 yang mengambil tema ”Mental Health in an Unequal World: Kesetaraan dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua”, dr. Maxi menambahkan ini menjadi amanah bagi setiap pemerintah negara agar lebih memberikan akses layanan yang lebih besar dan luas, agar kesehatan mental masyarakat lebih terjamin dan setara dengan kesehatan fisik lainnya.
Ada beberapa hal yang secara khusus harus dipersiapkan untuk menekan dan mengendalikan masalah kesehatan jiwa. Pertama, masyarakat harus bisa menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular Covid-19, serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stres dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga di rumah kita.
Kedua, kepada para tenaga kesehatan, kader kesehatan jiwa dan komunitas peduli kesehatan jiwa, juga harus selalu menjaga kesehatan mental dan jiwa, serta mencegah penularan Covid-19 dengan dedikasi menjaga kesehatan jiwa masyarakat, baik melalui kegiatan di komunitas dan atau di fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan layanan dan pendampingan bagi masyarakat yang mengalami masalah kesehatan jiwa, sehinga mendapatkan akses layanan yang setara dan sama dengan setara.
Ketiga, kepada para pimpinan pemerintah daerah, sebagai pengampu dan yang berwenang di daerah, agar program dan pelayanan kesehatan jiwa dapat menjadi fokus perhatian dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai dan mendukung penyelenggaraan program kesehatan jiwa.
Keempat, kepada para organisasi profesi yang telah berkontribusi terhadap kesehatan jiwa masyarakat agar program dan pengabdian tersebut diharapkan dapat berkelanjutan.
Kelima, untuk instansi media massa agar dapat memberikan informasi secara berimbang terkait pemberitaan masalah kesehatan jiwa, sehingga diharapkan dapat mengurangi stigma dan meningkatkan informasi-informasi kebutuhan dan akses layanan kesehatan jiwa sebagai prasyarat kesetaraan pelayanan kesehatan jiwa bagi seluruh masyarakat indonesia.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post