Jakarta, Prohealth.id – Dalam hasil penelitian terbaru Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) ditemukan bahwa realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sangat bergantung dari kerja sama petani dan pemerintah daerah.
Dalam riset yang dikutip oleh Prohealth.id, Senin (10/1/2022), interaksi antara petani tembakau dengan pemerintah daerah sangat minim sehingga akses DBHCHT tidak tersalurkan dengan baik. Padahal dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.07/2020 tertuang arahan untuk membuka peluang penggunaan DBHCHT untuk kesejahteraan masyarakat khususnya bagi petani tembakau. Pemanfaatan DBHCHT ini akhirnya menjadi strategi jalan keluar bagi petani agar bisa beralih tanam.
PMK itu juga merumuskan arus kerja sama pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk bisa menentukan alokasi, menyalurkan DBHCHT, mengawasi dan mengevaluasi. Lalu mekanisme Pemda hanya menaksir kebutuhan petani, menampung aspirasi, merencanakan anggaran, dan langsung eksekusi program.
“PKJS UI menemukan kebanyakan pemerintah daerah belum merencanakan program bantuan alih tanam dari DBHCHT,” tulis riset tersebut.
Padahal sudah banyak petani tembakau yang swadaya ingin melakukan alih tanam atau diversifikasi. Para petani juga sangat menyambut baik gagasan DBHCHT untuk mendukung alih tanam. Terbukti di Jawa Tengah beberapa petani tembakau sudah melakukan alih tanam.
Sisanya, di wilayah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) masih khawatir untuk melakukan alih tanam seiring dengan kurang jelasnya kondisi pasar tanaman alternatif, ketakutan tidak dapat menjual hasil panenan, serta dihantui rasa takut pada pengalaman harga tanaman alternatif yang anjlok.
PKJS UI pun merekomendasikan beberapa hal untuk bisa mengoptimalisasi PMK dalam pemanfaatan DBHCHT.
Pertama, sosialisasi dan transparansi dari pemerintah daerah dengan cara memperbanyak kunjungan, komunikasi berupa dialog aktif untuk merumuskan penyusunan rancangan manfaat DBHCHT bagi petani.
Kedua, pentingnya market insight alias pengadaan informasi untuk membantu petani membuat keputusan yang menguntungkan dalam proses alih tanam.
Ketiga, pentingnya membangun digital empowerment atau contoh konkret manfaat DBHCHT meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan keterampilan petani.
Sebelumnya, Stafsus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas mengatakan pemerintah akan kembali meningkatkan CHT pada 2022. Lebih lanjut dia menilai, kenaikan CHT bisa menekan konsumsi rokok anak mengingat pada 2018-2019, prevalensi perokok anak masih menyentuh angka 9,1 persen.
Dia mengungkap, selama ini pemerintah sudah berupaya meningkatkan harga rokok dengan tujuan untuk menurunkan keterjangkauan konsumen anak-anak. Dia menyebut hal ini sudah terlihat dari affordability index (indeks keterjangkauan) rokok atau persentase pembelian 100 bungkus rokok terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang meningkat dalam dua tahun terakhir.
Selain itu pada 2020, indeks keterjangkauan rokok juga meningkat menjadi 4,3 persen dari tahun sebelumnya 3,9 persen. Indeks keterjangkauan rokok kembali meningkat pada 2021 menjadi 4,6 persen.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post