Jakarta, Prohealth.id – Pandemi Covid-19 yang mengintai jelang libur Natal dan Tahun Baru memberi tantangan tersendiri dalam upaya untuk menaikkan kualitas kesehatan masyarakat.
Kepala Bagian Kesehatan Biro Kesos Setda Pemprov DKI Jakarta, Mariana menjelaskan rokok merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap Covid-19. Oleh karena itu, sosialisasi terhadap bahaya rokok sangat penting dilakukan pemerintah daerah kepada masyarakat.
Sementara itu, Emma Rachmawati, mewakili Muhammadiyah Covid-19 Command Center menerangkan sudah banyak riset kesehatan yang mengakui dan membenarkan dampak rokok yang sangat buruk selama masa pandemi.
Oleh karena itu, pihaknya memberikan rekomendasi agar tingkat sosialisasi, kampanye, hingga pengawasan terhadap protokol kesehatan perlu ditingkatkan. Upaya-upaya lain yang perlu segera dilakukan adalah dengan selalu memiliki rekam kesehatan pasien Covid-19 agar mengukur potensi dan mitigasi yang diperlukan.
“Misalnya, status pasien Covid-19 yang perokok harus dicantumkan dalam rekam medis,” kata Emma, Selasa (30/12/2012) lalu.
Dia menambahkan, upaya ini merupakan bagian dari pencegahan peningkatan keparahan pasien Covid-19 dan dapat diketahui lebih awal. Selain itu, untuk penyakit dengan komorbid berjenis kelamin laki-laki perlu dimasukkan sebagai kelompok berisiko tinggi.
Emma pun mengingatkan, harus ad acara-cara promotif berupa informasi yang tepat mengenai dampak merokok terhadap tingkat keparahan Covid-19. “Hal ini bisa dilakukan dengan menyebarkan hasil-hasil penelitian sejenis yang lebih akurat dan lengkap,” tutur Emma.
Sementara itu Peneliti Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) Lara Rizka menerangkan upaya-upaya promotif dan preventif yang ditemukan oleh Dinas Kesehatan Pemprov DKI maupun Muhammadiyah Covid-19 Command Center sangat penting dilakukan bersama mengingat angka perokok selama pandemi pun tidak mengalami penurunan. CISDI menemukan 77 persen responden dari riset CISDI mengaku sulit berhenti merokok.
“Meski begitu, ada juga responden perokok yang mengaku mengubah perilaku merokoknya, dengan mengurangi jumlah batang yang dikonsumsi,” ujar Lara. Adapun total responden yang mengakui melakukan strategi ini sekitar 37 persen.
Ada 42 persen responden lain yang mengeluarkan pengeluaran untuk merokok, sementara ada 24 persen yang mengaku mengganti rokok dengan membeli yang harganya lebih murah.
“Perokok aktif yang mengalami pengurangan waktu kerja cenderung mengurangi jumlah batang rokok yang dikonsumsi dan pengeluaran untuk membeli rokok,” jelas Lara.
Dia menyebut adanya guncangan pekerjaan memberikan konsekuensi finansial terhadap perokok sehingga diasumsikan memotivasi pengurangan konsumsi.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post