Jakarta, Prohealth.id – Menurut Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto ada banyak pertanyaan dari pasien berkaitan dengan perkembangan virus Omicron.
“Dok, katanya ada anaknya Omicron? Katanya lolos di PCR?”
Pertanyaan ini bukanlah pertanyaan baru dr. Tonang. Dengan lugas, dia menjelaskan bahwa sejak awal perlu diingat ada sub varian pada varian Omicron yaitu BA.1 dan BA.2 Awalnya yang dominan adalah BA.1, baru selanjutnya berkembang pula sub-varian BA.2. bahkan, sub varian jenis ini juga bertambah populasinya. “Belakangan muncul juga sub-varian BA.3 tapi belum banyak datanya,” sambungnya.
“Benar ya lolos PCR?” tanya pasien lebih lanjut.
Menurut dr. Tonang, semua varian dan sub-varian dari Covid-19 tetap bisa dideteksi oleh PCR. Guna memastikan apakah virus yang menginfeksi adalah varian Omicron, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui PCR metode khusus yang kini umum disebut PCR Plus. Kemudian ada pula metode Genome Squencing (WGS) atau langsung WGS.
Memang pada awalnya yang dominan adalah sub-varian BA.1 maka dibuat reagen khusus berdasarkan ciri mutasi BA-1. “Kalau dengan metode PCR plus ini positif, berarti probable Omicron. Lanjut dengan WGS,” ungkap dr. Tonang.
Lebih lanjut dia menjelaskan sebenarnya sub-varian BA.2 memiliki titik mutase yang tidak persis sama dengan BA.1, sehingga ada potensi bisa lolos dengan metode PCR Plus. Namun, BA.2 tetap tidak akan lolos dengan PCR biasa dan WGS.
“Maka jangan khawatir, tetap terdeteksi PCR,” ungkapnya lagi.
MEMBANDINGKAN PCR DAN ANTIGEN
Tak hanya tentang efektivitas PCR, pasien juga masih menanyakan lebih dalam terkait kemampuan tes antigen dalam mendeteksi varian Omicron.
Pertanyaan yang serupa ini berkali-kali mencuat, sehingga dr. Tonang dengan tegas mengatakan bahwa PCR ataupun antigen bisa mendeteksi semua kasus Covid-19.
“Contoh yang mudah. Bila tidak ada gejala, maka tes antigen memiliki akurasi rendah. Bila jelas terjadi kontak erat, tanpa gejala, maka PCR adalah metode yang tepat digunakan,” ujarnya.
Seperti yang sempat dijelaskan sebelumnya, varian dan sub-varian Covid-19 memang berpeluang terus berkembang. Sekalipun PCR dan antigen bisa mendeteksi semua kasus Covid-19, namun tes tidak bisa memastian varian apa yang menjangkiti tubuh pasien.
Maka dari itu, untuk bisa mengetahui varian yang menjangkiti pasien, perlu langkah lebih lanjut. Khusus untuk varian Omicron misalnya, pasien bisa memanfaatkan metode PCR Plus dengan primer khusus untuk Omicron.
“Apabila PCR plus hasilnya positif, maka disebut probable Omicron, artinya sangat mungkin Omicron. Mengapa tidak langsung disebut Omicron? Karena masih harus dibuktikan dengan mengurutkan gen virus yang ditemukan tersebut. Bila benar-benar sudah terbukti, baru disebut Omicron,” tegas dr. Tonang.
Sebaliknya, apabila PCR biasa dinyatakan positif, sementara PCR Plus justru negatif dan ada kecurigaan khusus, maka pasien perlu meneruskan pemeriksaan gen. Hal ini dikarenakan ada sifat khusus varian Omicron, yang mana jika benar terinfeksi Omicron, namun ada perbedaan mutase pada titik tertentu maka PCR Plus tidak dapat mendeteksinya.
Adapun kondisi kecurigaan khusus misalnya; daya tahan imun pasien rendah (immunocompromised), lalu ada kontak erat dengan kasus Omicron, sudah vaksinasi minimal 2 kali, tetapi terinfeksi Covid-19 dengan gejala berat.
“Makanya secara praktis dan dalam rangka penanganan medis, apakah itu Omicron atau bukan Omicron adalah tidak begitu penting. Karena tetap saja itu Covid-19. Harus ditangani dengan standar Covid-19, apapun varian penyebabnya,” sambungnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post